DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH
Part 5Pagi itu setelah sarapan, Nenek menyuruhku untuk berkemas. Menurut info yang saya dapatkan, kami sekeluarga akan pergi ke Jogja hari ini. Rasanya senang bukan main mendengar kabar tersebut, karena sebentar lagi aku akan menginjakkan kaki ke tempat impianku.Dulu, aku memang pernah berkeinginan untuk kuliah di sana. Menurut teman-temanku, kota itu terkenal ramah dan menyenangkan.Meski kepergianku kali ini bukan dalam rangka kuliah, namun aku tetap merasa senang, setidaknya ada cara lain untuk ke sana tanpa keluar biaya tentunya.Tiba-tiba, terlintas tanya dalam benakku, kenapa hari ini akan ke Jogja, untuk apa kami ke sana? Jangan-jangan akan ada hal tak terduga lagi yang akan terjadi di sana?Seperti kemarin, katanya kami pergi untuk menghadiri hajatan, namun justru aku sendiri yang digelarkan hajat di sini. Semuanya memang tak bisa kembali seperti semula, namun setidaknya jika diberi tahu terlebih dahulu, aku akan lebih siap menerimanya.Setelah semuanya siap, kami sekeluarga berangkat ke Jogja dengan Kakek Sukri sebagai sopirnya. Biarpun sudah berumur, namun beliau terlihat sehat dan bersemangat hari ini."Dalam rangka apa kita ke Jogja Nek?"Kuberanikan diri bertanya pada Nenek yang duduk di kursi belakang bersamaku. Sementara Mas Rendi duduk di kursi depan bersama Kakek Sukri."Nanti kamu akan tahu sendiri, bersabarlah!" Jawab Nenek Halimah lembut, namun justru membuatku semakin penasaran.Merasa tak mendapat jawaban yang berarti, akupun memilih diam, menyibukkan diri dengan ponsel di tanganku. Ketika membuka aplikasi hijau, banyak sekali pesan yang masuk ke ponselku. Maklum, dari kemarin aku memang tak sempat menyentuh benda pipih itu. Kebanyakan pesan dari teman-temanku, yang menanyakan kabar dan keberadaanku. Namun, untuk saat ini aku lebih memilih mengabaikan pesan tersebut. Aku tak mungkin menceritakan kisah hidupku kepada mereka, apalagi pernikahanku yang serba instan ini.Setelah beberapa kali berhenti untuk makan dan mengisi bahan bakar, akhirnya mobil kami memasuki wilayah Jogja.Mobil kami berjalan lurus melewati jalan kota, kemudian berbelok menuju salah satu rumah dengan arsitektur jaman Belanda."Ayo turun Nak, kita sudah sampai!"Nenek menepuk pundakku seraya membuka pintu di sebelahnya. Dengan langkah ragu, aku mengikutinya turun dari mobil.Seorang pria tampak keluar dari dalam rumah itu. Dengan cekatan dia membantu Mas Rendi turun dan duduk di kursi rodanya."Selamat datang Sayang," seorang wanita yang lebih muda dari Nenek Halimah muncul dari dalam rumah, kemudian memeluk Mas Rendi dengan hangat.Sementara Mas Rendi terlihat membuang muka seperti tidak suka dengan wanita itu. Siapa dia sebenarnya?"Ini pasti Alisha kan, ternyata kamu lebih cantik dari perkiraanku. Selamat datang Sayang, tak perlu sungkan. Anggap saja ini seperti rumahmu sendiri!" Kata wanita itu menoleh ke arahku yang masih diam mematung di depan pintu.Akupun hanya bisa mengangguk, kemudian menjabat tangan wanita itu yang disambut dengan sangat antusias sekali. Dia memelukku erat, layaknya seorang ibu menyambut anak gadisnya, yang sudah lama tak bertemu.Perlakuan wanita itu, membuat perasaanku sedikit lebih tenang. Semoga saja ini tidak seburuk yang kubayangkan."Mbok, tunjukkan kamar Alisha. Dia pasti lelah setelah melakukan perjalanan jauh. Setelah ini Mbok juga istirahat saja, biar Surti yang membereskannya!" Kata wanita itu kepada Nenek Halimah."Baik Nyonya. Ayo Non, mari Bibi tunjukkan kamarnya!Aku terkejut mendengar panggilan Nenek Halimah kepada wanita itu. Apalagi sekarang beliau juga memanggilku dengan sebutan Non. Siapa sebenarnya wanita yang dipanggil nyonya tadi?"Sebenarnya ini rumah siapa Nek?" Tanyaku pada Nenek Halimah saat mengantarkanku ke kamar."Sebenarnya, rumah yang di Bandung kemarin itu rumah Bibi, dan yang ini rumah Nyonya Rika. Bibi dan suami bekerja di rumah ini sejak Den Rendi kecil, karena itu kami sudah menganggapnya seperti cucu sendiri. Jadi mulai sekarang, panggil saja saya Bi Imah ya!"Jawaban Bi Imah sukses membuatku melongo, karena kukira Bi Imah adalah nenek kandung Mas Rendi, ternyata bukan."Lalu kenapa pernikahan kemarin diadakan di rumah Bibi, bukan di sini saja?" Tanyaku makin penasaran."Untuk hal itu, nanti biar Nyonya yang menjelaskan ya Non, Bibi takut salah bicara." Jawab Bi Imah lugas.Setelah mengantarkanku sampai kamar, Bi Imah gegas keluar meninggalkanku. Syukurlah di rumah ini aku di beri kamar khusus, jadi tak harus tidur sekamar dengan Mas Rendi.Kuletakkan ransel yang kubawa tadi ke atas kasur dan berniat menata isinya ke dalam lemari. Namun ketika membuka lemari, aku terkejut karena di dalamnya sudah penuh dengan baju-baju muslimah, bahkan sangat lengkap isinya.Milik siapakah baju-baju ini, kalau memang untukku, kenapa Bibi tak mengatakannya tadi?Setelah membersihkan diri dan menunaikan Shala Isya, aku berniat untuk merebahkan tubuh barang sejenak. Sekedar meregangkan otot yang kaku setelah perjalanan sekitar 10 jam berada di atas mobil.Mungkin karena kelelahan, tanpa sadar aku hampir tertidur ketika tiba-tiba terdengar pintu kamarku diketuk. Rupanya Bi Imah yang datang, memanggilku untuk makan malam bersama.Malam itu, kami makan dalam keheningan, sibuk dengan pikiran masing-masing. Mungkin juga memang peraturan di sini, tak boleh bicara ketika sedang makan."Alisha, untuk malam ini kuijinkan kamu tidur di kamarmu sendiri. Mungkin kamu masih lelah, jadi bisa istirahat terlebih dahulu. Besok pagi, baru akan aku jelaskan kenapa kamu diajak kemari." Kata Nyonya pemilik rumah kepadaku setelah makan malam selesai."Iya Nyonya, terima kasih atas pengertiannya." Jawabku patuh."Jangan panggil Nyonya, panggil Oma saja biar lebih akrab. Rendi itu cucuku, karena kamu sudah menikah dengannya, itu artinya kamu menjadi cucuku juga." Kata Oma dengan senyum ramahnya.Aku sangat bersyukur meskipun Mas Rendi masih bersikap dingin dan cuek, namun Oma begitu ramah dalam menerimaku. Setidaknya masih ada orang yang menerima keberadaanku di rumah ini."Sekarang kamu boleh istirahat, ini sudah malam!" Kata Oma lagi yang hanya kujawab dengan anggukan.Sebelum kembali ke kamar, aku berniat untuk membantu Bi Imah membereskan meja, namun Oma melarangnya."Tugasmu bukan di situ Sayang, sudah kamu kembali ke kamar saja! Malam ini Suamimu biar kami yang urus!"Mendengar perkataan Oma yang begitu lembut kepadaku, Mas Rendi terlihat melirik ke arahku. Dapat kudengar dia kembali menghinaku "Dasar gadis aneh!"Tak kuhiraukan lagi perkataannya, aku segera berlalu ke dalam kamar. Lega rasanya setelah pergi dari hadapan pria dingin itu.Setiap kali bertatap muka dengannya, yang ada hanya tatapan mengejek penuh penghinaan. Mungkin baginya aku hanyalah perempuan murahan yang rela menukar jiwa raga demi harta semata.Padahal kalau aku tak dijebak oleh ibu, mana mungkin aku mau menjalani hidup seperti ini. Oh Tuhan, kenapa hidupku serumit ini?Bersambung.....DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHSuara adzan berkumandang, aku segera bangun dan menunaikan kewajibanku. Setelah mandi, aku segera ke dapur untuk melihat Bi Imah, barangkali ada yang bisa dibantu. Sesampainya di sana, kulihat Bi Imah sudah siap dengan nampan berisi segelas susu dan sepiring roti oles. "Mau dibawa kemana itu Bi?" Tanyaku pada Bi Imah yang tampak terkejut melihat kehadiranku. "Ah Non Alisha, bikin kaget saja. Ini mau dibawa ke kamar Den Rendi. Non bisa tolong anterin ini ke kamar Aden? Bibi masih mau nyiapin yang lain dulu." ujar Bi Imah, seraya mengangsurkan nampan tersebut kepadaku. "Boleh Bi, sini biar kuantarkan!"Dengan sedikit ragu, aku mengetuk kamar suamiku. Setelah kudengar sahutan dari dalam, barulah aku masuk dan meletakkan nampan itu di atas meja. Sesampainya di kamar, Mas Rendi terlihat masih bergelung di balik selimut. Ketika melihat kedatanganku, tatapannya mendadak berubah tajam."Siapa yang menyuruhmu ke sini? Pergi!"Mas Rendi berteriak dan melemparka
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH"Sedang apa kalian berkumpul di sini?" tanya Oma berhasil menghentikan obrolan kami."Ini Nyonya, dari tadi Non Zahra nangis terus, tapi setelah digendong sama Non Alisha langsung terdiam, bahkan sampai tertidur." jawab Bi Imah lugas."Oh ya? Syukurlah, artinya bayi itu nyaman sama kamu Alisha. Sepertinya aku memang sudah menemukan pilihan yang tepat untuk mendampingi Rendi dan Zahra. Berhubung Zahra sudah tidur, ayo kamu ikut Oma ke bawah. Ada hal penting yang ingin saya sampaikan!" Kata Oma sembari menatap ke arahku. "Baik Oma," jawabku patuh seraya bangkit dan berjalan mengikutinya."Duduk!" Perintah Oma tegas. Aku sedikit takut mendengar suaranya itu, karena nada suaranya terdengar berbeda dari sebelumnya. Apakah aku telah berbuat kesalahan? Mungkinkah Mas Rendi telah mengadukanku yang tidak-tidak kepada Oma? "Alisha, dengarkan Oma baik-baik!""Iya Oma," jawabku patuh. "Mulai hari ini dan selanjutnya, kamu akan tinggal di sini, karena kamu sudah sa
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHBab 8. Pov RendiMendengar keributan dari dalam kamarku, Oma tergopoh-gopoh memasuki kamar. Raut kepanikan tergambar jelas dari wajahnya. "Ada Apa Ren__ , kenapa pagi-pagi sudah ribut saja?" Tanya Oma setelah melihat kekacauan di kamarku. Sementara gadis itu hanya menunduk diam sambil tangannya sibuk memunguti pecahan gelas yang berserakan di lantai. Aku memang sangat kesal dengannya, siapa suruh mau jadi istriku? "Tanya saja sama dia, Oma!" jawabku acuh."Kamu itu ya Ren, ditanya baik-baik malah jawabnya seperti itu. Awas ya kalau kamu berani menyakiti istrimu!"Oma berjalan ke arah gadis itu, kemudian menuntunnya keluar dari kamarku. Bukannya menghiburku, namun Oma justru meninggalkanku begitu saja, membuatku semkin kesal. Sebenarnya yang jadi cucunya itu aku atau dia sih? Kenapa Oma lebih perhatian sama dia daripada sama aku yang cucunya sendiri? Entah pelet apa yang telah digunakannya, hingga Oma bisa begitu menyayanginya, padahal baru bertemu kemar
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 9. Pov RendiHari ini adalah jadwal terapiku. Seperti biasa gadis itu juga menemaniku bersama Oma yang selalu setia. Ketika hendak keluar dari ruang terapi, aku melihat seorang dokter muda menyapa Alisha dengan ramah. Sepertinya mereka sudah kenal sebelumnya. Entah apa yang mereka bicarakan, namun sepertinya sangat seru karena kulihat Alisha bisa tertawa lepas bersama pria itu. Hal yang belum pernah aku lihat ketika dia sedang bersamaku. Melihat kedekatan mereka, entah mengapa aku merasa tak terima. Bagaimana bisa gadis itu mengabaikan perasaanku sebagai suaminya? Seperti inikah sifat asli dari seorang istri pilihan Oma?Apakah aku cemburu? Ah tapi tidak, mungkin aku hanya tak suka saja melihat istriku dekat dengan pria lain. Ah ya, sejak kapan aku mengakuinya sebagai istri? Bukankah aku sangat membencinya? Tidak, ini tidak boleh terjadi, aku harus menyingkirkannya. "Siapa Dia?" Tanyaku setelah dokter muda itu berlalu dari hadapanku."Oh dia, han
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 10. Pov Alisha"Nyonya, Non Alisha sudah bangun!"Samar-samar kudengar teriakan Bi Imah memanggil Oma. Setelah itu kulihat Oma terengah-engah memasuki kamarku."Kamu sudah sadar Sayang?" Tanya Oma sembari mengelus kepalaku. "Iya Oma, memangnya aku kenapa?" Tanyaku bingung dengan apa yang terjadi. "Kamu baru saja pingsan, tapi kata dokter tak ada masalah serius di kepalamu, jadi kamu tak perlu khawatir." Jawab Oma lagi. Aku baru ingat kalau tadi melihat tangan Mas Rendi berdarah, hal itulah yang membuatku pingsan. Sejak kecil aku memang takut darah, trauma lebih tepatnya. Setiap melihat darah, seakan mengingatkanku tentang kematian ibu. Hari itu, seperti biasa ibu menjemputku di SD tempatku sekolah. Kebetulan kelasku pulang lebih awal sehingga ibu telat menjemput. Melihatku sudah menunggu di seberang jalan, ibu berniat untuk menghampiriku.Mungkin karena terburu-buru, ibu tak melihat kalau ada motor yang sedang melaju kencang. Ibu yang terkejut tak
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH Par 11Dengan berat hati, akhirnya aku menyetujui keinginan ayah. Seketika raut bahagia terpancar jelas dari wajahnya. Rupanya janda beranak satu itu benar-benar telah memikat hati ayahku. Pernikahan sederhanapun digelar untuk meresmikan hubungan keduanya. Setelah pernikahan dilaksanakan, Bu Rosma dan Rista mulai tinggal bersama kami. Rista juga sekolah di sekolah yang sama denganku. Usia kami hanya terpaut dua tahun, karena itu ayah berharap kami bisa menjadi teman. Namun kenyataannya, jangankan berteman, bertegur sapapun jarang. Bahkan ketika di sekolah, dia enggan mengakuiku sebagai saudara tirinya.Merasa sudah ada yang mengurusku, ayah dengan leluasa bisa bekerja ke luar kota hingga berminggu-minggu. Ayahku bekerja sebagai mandor bangunan di sebuah perusahaan terkenal di kota kami. Terbiasa bersama ayah, hidupku terasa semakin berat ketika ayah harus meninggalkanku. Apalagi ibu tiriku sepertinya sangat pandai bermain peran.Ketika ada di depan aya
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 12"Rendi, kenapa kamu malah di situ? Lihat, istrimu sudah siuman!" Kata Oma kepada Mas Rendi yang hanya terdiam sambil melihat ke arahku. Mungkin dia sedang bingung dengan apa yang membuatku pingsan. Sementara luka di tangannya terlihat sudah di balut perban. Semoga saja lukanya tidak parah, karena tadi kulihat darahnya cukup banyak. Perlahan dia mengayuh kursi rodanya untuk mendekatiku. Meski tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya, namun aku merasa bahagia karena dia masih mau peduli kepadaku, setidaknya untuk melihat kondisiku. Setelah semuanya terlihat baik-baik saja, Oma dan Bi Imah keluar dari kamar kami. "Jangan manja, ayo bangun! Aku mau makan nasi goreng, sana bikinin!"Baru saja aku merasa bahagia dengan perhatiannya, sudah terdengar lagi bentakannya. Sebenarnya terbuat dari apa sih hati orang ini? Apa aku yang terlalu kepedean mengharap perhatiannya? Bukankah hal itu wajar saja, aku kan istrinya? Hah, istri? Apa mungkin selama ini dia
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH Part 13Setelah selesai sarapan dan memandikan Mas Rendi, aku berniat untuk mengunjungi kamar Zahra. Sepertinya lebih seru kalau aku bermain bersama bayi itu, daripada pusing menghadapi bayi besarku yang selalu membuat ulah.Sayangnya ketika aku sampai di kamar Zahra, bayi mungil itu tampak tertidur lelap di dalam boxnya. Bibir mungilnya, tampak tersenyum, membuatku semakin gemas dan ingin berlama-lama berada di dekatnya. Berbeda 180 derajat dengan ayahnya yang sangat menyebalkan itu. Baru beberapa menit aku di kamar Zahra, tiba-tiba ponselku bergetar. Rupanya Mas Rendi yang menelepon. Tak ingin mengganggu Zahra, aku segera keluar dari kamar untuk mengangkat telepon dari Mas Rendi. Ada apa lagi ini, pasti mau bikin ulah lagi deh. "Alisha, buatin aku jus mangga. Gulanya sedikit saja dan satu lagi, gak pakai lama!"Tanpa basa-basi dan memberiku kesempatan untuk menjawab, Mas Rendi langsung mematikan ponselnya. Dasar tukang perintah! Baru juga makan roti