Share

32. Masa Lalu Zen

Bu Asih menyendokkan nasi untukku, untuk Dina dan untuk dirinya sendiri. Aku benar-benar merasa disambut olehnya. Mudah-mudahan saja, hal ini akan terus ku rasakan selama usia pernikahanku dengan Zen.

"Ya kan Din, kakak mu itu sudah mendambakan neng Lea sejak lama?" tiba-tiba, bu Asih kembali menyinggung tentang Zen yang katanya sudah menginginkanku sedari dulu.

Tak ada sahutan apapun dari Dina. Dia hanya sedikit mengembangkan senyumnya, seperti sikap untuk menepis kecurigaan ibunya.

"Benarkah, Bu? Kok bisa? Kita kan enggak saling mengenal," celotehku memecah suasana canggung yang terasa. Meskipun, nampaknya bu Asih tak merasakan kedinginan sikap Dina.

"Iya, bener. Nih, si Dina ini kan tempat curhatnya Zen. Tapi ya... begitu doang, kaya curhat sama tembok. Zen banyak ngomong, Dina ini banyak diam."

Ternyata begitu, mengapa bu Asih tak mencurigai sesuatu dari sikap Dina. Memang sehari-harinya dingin.

"Jadi, gimana cerit
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status