Kabar perselingkuhan antara Nicholas dan Alissa pun langsung beredar luas seiiring kabar Wati yang dinyatakan mencuri di perusahaan Alexa. Antara Virgo dan Nicholas pun tidak ada negosiasi untuk saling menutup berita yang terjadi di masing-masing keluarga. Bagi Nicholas namanya sudah cemar dan banyak orang yang tahu tentang hubungannya dengan Alissa. Ya walaupun tudingan mereka tentang perselingkuhan itu tidaklah benar karena Alissa memang bukanlah wanita gampangan. "Apa tanggapan Tuan Nicholas terhadap kabar yang beredar?" Seorang wartawan mendekati Nicholas saat pria itu hendak masuk ke dalam mobil. Akhirnya Nicholas urung masuk dan balik badan. "Apa orang akan percaya kalau saya melakukan klarifikasi?" Tatapan Nicholas tampak datar dan matanya terlihat memerah. "Bisa iya bisa tidak, tetapi sebaiknya anda bantah tuduhan itu kalau memang beritanya tidak benar. Apa Anda ingin melakukannya?" Nicholas terdiam sejenak, ia tahu para wartawan tidak seutuhnya bersimpati pada diriny
"Tapi Ma-" "Sudah tidak perlu tapi-tapian Nik! Andai selama ini kamu nurut sama Mama ini semua tidak akan terjadi." "Baik Ma, Niko ke kamar dulu, mau istirahat, capek." Tanpa menunggu jawaban Melati Nicholas langsung masuk ke dalam kamarnya. Melati sama sekali tidak mencegah, wanita itu hanya menghela nafas berat lalu menghempaskan kembali tubuhnya pada sofa. "Kemana Papa, mengapa belum pulang juga?" Setelah sampai di kamar, Nicholas langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur tak peduli tubuhnya yang sudah sangat lengket dengan keringat. Yang ia rasakan kini hanya lelah, seolah tubuhnya baru selesai maraton kiloan meter. "Bagaimana keadaan Alissa? Dia pasti syok sekarang. Argh! Mengapa ini sampai terjadi?" Nicholas mengacak rambut lalu meraup wajahnya dengan kasar. Ia merasa dirinya sangat bersalah dengan Alissa. Di tempat lain, setelah pulang ke rumah, Alissa menangis sesenggukan dalam waktu yang cukup lama. Dia sangat menyayangkan dengan apa yang terjadi di kantornya oleh
"Sebentar, saya cari informasi dulu." "Cepatlah jangan sampai aku terlambat!" Nicholas meraih kunci mobil lalu berlari keluar kamar. "Kamu mau kemana Nik? Jangan bilang kamu mau menemui Alissa lagi. Kalau sampai itu terjadi mama tidak akan pernah memaafkanmu lagi." Melati berdiri dari duduknya lalu berjalan ke arah Nicholas. Untuk sesaat Nicholas terdiam memandangi wajah mamanya, namun kemudian, ingatannya kembali pada Alissa. Dia tidak ingin kehilangan jejak Alissa, terlebih bayi di dalam kandungan wanita itu bisa saja merupakan benihnya. "Nicholas pergi dulu Ma, ada sesuatu yang genting." Tanpa mau mendengarkan tanggapan dari mamanya Nicholas kembali berlari menuju mobil. Saat pria itu baru duduk di depan kemudi ponselnya berdering. Ternyata dari anak buahnya tadi yang memberitahukan bahwa Alissa sudah berada di terminal dan hendak masuk ke dalam bus. "Tahan dia, jangan sampai pergi sebelum aku datang!" Nicholas langsung tancap gas. Tak peduli banyak orang di jalanan yang m
Nicholas menatap wajah Alissa dan perut wanita itu secara bergantian. pria itu terlihat menarik nafas panjang dan dalam sebelum akhirnya mengambil keputusan. "Tidak masalah, jika aku mengingat hal itu, aku akan mengingat bahwa anak itu adalah anak dari wanita yang paling aku cintai." "Tuan tolong hentikan cinta Tuan itu, rasa itu tidak pada tempatnya. Lihat sekeliling Tuan banyak wanita yang mengincar Tuan tapi karena Tuan terlalu fokus padaku Tuan tidak bisa melihat harapan di mata mereka." "Sudah kucoba tapi aku tidak bisa." "Tapi Tuan, saya tidak pantas untuk Tuan." "Hanya aku yang bisa menilai siapa yang pantas dan tidak pantas." Nicholas menggenggam tangan Alissa. "Tolong berikan aku kesempatan untuk hidup bersamamu." Alissa memejamkan mata, dadanya terasa begitu terhimpit. Saat itu wajah Melati terbayang di pelupuk. Suaranya yang seakan menusuk di telinga menambah sesak dalam dada hingga wanita itu hampir tidak bisa bernafas. "Tidak aku tidak mungkin bersamamu Tuan,"
"Mas, kau kembali?" tanya Alissa saat samar-samar matanya menangkap sosok pria dengan langkah terhuyung mendekat ke arahnya. Bau alkohol menguar dan tercium begitu tajam. Dalam gelapnya kamar mereka, Alissa merasa bahwa suaminya habis minum-minum dan mabuk. "Kau mabuk lagi!" Alissa mendesah kasar dan turun dari ranjang. Saat ia menyentuh tubuh pria itu, pria tersebut langsung menggendong tubuh Alissa dan membawanya ke atas ranjang. "Mas–" Alissa ingin memberontak, karena melihat keadaan sang suami yang tengah mabuk, tentu saja Alissa tidak ingin melakukan hal itu ketika suaminya tidak sadar. Suaminya bahkan tidak berbicara sepatah kata pun, ia langsung membungkam mulut Alissa dengan bibirnya hingga Alissa tidak dapat bicara lagi. Alissa mencoba mendorong sedikit tubuh suaminya karena ia kehabisan pasokan oksigen. Namun, sepertinya sang suami sudah tidak sabar. Dengan gerakan cepat kembali meraih bibir Alissa. Alissa yang sudah terbuai ikut saja permainannya tanpa penolakan lagi.
"Siapa yang tidak mengenalmu, mahasiswi primadona di kampus Arga Nusantara." "Hanya itu?" Alissa tersenyum miris. "Cewek yang sok jual mahal, nyatanya–" "Cukup Tuan! Anda tidak boleh merendahkanku hanya karena kejadian semalam. Anda keterlaluan!" Dada Alissa bergumuruh, air matanya hampir lolos. Ia berbalik, berlari keluar ruangan menuju pintu lift. Di dalam lift yang sepi tangisnya tumpah. Setelah pintu lift terbuka Ia bahkan berjalan pelan menuju ruangannya tanpa tenaga. "Kau tidak apa-apa?" tanya Silvi, teman satu devisi dengannya. Alissa menyeka air mata yang menetes di pipi. Baginya ucapan Nicholas sangatlah kurang ajar. Setelah seenaknya masuk kamar semalam dan menyentuh tanpa izin, hari ini pria itu menawarkan dirinya untuk menjadi wanita simpanannya. Alissa merasa Nicholas telah benar-benar menganggap dirinya wanita murahan. "Alissa mengangguk. Pipinya yang putih mulus kini memerah, pun dengan hidungnya. Dia hanya menjawab pertanyaan Silvi dengan anggukan. Tangannya beg
"Baik, saya setuju, Tuan." Walaupun terasa berat Alissa harus mengambil keputusan. Uang 50 juta tidaklah mudah untuk didapatkan dalam kurun waktu 1 hari, apalagi ditambah 10 juta. Sungguh Alissa memikirkan saja tidak sanggup. Tak mungkin ada teman ataupun kerabat yang bisa dimintai pinjaman dalam kurun waktu singkat dengan jumlah yang banyak. "Hmm." Nicholas menarik laci lalu mengeluarkan cek dari dalamnya. Setelah menulis angka sepuluh juta dan menandatangani, ia menggerakkan tangannya agar Alissa mendekat. "Terima kasih Tuan, boleh saya pamit pergi sebentar?" Nicholas menatap tajam mata Alissa membuat hati Alissa mendadak tidak nyaman. Hanya melihat tatapannya saja Alissa merasa takut. Ternyata Nicholas tidak seperti yang ia bayangkan dulu."Jangan kau kira aku menganggapmu spesial sehingga harus menuruti setiap permintaanmu!" "Kali ini saja Tuan, saya mohon!" Alissa menangkupkan kedua tangan di depan dada, wajahnya pucat dan ekspresinya terlihat sendu. Wanita itu menunduk. "
"Saya tidak dari mana-mana Bu! Saya memang baru pulang dari kantor." Alissa mencoba menjelaskan. Sayangnya mertua perempuannya menggeleng tidak percaya. "Saya jujur Bu, tolong beri saya jalan. Saya ingin beristirahat di kamar, saya lelah sekali." Pekerjaan Misya selama seminggu ini harus dikerjakan dalam satu hari oleh Alissa sebab selama ini Nicholas belum menemukan sekretaris pengganti yang cocok. "Ya ampun, nih orang seenaknya sendiri ya, pulang-pulang langsung mau tidur. Hei kau sadar tidak? Kau ada suami yang harus diurus! Seenaknya sendiri bersikap. Pantas saja Tuhan menakdirkan kamu mandul. Urus suami aja nggak becus apalagi urus anak." Dada Alissa terasa sesak meskipun cap mandul sudah melekat dari dulu dan langsung diberikan oleh mertuanya. "Bu, tolong jangan bahas itu saya benar-benar lelah." "Sudahlah Bu, biarkan dia masuk, sepertinya dia memang terlihat lelah." Virgo bicara disela-sela makan mie instan. Dia terlihat begitu lahap. "Kau ini, nggak bisa mendidik istri.