Dia tidak menjawab, malah semakin menarikku dengan semua kekuatannya.“Mas, apa-apaan ini?” ucapku setengah berteriak. Namun, dia menarik tubuh dan membekap mulutku. Kemudian menyeretku masuk ke rumah itu.“Lepaaass,” ucapku tidak jelas karena mulut masih dibekap.“Kau bisa menyerahkan tubuh pada siapapun. Aku juga mau mencicipi tubuhmu,” katanya menjijikan. Aku semakin berontak.“Aku sudah habis uang banyak untuk menikahimu kemarin. Karena itu aku mau menikmati tubuhmu sekarang.”Astagfirulloh. Kerasukan setan apa lelaki ini?Dengan sekuat tenaga aku membuka mulut dan menggigit tangan yang membekapku. Mas Agus mengaduh dan melepaskan tangannya dari mulutku. Aku berusaha lari, namun dia mengejar dan menraik tanganku. Setelah itu mengempaskanku hingga kepalaku terantuk ujung meja. Penglihatanku berkunang-kunang.Kembali kurasakan tangan Mas Agus menarikku agar kembali berdiri. Dia menarik tengkuk dan menciumku dengan brutal. Dengan sisa kesadaran aku menendang selangkangannya dengan lu
POV YasminAku diminta membawa barang-barang yang benar-benar diperlukan saja. Semua perabotan aku tinggalkan atas permintaan dr.Radit. Lagian memang repot juga kalau aku bawa perabotan, walaupun sayang rasanya. Semua aku beli dengan jerih payahku selama bekerja.“Nanti saya ganti yang baru dan lebih bagus,” kata dr.Radit yang sepertinya bisa menebak apa yang aku pikirkan. Aku bisa apa kalau sudah begini?Sekeranjang buah dan makanan yang dibawa dr.Radit akhirnya dibawa lagi. Aku menatap sedih pada rumah kontrakan yang selama beberapa tahun ini menjadi saksi perjuanganku mencari nafkah. Namun, kini aku berpindah ke rumah yang seumur-umur pun tidak pernah aku memimpikan akan menginjakan kaki di rumah sebagus ini. Sangat luas dan bersih. Padahal selama ini katanya dr.Radit hanya tinggal sendiri. Kapan dia membersihkan rumah sebesar ini, jika pagi-pagi sudah berangkat dan sore baru pulang.Dr.Radit menempatkanku di kamar yang bersebelahan dengan kamar yang ditempati Bu Wati. Mataku kemba
Untuk mengajukan resign, mau tak mau aku harus menghadap atasan yang tak lain adalah Mas Agus. Tidak ada pilihan lain aku harus memberikan surat pengunduran itu padanya.Saat melihatku, dia bagai singa yang melihat mangsa. Aku berdiri agak gemetar. Bersiap jika dia melakukan sesuatu yang tidak senonoh seperti kemarin.“Akhirnya kamu datang juga padaku, Yasmin. Apa kamu sudah pikirkan masak-masak, kalau aku lelaki paling baik untukmu?” tanyanya jumawa. Dia berdiri dan mendekat. Rasanya aku mendadak mual ingin memuntahkan isi perut.“Aku mau memberikan surat pengunduran diri,” ucapku menutupi rasa takut sekuat tenaga. Kutaruh amplop berisikan surat itu di atas meja. Dia meliriknya sekilas, lalu kembali menatapku.“Masalah kita belum selesai, Yasmin,” katanya mengulurkan tangan dan menggenggam rahangku kuat. Sakit. Namun aku tahan. Aku menatapnya nyalang.“Kau sudah jatuhkan talak padaku. Itu artinya kita tidak ada hubungan apa-apa selain mantan suami istri,” jawabku sinis.“Kau berhuta
POV Dr.RadityaPasien terakhir sebelum istirahat makan siang sudah keluar. Aku melangkah menuju ruangan khusus yang disiapkan untuk setiap dokter saat istirahat. Malas rasanya harus ke kantin khusus pegawai rumah sakit. Aku putuskan meminta office boy untuk membeli makan siang di kafe khusus diet yang berada di seberang rumah sakit.Drrtt. Drrtt.Ponselku bergetar. Ada panggilan masuk. Aku intip layar, ternyata dari Fery. Dia adalah temanku yang sudah mengambil spesialis kandungan.“Iya, Fer?”“Hallo, Bro! pasti lagi makan siang,” sapanya dengan kekehan.“Belum, masih nunggu OB beliin ke bawah,” jawabku. “Tumben nelpon siang-siang. Ada perlu apa, nih?”Fery terdengar mengembus napas panjang sebelum memulai kalimat berikutnya. “Gue tadi pagi ketemu sama pacar elu. Si Vira. Dia datang ke klinik gue. Dia nggak ngenalin gue, karena gue pake masker. Tapi gue inget banget sama dia. Dari namanya juga gue yakin kalau itu dia,” ucap Fery panjang kali lebar.“Singkat aja, ada apa sama Vira?”p
Saat aku pulang, ternyata memang benar, kondisi Yasmin lebih parah dari kemarin. Luka di bibir yang hampir mengering kini menganga lagi. Aku mendekat untuk mengeceknya, tetapi dia seperti berusaha menyembunyikan.“Dia menyakitimu lagi?” tanyaku dengan tatapan lekat. Dia menunduk dan terlihat menelan salivanya berat.“Ayo ikut aku!” Aku menarik lengannya. Dia terbengong untuk sesaat, tetapi aku memaksanya.“Ayo!” ajakku lagi. Dia akhirnya menurut, walaupun dengan wajah kebingungan. Sudah waktunya mengakhiri drama yang mengenaskan ini.Dia kaget saat aku memarkir mobil di kantor polisi. Entah dia naif atau bodoh karena tidak mau melaporkan tindak kejahatan yang dilakukan oleh Mas Agus. Memang benar jika penganiayaan itu masa penahanannya tidak akan lama. Tetapi, setidaknya ada efek jera dan bisa mempercepat proses perceraiannya.Walaupun secara agama mereka sudah bercerai, tetapi di mata hukum mereka masih berstatus suami istri. itu yang akan menyulitkanku untuk melindunginya nanti.“K
POV YasminRasanya seperti mimpi saat berdampingan dengan dr.Radit dan mendengarnya mengucap ijab Kabul atas nama diriku. Melihat teman-temannya mengucapkan selamat juga para pengurus panti yang ikut bahagia dengan pernikahan keduaku.Acara yang menurut dr.Radit sederhana, tetapi sangat meriah menurutku. Tenda-tenda dan dekorasi yang dipasang sangat bagus. Begitu juga makanan yang tersaji, terlihat enak-enak semua. Tidak banyak yang diundang karena acaranya sangat mendadak juga dalam kondisi pandemi seperti ini.“Pantesan nggak nunggu lama, ternyata jandanya secantik ini,” goda salah satu temannya yang datang. Dr.Radit menanggapinya dengan tertawa kecil. Wajahku pasti merah.“Jangan lupa ramuan yang gue kasih, dijamin tahan lama,” bisiknya lagi dengan cengengessan. Aku semakin tersipu. Dr.Radit meninju pelan pundak temannya itu.“Siip. Tenang aja,” katanya membuatku semakin berdebar. Apa benar malam ini kami akan melakukannya? Duh, kenapa hatiku mendadak bertalu kencang.“Makan dul
“Yasmin,” ucapnya. Aku perlahan membuka mata dan membalas tatapannya. Matanya begitu teduh menenangkan. Rasanya aku ingin tenggelam di sana.“I-iya,” jawabku masih gugup. Debaran jantung semakin tak menentu.“Eemh ….” Dia kemudian bangkit dan duduk bersila. Aku pun mengikuti hingga kami berhadapan.“Maaf, kalau saya belum bisa memberikan … nafkah batin sama kamu,” ucapnya dan menelan saliva berat.Deg.Apa karena wanita cantik itu masih belum bisa dia lupakan? Aku bertanya dalam hati, tetapi tak mampu aku ungkapkan.“Ah, tidak apa-apa,” jawabku dengan suara sedikit gemetar. Ingin aku menanyakan alasannya, tetapi malu rasanya.“Kita baru kenal beberapa minggu. Masih butuh waktu bagi kita untuk saling mengenal lebih jauh,” lanjutnya. Aku pun mengangguk pelan.“Apa kamu tidak keberatan?” tanyanya lagi dan membuat aku kembali gelagapan.“Ah, tentu tidak, Pak Dokter,” jawabku sambil mengibaskan tangan.“satu lagi,” katanya. Aku pun kembali mendongak menatapnya.“Bisakah kamu untuk tidak me
POV Yasmin“Siapa lagi?” tanya dr.Radit yang masih fokus menyetir.“Emh, itu … Bu Mae,” jawabku pelan.“Bu Mae ibunya Mas Agus?” katanya melirikku sekilas.“Mas tahu?” Aku menatapnya penasaran.“Ya, tahu. Waktu kecil sampai SMA aku sering bertemu sama Bu Mae. Aku juga tahu masa kecilnya Mas Agus. Dia sering meledek dan menghinaku kalau bermain,” katanya. Bagaimana aku sampai lupa jika mereka satu kampung. Aku hanya memperhatikan dr.Radit bercerita sambil menyetir. Begini saja aku sudah merasa senang, karena dia mau mulai terbuka. Bahagia rasanya karena aku dianggap ada.“Dia anak orang terpandang. Ayahnya pernah jadi kepala desa. Sedangkan aku hanya seorang anak yatim yang dibesarkan oleh seorang ibu yang hanya pembuat kue,” lanjutnya membuatku terenyuh.“Tapi … walaupun begitu, Bu Wati hebat. Dia bisa menjadikan Mas Adit seorang dokter,” timpalku membesarkan hatinya.Dia menyungging senyum. Manis sekali.“Beliau memang seorang wanita yang hebat. Tak peduli cacian orang, dia terus ber