Riani pulang ke apartemennya dengan menggunakan taksi online. Riani yang perfeksionis langsung membereskan apartemen Kenzo yang sedikit berantakan. Seolah tidak ada raut lelah di wajahnya. Gadis itu juga berinisiatif memasak untuk dirinya dan Kenzo. Ia yakin sepulang nanti Kenzo akan kelaparan. Berbalik dengan Riani, Kenzo yang saat ini tengah berada di dalam pesawat dengan Shakilla terlihat sangat resah. Sebelum Kenzo masuk ke dalam pesawat, ia memang menelfon Riani dan mengirimkan banyak pesan. Akan tetapi, gadis itu tidak membalas maupun mengangkat telfon darinya. Kenzo amat khawatir. Apa Riani sekarang sudah sampai di apartemen? Apa penerbangan gadis itu menyenangkan? Sedang apa dia sekarang? Kenzo pun tidak bisa memerintahkan orang-orangnya untuk memberi kabar tentang Riani karena ponselnya sedang berada dalam mode pesawat. Kenzo seolah ingin segera sampai di apartemen dan melihat sendiri Riani ada di sana dengan mata kepalanya."Kamu mikirin apa, Yang?" Shakilla yang tengah mem
Kenzo tengah mengemudikan mobilnya menuju apartemen. Pria itu menatap tajam jalanan yang sudah mulai lengang karena malam sudah semakin larut. Kenzo mencengkram kemudi mobilnya, menandakan ada hal yang membuatnya tidak senang. Pria itu kemudian menepi ke pinggir jalan yang ia rasa aman untuk mengangkat panggilan dari seseorang. Kenzo langsung menggeser ikon hijau ketika melihat orang suruhannya menelfon."Bagaimana? Apa sudah ketemu?" Kenzo bertanya dengan dingin."Belum, Tuan," orang di sebrang sana menyahut dengan takut."Lalu, kenapa kamu menelfonku? Dasar bodoh!" Sungut Kenzo dengan kesal."Sepertinya Pak Andi dibawa ke pemukiman yang tidak terjangkau oleh kita," orang kepercayaan Kenzo menjawab dengan takut."Lalu? Mengapa tidak kau jangkau tempat persembunyian ibu dan anak itu? Jangkau tempat di mana dia di sembunyikan!!" Kenzo menaikan suaranya beberapa oktaf."Baik, Tuan.""Dengar! Jika dia tidak ditemukan. Kau dan anak buahmu yang akan berada dalam masalah!" Ancam Kenzo denga
Flashback....Tuti dan Gita datang ke rumah sakit tempat Andi di rawat. Mereka kecewa tatkala frontliner rumah sakit mengatakan jika Andi sudah pulang ke rumah. "Tolong apa anda tahu di mana suami saya berada? Kami adalah istri dan anaknya. Kami ingin bertemu dengan Pak Andi," Tuti menatap frontliner berjilbab biru muda itu dengan penuh harap."Mohon maaf, Ibu. Data pasien adalah rahasia rumah sakit. Kami tidak bisa memberi tahu di mana alamat pasien. Jika ibu dan adik adalah keluarganya, lantas mengapa kalian tidak tahu di mana yang bersangkutan tinggal?" Selidik Frontliner berwajah cantik itu."Nah itu masalahnya, ayahku dibawa oleh seseorang yang mengaku keluarganya. Padahal beliau sama sekali tidak memiliki keluarga lagi. Justru kami yang harus mempertanyakan kredibilitas rumah sakit ini, mengapa pasien bisa dibawa pulang oleh orang lain?" Gita yang sedari tadi berdiri di belakang Tuti maju beberapa langkah hingga kini ia berhadapan dengan frontliner itu."Semua yang mengambil pa
Rio kini telah dalam tahap penjajakan dengan seorang gadis cantik dan kaya raya yang dikenalkan oleh ayahnya. Ayahnya berkata jika gadis itu adalah pewaris dari perusahaan yang ada di ibu kota. Saat ini Rio dan gadis yang bernama Naya itu tengah makan malam di sebuah restoran fancy."Kamu manis ya?" Naya tersenyum saat ia menilik wajah Rio yang tampak dingin malam ini. Entah mengapa pria itu sangat tidak antusias dengan perkenalan mereka. Hatinya seakan tertinggal di Bali.Rio pikir ia akan segera melupakan Riani. Rio mengira jika perasaannya hanya rasa suka palsu belaka. Setelah mengetahui Riani adalah seorang asisten rumah tangga, dirinya pikir akan melupakan Riani dengan cepat. Baginya tak level sekali sang pewaris perusahaan seperti dirinya berkencan dengan gadis yang hanya seorang asisten rumah tangga. Tapi Rio salah. Riani seolah terus menari-nari di kepalanya dan mengusik hatinya yang paling dalam. Rio terus mengingat Riani. Pria itu tidak pernah seperti ini sebelumnya. Rio men
Andi meringkuk di atas kasur usang yang ada di kontrakan istri dan anaknya. Andi memang dibawa ke kontrakan Tuti. Akan tetapi, karena takut di cari oleh Kenzo, mereka pun berpindah kontrakan dan menyewa kontrakan yang memiliki dua kamar. Uang kontrakan baru itu didapatkan karena Gita mendaftar aplikasi pinjaman online. Andi berguling ke sana ke mari. Ia terus mendengar suara orang-orang memanggil namanya. Andi mengambil bantal dan menutupi telinganya dengan harapan suara-suara itu menghilany. Andi memang menderita skizofrenia. Ia sering mendengar suara-suara yang menurutnya seperti sebuah bisikan. Akan tetapi, suara-suara itu akan menghilang jika Andi rutin meminum obat. "Bangun kamu!" Tuti membuka pintu dengan kasar dan menatap suaminya dengan nyalang. Ia terlihat membawa semangkuk nasi dan juga obat yang harus Andi minum hari ini."Ri, Riani?" Andi berharap putri sulungnya yang datang."Engga ada si Riani. Nih makan!" Tuti menyimpan nasi yang hanya di lumuri kecap itu di atas kasu
Riani mencoba menelfon nomor ayahnya, tapi nomornya tidak aktif. Hal itu membuat Riani resah. Apalagi dirinya belum sama sekali melihat ayahnya yang telah diberi rumah baru oleh Kenzo. Kenzo menatap Riani dengan cemas. Entah mengapa ia belum rela jika Riani harus pergi saat ini juga. Padahal sudah ada Shakilla di sisinya seperti yang Kenzo idam-idamkan beberapa tahun ini. "Kenzo, aku ingin bertemu Bapak," Riani langsung berdiri dari duduknya. Ia memegang tangan Kenzo dengan penuh harap pria itu dapat mengantarkannya pada Andi. "Aku sedang ada urusan di kantor. Dua hari lagi aku akan mengantarkanmu ke sana," Kenzo berjanji walau ia sendiri tidak tahu pasti kapan Andi akan ditemukan. "Dua hari lagi? Mengapa sangat lama?" Riani mencebikan bibirnya. "Aku harus bekerja agar bisa menggajimu," jawab Kenzo seraya berlalu dari hadapan Riani. "Tapi kamu janji ya bawa aku ke sana dua hari lagi?" Riani mengejar Kenzo yang berjalan ke arah dapur. "Iya. Aku janji," Kenzo mengambil gel
Seorang gadis menyeka keringat yang membasahi rambut sepinggangnya. Ia terus mengayuh sepeda untuk sampai di tempat kerjanya yang berada di pusat kota. Ia adalah Riani Mutia Azzahra, seorang karyawan pabrik biasa yang bekerja di sebuah perusahaan manufaktur tekstil terkenal. Riani cukup beruntung bisa bekerja di pabrik terbesar se Asia itu. Riani memang sudah bekerja semenjak ia lulus SMA di pabrik ini. Riani sebenarnya adalah seorang siswi yang pintar. Akan tetapi, gadis itu tidak bisa mengenyam perkuliahan seperti mimpinya. Riani harus mengubur keinginan melanjutkan pendidikannya karena terhalang oleh ekonomi keluarga. Jangankan untuk kuliah, untuk makan saja mereka kesusahan."Hufftt, sebentar lagi!" Riani mengatur nafasnya begitu pabrik sudah mulai terlihat. Riani mempercepat kayuhannya, berharap dirinya bisa segera duduk untuk melepas lelah.Sesekali Riani melirik kotak plastik yang ia bawa. Riani memang berjualan gorengan di pabrik. Ia biasa membawa dagangannya ke pabrik berharap
Riani terbuyar dari lamunannya. Ia segera meninggalkan area Gazebo. Riani menggendong tas usang berwarna krem yang sudah ia pakai semenjak duduk di bangku SMA. Tak lupa Riani juga menjinjing kotak berbahan plastik yang jadi tempat menyimpan gorengannya. Saat akan masuk ke dalam area produksi, tangan Riani di tarik oleh seseorang."Ri, mau lemper dua dong sama tahunya tiga," ucap salah seorang teman dekat Riani yang juga menjadi operator produksi yang bernama Asti. Gadis itu langsung memesan karena perutnya amat keroncongan. Maklum saja, Asti tadi tidak sempat sarapan di rumah."Gak ada. Gorengannya abis, Ti," Riani menatap wajah temannya."Lah, kok bisa?" Asti menimpali."Tadi ada mobil yang ngelakson. Akunya kaget dan jatuh. Jadi aja barang dagangannya berserakan di jalan," jawab Riani. Kebetulan Kenzo ada tak jauh dari mereka. Kenzo memang sedang ke area produksi untuk mencari manajer produksi."Kamunya ga apa-apa?" Asti mengambil tangan Riani dan memperhatikannya dengan seksama. Tak