Tepat pukul 9 pagi di hari Sabtu, Devan dan Luna yang telah selesai sarapan bersama Subroto dan Dicky ajudan dari Subroto, tampak menyiapkan diri untuk pergi ke Rumah Sakit. Pagi ini, Subroto dijadwalkan untuk melakukan cuci darah untuk ke sekian kalinya dan Devan yang kini telah merasa jadi bagian dari keluarga itu serta merasakan kebaikan Subroto pada keluarganya pun, menawarkan diri untuk turut mengantar Subroto ke Rumah Sakit bersama Dicky sang ajudan beserta Ismet, sopir pribadi Subroto.“Pah, bisa Devan ikut mengantar ke Rumah Sakit?” tanya Devan tersenyum sembari berdiri saat membantu Subroto ke kursi rodanya.Luna yang mendengar keinginan Devan untuk ikut ke Rumah Sakit, hatinya sangat berbahagia. Wanita cantik itu merasa kalau Devan adalah seorang lelaki yang cukup tahu diri dan punya rasa hormat dan kasih sayang yang tinggi pada sesama. ‘Aku bahagia sekali..., mendengar Devan mau ikut mengantar Papa,’ bisik dalam hati Luna.“Benarkah kamu akan ikut ke Rumah Sakit? Apa kamu
“Luna ... Bisa aku bicara dengan Devan?” tanya Amrita dalam panggilan telepon.“Maaf Kak ... Devan lagi antar Papi ke Rumah Sakit. Sepertinya ponselnya tertinggal. Sebentar lagi dia akan datang...,” ucap Luna tersenyum-senyum sendiri mengingat kegilaannya di Sabtu pagi.“Oh, begitu. Uhm..., apa dia sudah membicarakan sesuatu sama kamu?” tanya Amrita ragu-ragu membuka masalah rumah yang akan disita oleh Bank.“Bicara? Tentang apa ya Kak?” balik tanya Luna.Kemudian, tanpa disadari oleh Luna yang posisinya membelakangi pintu kamarnya, Devan masuk ke dalam kamar dan memeluk erat bagian punggungnya dan mengecup bagian tengkuk lehernya.“Aduh...! Devan...! Geli Akh...!” teriak Luna spontan masih dalam posisi memegang ponselnya.Amrita yang mendengar Luna memekik memanggil nama Devan, curiga pada Luna yang berbohong padanya perihal keberadaannya Devan. Maka, Amrita pun mendengar suara putranya yang tampak telah terbuai oleh kemolekan dan kecantikan Luna.“Sini aku bikin tambah geli...,” uca
“Kak Rita..., kenapa bisa mau di sita Apa yang terjadi Kak?” tanya Luna masih memandang ke arah Devan yang sama sekali tidak berani menatap dirinya.Setelah itu, Amrita menceritakan kejadian atas penipuan yang secara tak langsung dilakukan oleh adiknya sendiri dengan terisak, karena rasa bersalah pada anak-anaknya yang tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan tersebut. Sedangkan rumah yang ditempati mereka adalah hak dari kedua anaknya pula.“Luna, sebenarnya aku malu sekali harus meminta tolong seperti ini. Aku kasihan sudah menekan putraku untuk meminta tolong sama kamu. Luna, tolong kami,” pinta Amrita dalam sambungan telepon.Dengan menarik napas panjang, Luna pun berucap, “Kak Rita, lain kali jangan bertindak gegabah seperti ini. Nggak semua yang terlihat baik dan berbicara manis akan baik juga hasilnya. Untuk uang 1 milyar itu kapan kakak mau pakai?”“Ya Allah, terima kasih Luna. Terima kasih sudah menyelamatkan rumah kami...., hikss...,” tangis Amrita pecah saat menden
Di sebuah Cafe tempat nongkrong dari beberapa orang yang seluruh bangkunya di isi oleh anak-anak muda dan kaum intelektual muda untuk bercengkerama dan mengobrol, terlihat Luna sedang berbincang bersama kedua sahabatnya dan asyik menyeruput kopi berisi cream. Sudah satu jam lebih mereka bercengkerama dengan tawa yang kadang terdengar dari meja tempatnya mengobrol.Kedua sahabat Luna telah menikah. Hanya saja, suami Arumi menunda untuk memiliki momongan. Sedangkan Cintya masih betah sendiri usai calon suaminya menikahi saudara sepupunya dan patah hati.“Menurut elo berdua gimana nih, gue harus ambil sikap sama si Devan?” tanya Luna memandang kedua sahabatnya.“Menurut gue ya, seperti yang tadi gue omong ke lo. Bisa jadi laki elo itu uda pernah begituan juga sama ceweknya. Kalau denger dari apa yang dia lakuin ke elo, itu mah lelaki yang udah mahir begituan. Kasihanlah cewek itu. Kalau besok cewek itu bunuh diri karena laki elo, bisa-bisa di penjara si Devan,” tutur Cintya serius sembar
“Kak ... Tunggu! Kak!” Pekik kembali wanita muda dengan menghalangi langkah Luna bersama kedua sahabatnya menuju mobil mereka.Arumi dan Cintya yang melihat wanita muda yang sejak awal bersama Devan dan berbicara serius di parkir sepeda motor lelaki tampan itu pun langsung merespons ucapan wanita cantik jelita tersebut.“Awas! Cantik-cantik kok gatel sih? Asal lo tau ya, lelaki yang tadi sama elo, laki teman gue! Paham lo?!” hardik Cintya yang lebih judes dari Luna ataupun Arumi.“Kak, aku paham ... Karena itu, aku mau jelaskan salah paham ini,” ujar wanita cantik itu dengan mencakupkan kedua tangannya memohon waktu pada Luna.“Eh! Nggak usah ya lo menjelaskan apa yang udah gue liat pakai mata kepala kita. Napa sih, elo pakai susah-susah menjelaskan yang usah terlihat? Udah sana jangan halangi langkah teman gue!” sengit Arumi menarik tangan wanita muda yang menghalangi langkah Luna.“Aduh! Sakit kak tanganku...,” keluh wanita muda tersebut memegangi lengannya dan kembali bergeming di
Sesampai di rumah, Luna yang kesal dengan sikap Devan yang tak jujur padanya langsung masuk ke dalam kamarnya, usai bertandang ke kamar Subroto sang papa yang dilihatnya tengah terlelap. Di dalam kamarnya, Luna sejenak termangu dan memikirkan hubungan yang telah hampir dua minggu berjalan bersama Devan.Dalam hati Luna berbisik lirih, ‘Apa sebaiknya aku lepas aja Devan ya? Uhm..., sepertinya aku harus ikuti cara Cintya untuk punya anak. Bukankah, untuk memiliki anak yang punya karakter baik dan cerdas, tergantung dari benih aku? Seperti yang aku baca, bibit kecerdasan dan kebaikan dari anak yang akan dilahirkan 80 persen, tergantung dari ibunya. Berarti, semua tergantung aku dong? Ya sudahlah ... Setelah, aku bantu lunasi hutang kak Rita. Aku putuskan untuk berpisah dengan Devan.’Tok ... Tok ... Tok ... “Luna ... Luna ...,” panggil Devan dari luar kamar Luna.“Ya, ada apa?” tanya Luna terkejut dengan ketukan pintu dari luar kamarnya.“Luna, tolong buka pintunya. Aku mau bicara,” pin
Satu bulan kemudian, Devan pun menepati janji dengan mengemasi pakaiannya ke dalam tas gendong. Kala itu jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Terlihat, Luna masih tertidur nyenyak usai pergumulan hari ketiga puluh antara ia dan Devan. Dan lelaki muda tampan itu memberikan kenikmatan berulang kali hingga jam menunjukkan pukul 2 dini hari.‘Sebaiknya, aku tinggalkan aja sepucuk surat untuk Luna sebagai salam perpisahan terakhirku. Semoga saja, bulan depan Luna hamil,’ bisik Devan dalam hati.[Teruntuk Luna : Terima kasih untuk 30 hari yang indah bersama kamu. Terima kasih untuk bantuannya pada keluargaku. Kelak, aku akan jadi lelaki yang membanggakan keluargaku dan dirimu. Luna, tolong kabari aku jika, akhirnya kamu hamil, harapku]Diletakkannya kertas yang telah ditulisnya di meja rias Luna. Kemudian, Devan keluar dari kamar Luna. Sesampai diluar kamar, dilihat Darsi pembantu di rumah mewah itu tengah membersihkan ruang keluarga. Kemudian Devan bertanya pada pembantu rumah tangga terseb
Setelah dua minggu berlalu, Luna yang tengah mengisi waktu dengan kedua sahabatnya, Arumi dan Cyntia di sebuah pusat perbelanjaan terbesar itu tiba-tiba terkulai lemah, hingga membuat dua orang sekuriti untuk membopong tubuh Luna, yang tampak antara sadar dan tidak serta nyaris ambruk jatuh ke lantai Mal tersebut. Untung saja seorang lelaki muda dan menyadari Luna yang terjatuh, secara refleks meraih tubuh Luna dan menahannya untuk tidak sampai terjerembap ke lantai Mal tersebut. Seketika suasana Mal yang ramai pengunjung tersebut ramai. Dan salah seorang pengunjung lainnya yang baik memberitahu sekuriti di Mal tersebut hingga mereka dengan cepat tanggap mengevakuasi tubuh Luna yang lemas.“Pak! Tolong bawa ke Lobby! Sekarang saya akan ambil mobil!” teriak Arumi meminta tolong dan berlari menuju lift untuk ke tempat parkir mobil.Sementara Cyntia memegang tas Luna dan mengikuti langkah kedua orang sekuriti dan seorang anak muda yang membantu Luna saat akan terjatuh menuju lift dengan