BRAM tersenyum saat melihat Haidar dan Dara terdiam serta saling pandang.
“Baiklah. Aku izin kembali ke kantor dulu. Kalian duduk dulu berdua di sini. Nanti sore kita sama sama kembali ke Banda Aceh. Aku ingin bertemu dengan keluarga Dara juga. Untuk mengurusi beberapa berkas penting yang menjadi wasiat pak Buyung,” ujar Bram tiba-tiba.
“Aku jemput kalian nanti. Kalau mau keliling Bireuen, telepon saja. Aku pasti akan mengantar kalian. Tak hanya sebagai pengacara, aku juga keluarga kalian di sini,” kata Bram.
Ia bangun tanpa menunggu persetujuan dari Haidar dan Dara. Haidar masih berada dalam suasana kaku pasca Bram menceritakan wasiat Buyung.
Sementara Dara sedikit gelisah pasca mengetahui bahwa Haidar kini mengetahui kalau ia adalah wanita yang dijodohkan dengannya sejak kecil. Entah Haidar suka atau tidak dengan dirinya.
“Kalian tidak perlu khawatir dengan makanan dan minuman di Café ini. Semuanya aku yang bayar nanti. Yang perlu kalian lak
BAGI Haidar, Dara adalah sosok lain dari Sefti. Dua dua-nya sama-sama cantik, modis dan memiliki argumentasi yang kuat dalam setiap berbicara. Yang sedikit membedakan, Dara lebih bijak dan dewasa dalam menghadapi masalah. Baru dua hari ia kembali bertemu dengan Dara, namun Haidar tidak lagi merasa canggung dengan wanita itu. Sikap dan gaya bicaranya, membuat siapapun mereka nyaman. Mungkin karakter tersebut terbentuk selama ia aktif di Kementerian Pariwisata. “Satu lagi. Mulai sekarang. Kamu panggil aku Dara saja. Setidaknya aku bisa merasakan lebih muda dan sesuai untuk menjadi pendampingmu kelak,” ujar Dara sambil mendekati kepala Haidar dan memamerkan gigi putihnya. Dara setengah bercanda. Ia tak ingin Haidar terbebani dalam pembicaraan serius. Toh, masih ada dua tahun lagi ‘kemungkinan’ mereka menikah. Maka, masing-masing perlu penyesuaian diri. Sedangkan Haidar hampir terkesima dengan pesona Dara. Ia masih belum habis pikir, jika gadis it
BAU mawar semerbak. Ia seolah berada di kebun bunga. Bau khas yang selama ini cukup akrab dengan seseorang. Haidar mencoba mengamati sekeliling. Namun sosok yang dicari luput dari pandangannya. Hanya ada beberapa muslimah yang berada di barisan antrian terakhir. Haidar kemudian berlari kecil ke barisan belakang guna memastikan instingnya benar adanya. Namun beberapa muslimah tersebut justru keheranan melihat tingkahnya yang tak biasa. Mereka bukanlah sosok yang dicari oleh Haidar. Padahal, sebelumnya, ia cukup yakin jika sosok pemilik bau mawar yang dikenalnya selama ini sedang berada di sekitar bandara. Atau minimal dalam jarak yang cukup dekat. “Maaf saya pikir ada kawan saya di barisan ini,” ujarnya kepada wanita tadi. Mereka mengangguk dan tersenyum. Demikian juga dengan para bule lainnya yang sedang antri di sana untuk pulang kampung. Haidar tertunduk lesu. Entah kenapa, ia sangat berharap jika gadis ‘bau mawar’ berada di sana dan
JANTUNG Haidar berdetak kencang. Ia benar-benar tak pernah membayangkan jika keinginannya untuk berangkat program Magister ke Australia akhirnya terwujud. Ia kini berada dalam pesawat untuk berangkat ke negeri kanguru itu. Seumur hidup, ia baru dua kali naik pesawat. Seminggu lalu, ia berangkat dari Banda Aceh ke Jakarta. Dan kini, ia kembali menaiki pesawat untuk terbang ke Australia yang menjadi tempatnya menuntut ilmu untuk dua tahun kedepan. Haidar berdiri kaku di pintu pesawat. Dua pramugari tanpa jilbab tersenyum ke arahnya. “Silahkan pak ke depan. Saya bantu antar ke kursi yang tertera di tiket,” ujar salah seorang pramugari yang bernama Fecilia. Nama itu tercantum di dadanya. Haidar tersenyum dan mengangguk. Sang pramugari cantik itu juga membantunya memasukan koper serta tas. Ia mendapatkan kursi di pertengahan bagian kiri. Untuk set kiri dan kanannya masing kosong. Haidar merebahkan diri di kursi tadi. Ia mencoba membaca beberapa maj
Haidar menarik nafas panjang. Ia menduga bahwa Sefti kini memandangnya sebagai lelaki yang ingkar janji. Lelaki yang tak memiliki komitmen. Bahkan posisinya turut menjadi bahan gosip. Buktinya, Bela, sang wanita muslimah yang baru diperkenalkan oleh Sefti, turut mengetahui soal apa yang pernah terjadi antara dirinya dengan wanita asal Ngawi itu. Ada banyak hal yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. Ia dan Sefti mungkin memiliki persepsi yang berbeda terkait alur kejadian yang menimpa mereka. Namun Haidar ingin menceritakan semuanya sehingga tak ada lagi miskomunikasi yang terjadi. “Begini. Aku tahu ini pertemuan pertama kita setelah hari wisudamu. Harusnya, hari ini pembahasan santai. Kita sudah lama tidak ketemu. Aku juga baru berkenalan dengan Bela.Tapi banyak hal yang perlu diluruskan,” ujar Haidar tiba-tiba. Sefti justru tersenyum senang. Ia mengangguk dengan cepat. Bela turut menjadi pendengar yang baik. Sefti telah berulangkali men
“Aku tidak tahu,” ujar Haidar dengan nada pelan. “Saat kamu pulang ke Ngawi. Aku bertemu dengan Dara, anak ayah angkatku di masa lalu. Aku baru tahu kalau kami dijodohkan sejak kecil,” kata Haidar lagi. Sefti tertunduk lesu. Ia sebenarnya sudah mengetahui hal tersebut dari Insani. Namun Sefti tetap berharap masih memiliki celah untuk dekat dengan Haidar dan bisa mengubah takdir mereka berdua. “Kami belum menikah. Dara juga memberiku kebebasan hingga dua tahun ke depan untuk menentukan pilihan. Namun justru hal ini yang membuatku sulit untuk menyakitinya,” ujar Haidar kemudian. Haidar menarik nafas panjang. Ada banyak hal yang membuat dirinya serba salah. Sedikit kesalahan yang dilakukannya justru akan mengakibatkan kedua wanita itu. Maka ia ingin berbicara apa adanya. “Aku tak tahu takdir seperti apa yang menantiku kedepan. Tapi jika mau jujur, aku menghargai setiap waktu yang kita lalui di masa lalu. Namun untuk saat ini, aku juga tak ingin m
DARI Bandara, Haidar langsung menuju University Of Sydney untuk mengurus kelengkapan akademik di civitas setempat.Haidar juga menemui manajemen yang mengurus sewa apartemen yang ia pesan melalui aplikasi online. Biayanya juga sudah ditransfer oleh Dara sebelum ia berangkat kemarin. Haidar hanya perlu datang untuk memperkenalkan diri dan mengambil kunci dari jajaran setempat.Apartemen yang akan ditempati oleh Haidar ini hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari University Of Sydney. Memiliki ruang tidur, kamar mandi serta fasilitas lainnya, seperti jaringan wifi serta fasilitas telepon.Harga sewanya cukup mahal. Namun karena Haidar memiliki keuangan yang cukup dari hasil ‘warisan’ ayah angkatnya, maka persoalan tadi tak lagi jadi masalah baginya.Haidar mengirim mail ke Dara untuk memberitahu bahwa ia telah tiba di Sidney. Namun hingga sejam ia menunggu, tak ada balasan dari wanita cantik itu di Jakarta.“Mungkin ia masih kerja at
5 Tahun Kemudian... Gadis ini seperti ancaman. Hampir semua membicarakan tentangnya, anak-anak perempuan dan guru-guru yang serba salah karenanya. Pertama kali melihatnya, aku sudah menduga ia akan mengacaukanku. Ketika dia membolos atau merundung aku akan bertemu dengannya di ruang konseling dan semua perhatianku menjadi miliknya. Caranya menatap sangat mengintimidasi –entah, padahal dia hanya gadis berusia tujuh belas tahun yang pasti akan gentar kalau aku mengancam akan memanggil ibunya kalau dia terus berulah. Tapi, aku tak pernah berani melakukan itu padanya –tidak juga guru konseling sebelum aku. “Jadi, katakan apa alasan kamu mem-bully Magisa?” “Dia ngambil foto aku tanpa izin,” jawabnya acuh dan justru lebih galak dari aku yang harusnya marah karena dia baru saja dilaporkan membuat seorang siswa perempuan tidak mau ke sekolah karena Saira mengolok-oloknya bersama beberapa anak nakal lain. “Siapa yang tahu dia mau pakai foto itu buat apa.” “Kit
Tidak ada yang bisa kuberikan untuk seorang gadis broken home seperti dirinya. Aku sudah merencanakan masa depanku jauh sebelum dia karena aku benci kegagalan. Kupikir karena terlalu serius dengan apa yang belum terjadi lah yang membuatku kehilangan masa-masa berharga di usia belasan yang kuhabiskan untuk hal-hal membosankan. Lalu ketika sudah terlalu terlambat, aku jatuh cinta layaknya remaja pada seorang remaja. Meskipun itu juga bukan perasaan sepihak, dengan Saira, aku tahu itu adalah kesalahan. Aku memang tidak bisa menyembunyikan betapa seringkali aku berharap dia bukan seorang gadis SMA berseragam ketika dia mendekat Tapi, sebenarnya yang menjadi masalah kemudian bukanlah hubunganku dengannya. Satu sekolah dihebohkan dengan berita tentang Saira. Entah siapa pelakunya, foto-foto Saira tengah bersama pria dewasa berserakan di depan gerbang sekolah. Itu menjawab kegelisahannya tentang a