Satria merasa sangat menderita dengan kekuatannya yang menghilang. Ia bahkan sangat malu pada istrinya karena hal memalukan ini.
"Bang, sudah, jangan dipikirkan, apa Abang mau ke dokter? Kita periksa ke dokter, gimana?" tanya Salsa sambil menyandarkan kepalanya di lengan suaminya. Satria hanya bisa mendesah penuh penderitaan.
"Ayo, kita ke dokter, konsultasi, siapatahu dokter ada solusi untuk kita," bujuk Salsa lagi dengan lemah lembut.
"Melamun seperti ini tidak akan memberikan solusi. Kalau Abang sayang sama Salsa, berarti Abang harus ikut saran Salsa." Kali ini suara istrinya terdengar serius.
"Ya sudah, ayo, kita ke dokter." Salsa tersenyum senang, lalu melayangkan satu ciuman di pipi kekasih halalnya.
Keduanya berangkat ke rumah sakit dengan menaiki motor besar Salsa yang memang berada di lobi parkir hotel.
"Ya ampun, motor ini berat banget, Sa. Kamu kuat sekali bisa wara-wiri dengan kendaraan seperti ini,"
Salsa berhasil mengeluarkan biji durian yang tersangkut di tenggorokan Satria, walau dengan penuh perjuangan. Segelas teh hangat ia buatkan dengan penuh cinta kasih untuk suami tercinta, agar rasa pedih di tenggorokannya hilang."Abang tahu gak, kalau yang Abang lakukan tadi berisiko membuat saya menjadi janda untuk kedua kalinya?" Salsa menatap suaminya dengan wajah iba. Satria membuang pandangannya, tak sanggup untuk membalas tatapan Salsa. Ia sangat malu dengan kekuatan serta perbuatannya yang konyol."Jangan diulangi ya, Bang. Cukup Abang berolah raga rutin dan jangan stres. Tiket yang waktu itu saya berikan sebagai kado ulang tahun Abang dan Mbak Haya sudah diberikan Ibu pada saya. Karen jangka waktu berlakunya untuk satu tahun, maka kita bisa menggunakannya untuk kita berbulan madu.Salsa tahu Abang pasti stres berat. Ingin memberikan yang terbaik untuk Salsa, malah keadaan sebaliknya yang terjadi. Jadi, besok sore kita berangkat ya? Sekarang S
Bep! Bep!Suara dering ponsel membuat konsentrasi Satria terpecah. Ia mencoba abaikan, tetapi dering itu tak juga berhenti hingga memekakkan telinga."Angkat dulu saja, Bang," kata Salsa pada suaminya."Ya udah deh!" Satria turun dari tubuh Salsa, lalu tangannya memanjang untuk meraih ponsel."Ibu Suri," kata Satria pada Salsa."Halo, assalamualaikum, Bu, ada apa telepon?""Eh, songong lu! Emangnya gue gak boleh telepon? Lu ada di sana juga kalau bukan gue ngeden banget, gak bakalan lu keluar, Satria. Jadi yang sopan sama orang tua."Ha ha ha ha ... Salsa tertawa mendengar ocehan ibu mertua pada suaminya. Ia bisa mendengarnya dengan jelas karena Satria menyalakan loudspeaker."Iya, Bu, maksudnya ada apa? Apa Ibu sakit?""Bukan gue yang sakit, tapi Bagus lu! Gimana dia kabarnya? Udah mendingan belum?""Ini baru mau dijajal lagi, Bu.""Oh, berarti udah lu obatin?""Udah, Bu.""Begini, kata
Gyta, istri pertama meminta cerai karena tak sanggup harus mandi sebanyak tujuh kali dalam sehari. Pernikahannya dengan Satria pun hanya bertahan tiga bulan.Kholifah, istri kedua; Dewi istri ketiga, menggugat cerai karena mengalami nyeri sendi sejak menikah dengan Satria. Pernikahan lelaki itu dengan Kholifah dan Dewi hanya bertahan dua bulan.Sebulan kemudian, Satria menikah dengan Robiah; kembang desa di kampungnya. Gadis itu pun mengangkat bendera putih sebagai bentuk ketidaksanggupan, karena Robiah tidak tahan harus masuk angin setiap hari karena terlalu sering mandi.Dua bulan berselang, Satria kembali dijodohkan oleh ibunya dengan Mira dan Ika; kakak beradik sepupuan dari keluarga kurang mampu yang dinikahkan sekaligus oleh Satria. Ibunya berharap, jodohnya kali ini langgeng karena ada dua wanita sehingga bisa bergantian.Namun sungguh sayang, pernikahan hanya bertahan satu bulan. Karena Mira dan Ika adalah kakak beradik yang memiliki sakit a
"Sat, ngapain lu ngeliatin pohon rambutan daritadi?" tegur Bu Maesaroh pada putranya. Wanita berusia lima puluh dua tahun itu duduk di kursi plastik, tepat di samping Satria."Bu, apa karena saya pernah jatuh dari pohon rambutan saat kecil, sehingga anu saya kuat? Soalnya saya gak merasa sakit sama sekali." Bu Maesaroh tergelak."Maksudnya, anu lu yang jadi tatakan badan lu? Makanya dia kuat?" tanya Bu Mae lagi sambil tertawa. Satria mengangguk dengan lemah."Sat, Sat, percuma anu lu kuat, kalau otak lu melehoy. Mana ada yang seperti itu. Emang sudah takdir lu, jadi Gladiator dan tidak tertandingi," ujar Bu Maesaroh dengan penuh rasa bangga. Satria hanya bisa menghela napas berat, lalu kembali memandangi pohon rambutan yang memang belum berbuah."Tapi saya jadinya gak punya istri, Bu, saya butuh istri.""Makanya, lu cari istri jangan yang gampang masuk angin dan punya penyakit asma, apalagi saraf kejepit. Susah, Sat. Coba cari wanita yang kua
Satria dan Ramlan sudah duduk di kursi sebuah restoran baso yang cukup terkenal di kawasan perbatasan antara Bekasi dan Jakarta. Masing-masing sudah menghabiskan dua gelas es teh manis karena kehausan sepanjang perjalanan.Gadis yang bernama Salsa belum juga datang. Perut Ramlan sudah keroncongan, begitu juga Satria."Coba lu telepon, Ram, udah di mana teman lu itu?" tanya Satria sambil melirik jam tangan barunya. Jam tangan yang memang ia pakai pada saat-saat tertentu seperti ini, guna menarik perhatian lawan jenis."Dia itu, teman dari teman sepupu ipar saya, Bos. Jadi bukan teman saya.""Ya sama aja Ramlan! Kan lu yang mau ngenalin ke gue. Masa iya gue nanya sama temennya temen sepupu ipar lu?" Satria mulai merasa taringnya sebentar lagi akan keluar. Ramlan terbahak, sambil mengeluarkan ponselnya."Yah, pantesan daritadi gak nyambung, Bos. Saya baru ingat, saya gak ada pulsa," kata Ramlan sambil menyeringai lebar. Satria memutar bole
"Jadi, umur Abang berapa?" tanya Salsa pada Satria sambil mengunyah tempe mendoan pesanannya."Dua puluh sembilan tahun, Mbak.""Oh, saya dua puluh lima. Apa pekerjaan Abang?" tanya Salsa lagi."Saya usaha kecil-kecilan," jawab Satria masih dengan jantung yang berdetak kocar-kacir."Sekecil apa?""Dua ruko bengkel motor dan sepuluh pintu kontrakan," jawab Satria jujur. Salsa nampak tersenyum sambil mengangguk paham."Abang gak mau tahu pekerjaan saya apa?" tantang Salsa kali ini sambil mengorek sedikit dalam hidungnya. Satria dan Ramlan menahan napas melihat adegan tidak tahu malu di depan mereka.Bahu Satria langsung melemah, saat melihat Salsa mengorek hidungnya seperti menggali kuburan. Begitu antusias dan nampak dalam. Antara jijik dan juga enneg. Apa Salsa memang jorok? Ataukah hanya ingin mengetesnya saja?"Maaf, Bang. Ada yang kering di depan lobang sini, jadi saya gak betah," ujar Salsa saat melihat ek
Khusus dewasa ya.Part agak panas. Siapin kipas.“BangKu lagi apa?”Kening Satria berkerut saat baru saja akan tidur, ada nomor asing yang mengirimkannya pesan. Tidak mungkin dari mantan-mantan istrinya, karena mereka pasti mengirimkan pesan dengan kata-kata penuh hormat. Walaupun mereka sudah tidak sakit lagi, tetap saja mereka menghormati dirinya. Satu-satunya wanita yang memanggilnya BangKu adalah Salsa.“Ini Salsa ya?”Send“Miyabi, Bang.”Huk! Huk! Huk!Satria terbatuk-batuk. Ia kaget bukan kepalang, karena mendapat pesan dari Miyabi. Cepat Satria menekan profile picture si pengirim pesan WA. Benar saja, bukan wajah Salsa, melainkan gambar pakaian dalam yang seksi. Tidak salah lagi, ini pasti benar Miyabi.Dengan jari yang gemetar dan tubuh mendadak panas, Satria membuka aplikasi google translate. Ia yakin, Salsalah yang memberikan nomornya pada model p
Pukul enam pagi, rumah Satria sudah dipenuhi oleh para tetangga dari kampung mereka dan juga kampung sebelah untuk melihat calon istri Satria yang baru. Mereka sangat penasaran bagaimana rupa dari artis panas yang bernama Miyabi. Walau rata-rata orang kampung yang tidak terlalu paham dengan kehidupan ibu kota, tetapi untuk satu nama itu mereka sangat hapal."Keren ya, Bang Satria bisa dapat Miyabi. Cantik loh orangnya, badannya juga mulus banget. Saya punya kasetnya. Bukan kaset saya sih, kaset suami saya," ujar seorang ibu pada tetangganya yang ikut mengintip dari jendela rumah Bu Maesaroh."Kaset apa sih?" tanya ibu yang memakai daster ungu."Emangnya kaset apa, Mpok? Mak pinjam nanti ya?" sambung Mak Piah yang ternyata juga udah ada di sana."Ha ha ha ... Mak, jangan pakai ikut-ikutan. Rajin aja baca Yasin, kalau udah dekat waktunya gini, mah.""Ha ha ha ..." suasana menjadi semakin riuh saat satu dua orang saling bercanda menimpali."Kas