Dokter perusahaan tengah memeriksa keadaan Rumi yang masih berbaring lemas di sofa. Walau Angkasa masih dalam keadaan sangat marah pada istrinya, tetapi raut kekhawatirannya tidak bisa ditutupi. Tak sedetik pun pandangan itu beralih ke tempat lain, sebelum dokter selesai memeriksa istrinya.
“Tekanan darahnya sangat rendah. Apa istri Pak Angkasa begadang beberapa hari ini? Atau melakukan pekerjaan berat?” tanya Dokter Husni.
“Yah, sepertinya begadang, Dok,” jawab Angkasa menerka-nerka.
“Saya berikan vitamin penambah darah ya dan usahakan jangan begadang lagi. Istri Pak Angkasa seperti orang tertekan. Lihatlah raut wajahnya. Semoga tidak ada masalah yang cukup serius ya, Pak,” kata Dokter Husni pada Angkasa. Lelaki setengah baya itu memberikan secarik kertas berisikan resep pada Angkasa, k
Angkasa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor Bari. Lelaki itu pasti tahu kemana Rumi pergi atau bisa saja Rumi tengah kabur bersama anak lelakinya itu. Jika benar apa yang ada di prasangkaannya, maka dia benar-benar tidak akan memaafkan Rumi dan juga Bari.Sebuah kantor arsitek berlantai enam adalah kantor Bari. Tepatnya di lantai tiga ruangan anaknya. Angkasa berjalan dengan tergesa setelah memarkirkan mobilnya di area parkir, lalu naik lift langsung ke lantai ruangan Bari."Mbak, apa Pak Bari ada?" tanya Angkasa pada sekretaris yang berjaga di depan ruangan anaknya."Pak Bari sedang rapat dari pagi di dalam ruangannya, Pak," jawab wanita itu membuat Angkasa menghela napas lega. Berarti Rumi sedang tidak bersama Bari. Lalu ke mana Rumi?"Baik kalau begitu, terima kasih. Ah, iya ... Apa Bari ada agenda keluar kota dalam beberapa hari ini? Atau ada wanita yang datang kemari?""Tidak ada, Pak. Jadwal Pak
Dilamar 27 “Kenapa sarapannya belum diambil ya? Ini sudah jam sebelas siang,” gumam petugas resepsionis pada temannya. “Ada apa, Mbak Ela?” ‘”Itu, lihat! Tamu kamar 20 sarapannya belum diambil juga, padahal udah dua kali saya ketuk pintunya. Masa tidur lama sekali.” “Bukan tidur kali, bisa aja pingsan.” Wanita yang bernama Ela tiba-tiba saja melotot dan seketika ingat pesan temannya yang subuh tadi mengatakan bahwa tamu di kamar 20 sedang sakit. “Ya ampun, saya baru ingat! Pak, Pak Yudi! Bantu saya sini!” teriak wanita yang bernama Ela pada satpam penginapan yang sedang berjaga di depan pintu masuk. Lelaki tinggi tega
Sore ini, Rumi sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Ia kembali ke penginapan karena memang tidak tahu mau kemana lagi. Untunglah biaya menginap tidak terlalu mahal dan biaya yang ia habiskan saat dirawat di klinik juga tidak besar, sehingga Rumi merasa uang tabungannya cukup untuk satu bulan sambil mencari pekerjaan.Rumi membuka pintu kamarnya, membiarkan udara sore sehabis hujan rintik-rintik yang cukup lama, membawa aroma sedap ke dalam rongga hidungnya. Penginapannya ini memang banyak tanaman dan ada juga beberapa pohon besar, sehingga walau berada di pusat kota, tetapi udara sekitar masih terasa sejuk."Sore, Mbak," sapa Ela saat berkunjung ke kamar Rumi."Eh, Mbak Ela, mari masuk," jawab Rumi mempersilakan."Kata Mas Yudi, Mbak cari saya?""Iya, Mbak Ela, saya mau tanya soal kos-kosan di sini yang murah, tetapi gak kumuh. Saya tidak bisa selamanya tinggal di penginapan, apalagi dalam keadaan tidak bekerja," kat
Dua hari berlalu dan kondisi kesehatan Rumi semakin baik. Kakinya yang keseleo juga sudah membaik walau untuk berjalan masih sedikit pincang. Kini Rumi tengah berada di dalam taksi online bersama Ela yang akan menunjukkanya rumah kos. Wanita itu sangat baik karena mau membantu Rumi yang tengah dalam keadaan sulit."Nah, ini dia." Ela tersenyum pada Rumi sambil menunjuk gerbang tinggi berwarna biru yang ada di samping kiri mereka. Rumi tersenyum sambil mengangguk, lalu mengeluarkan uang dari dompetnya."Biar saya saja, Mbak," kata Ela sambil mendorong tangan Rumi yang akan membayar ongkos taksi."Gak papa, saya saja," balas Rumi sungkan."Simpan saja uangnya untuk bekal Mbak dan dedek bayinya selama belum mendapat pekerjaan di sini," kata Ela lagi dengan senyuman hangatnya. Tangan Rumi bergerak pelan dengan kaku. Ia sebenarnya tidak masalah jika harus membayar ongkos taksi yang hanya tiga puluh lima ribu rupiah, tetapi ucapan Ela juga ada benar
Angkasa tersentak dari tidurnya. Tubuhnya yang masih lemas membuat Angkasa masih memilih istirahat di rumah hari ini. Tidur siang yang belum pernah ia lakukan, sekarang menjadi hobinya setelah lebih sepekan berdiam diri di rumah.Pria dewasa itu bernapas dengan terengah-engah setelah bermimpi Rumi yang tengah berteriak minta tolong. Angkasa bergerak duduk, lalu menyambar gelas air mineral yang ada di meja samping tempat tidur. Ia meneguknya hingga tandas."Rumi," gumamnya sambil mengusap kasar wajahnya yang berkeringat. Kepalanya masih sedikit pusing saat ia merasakan getar yang berasal dari sisi kanan tempat ia berbaring.Drt! Drt!"Halo, Josep, bagaimana?""Pak Angkasa, saya mendapat informasi dari salah satu teman di terminal, bahwa istri Bapak kurang lebih sepekan yang lalu pergi naik bus tujuan Malang.""Apa? Malang? Ya Tuhan, kamu bisa bantu saya melacaknya sampai ke sana? Tolong cek semua hotel, bukan ... Penginapan, karen
Dilamar 31 “Ela, kamu Ela’kan?” Angkasa sangat kaget melihat seorang wanita yang cukup ia kenal di masa lalu. Tidak ada yang berubah, masih sama seperti Ela yang ia kenal semasa remajanya. “Iya, Mas, saya Ela Restu. Mas apa kabar? Mau menginap di sini?” tanyanya dengan canggung. “Bukan, Mbak, kami ke sini ingin mencari tahu tentang seorang wanita yang katanya pernah menginap di sini beberapa hari,” sela Josep. Kening Ela berkerut heran, sembari mengingat-ngingat siapa tamu yang menginap di penginapannya beberapa hari. “Siapa?” tanya Ela. “Rumi. Dia istri saya,” jawab Angkasa sambil menatap Ela penuh harap. Seketika it
"Lo yakin tidak ada yang aneh dengan teman Pak Angkasa tadi?" tanya Josep pada teman Daus; temannya."Udah jelas nggak! Lo perhatikan saja bola matanya yang bergerak terlalu cepat dan jemarinya yang selalu saja bermain dengan ujung bajunya, menunjukkan betapa ia sedang menyembunyikan sesuatu. Kayaknya kita harus mengikuti wanita itu mulai besok. Kondisi Pak Angkasa tidak memungkinkan untuk ikut mencari, biar beliau di kamar saja beristirahat," jawab Daus sambil menyesap kopinya.Mereka bertiga sudah kembali ke penginapan tempat Angkasa. Duduk di taman kecil penginapan sambil menyesap kopi dan menikmati sebatang rokok. Angkasa memilih langsung tidur karena begitu ia tidak bisa langsung menemukan istrinya, seluruh tubuhnya kembali lemas dan tidak bertenaga.Sementara itu, Ela tengah berada di dalam taksi online melewati rumah kos yang ditinggali Rumi. Ia hanya ingin memastikan apakah wanita itu masih menunggunya atau tidak.
Tok! Tok! Cklek! Josep dan Daus muncul dari pintu yang terbuka sedikit lebar. Ela terlonjak kaget dengan tubuh menegang bahkan ia merasa seperti berhenti bernapas untuk beberapa saat. “Kami harap tidak mengganggu keakraban Pak Angkasa dan Mbak Ela,” ujar Josep yang berjalan mendekat dengan tersenyum lalu meletakkan potongan buah rujakan di atas meja. “Tentu saja tidak,” sahut Angkasa sambil menurunkan cangkir yang hampir saja menyentuh bibirnya. Potongan buah rujakan nampak lebih menggoda daripada secangkir teh, sehingga Angkasa memilih menaruh cangkir itu kembali ke atas meja. Ia meraih potongan buah, lalu meletakkan di atas kaedua kakinya yang beralaskan selimut. Ekor mata Ela nampak kecewa dan pasrah, saat cangkir itu tergeletak begitu saja tanpa sempat disentuh Angk