Jauh dari anak gadis, bukanlah hal yang menyenangkan bagi seorang ibu. Kerinduan harus dia pendam disaat belum rela sepenuhnya berpisah. Apalagi perpisahan itu karena keadaan yang memaksa. Rianti bukan saja kehilangan seorang anak, tetapi sahabat dekat di rumah ini.
Rianti menatap ke arah Ayu yang sedang duduk bermalasan di sofa ruang keluarga sambil membaca majalah. Perempuan yang lebih muda dari anak gadisnya itu, seharusnya bisa menjadi menantu dan anak yang baik untuk Rianti, bukan berakhir sebagai madu. Semua sudah terjadi tidak ada hal yang bisa dia ulang lagi kecuali berusaha memperbaiki keadaan.
Gadis di hadapannya mulai berubah semenjak kehamilan yang semakin membesar. Dia lebih senang bermalas-malasan dan selalu bersikap manja bagaikan seorang Permaisuri. Tidak pernah sedikit pun dia merasa malu ataupun segan pada Rianti.
"Aku hari ini akan mengunjungi Jelita selama beberapa hari." Rianti memulai pembicaraan di antara mereka.
Mata Ay
"Jo--Joko?" Rianti terkejut melihat keberadaan putranya yang dia kira masih berada di Sulawesi.Wanita itu belum mempersiapkan mental untuk bertemu dengan anak laki-lakinya tersebut. Dia bahkan belum memberi tahu pada Joko mengenai pernikahan Ayu dan Faisal. Melihat keberadaan Joko di apartemen Jelita, itu artinya tidak ada yang bisa disembunyikannya lagi."Bagaimana kabar mu, Bu?" Joko memeluk ibunya."Joko, ibu sangat merindukanmu, Nak." Rianti mempererat pelukan di antara mereka berdua.Rianti tidak dapat mengendalikan diri lagi. Air matanya tumpah membasahi kemeja Joko. Bahu wanita itu berguncang dengan keras. Rasa sesak yang selama ini dia simpan dalam hati, terkubur jauh di dasar hati, akhirnya tumpah melihat buah hatinya.Bayangan penderitaan yang dirasakan oleh Joko, memenuhi hati ibu dua anak tersebut. Penghianatan yang dilakukan oleh dua orang terpenting dalam hidup Joko, membuat Rianti merasa sangat sesak."Ibu, Kakak,
Senyuman tipis hambar tersungging di wajah Rianti yang kali ini memancarkan penderitaan. Bola mata yang biasanya selalu tersenyum ceria seiring dengan senyuman di bibirnya, kali ini terlihat begitu menyedihkan.Baru kali ini mata Rianti mencerminkan perasaan hatinya. Hal yang selama ini dia perjuangan untuk tersimpan rapat dalam tempat yang tersembunyi, memberontak untuk muncul di permukaan."Aku tidak ingin menutupi apapun dari kalian," desah Rianti lirih.Ketegasan ucapan wanita itu sebelumnya membuat Joko dan Jelita terdiam sektika. Mereka merasa bersalah karena telah menghakimi ibunya, tanpa bertanya bagaimana perasaan wanita itu sepenuhnya."Hanya saja, aku belum memiliki keberanian untuk menghadapi kalian. Ibu belum siap dengan kenyataan jika keluarga ini telah terpecah belah," lirih suara Rianti masih bisa terdengar jelas oleh Joko dan Jelita yang membungkam sedari tadi.Wanita itu membersihkan air mata yang mengalir tiada henti.
"Bagaimana keadaan bayi saya, Dok?" Ayu bertanya lirih sambil menatap ke arah layar.Dia tidak dapat memahami apa yang ditampilkan di sana. Layar hitam putih itu menunjukan gerakan perlahan dari bayi dalam kandungannya. Angka-angka di sana pun tak jua dia mengerti, meskipun sang dokter sudah menjelaskan beberapa kali."Sebentar, Bu." Dokter wanita setengah baya itu memperhatikan sekali lagi dengan seksama usg di layar monitor."Mbak, semua akan baik-baik saja, bukan?" tanya Ayu lirih dengan wajah sayunya.Rianti tidak menjawab, perhatiannya tertuju pada tampilan layar di mana dia melihat bayi yang dikandung Ayu meringkuk. Wanita itu teringat saat di mana ketika dia mengandung Joko dan Jelita. Mereka dulu semungil itu dalam kandungan, murni tanpa cela.Rianti setiap bulannya selalu mengantarkan Ayu untuk memeriksa kandungannya. Dia tidak membiarkan Faisal melakukan hal itu, karena Rianti masih tidak rela jika tiba-tiba saja perlahan ada perasaan kas
"Anaknya sakit?" Pertanyaan seorang ibu muda yang tiba-tiba duduk di sisi Rianti, membuat wanita itu terkejut.Saat ini Rianti duduk di bangku luar kamar rumah sakit. Dia merasa lelah dan perlu menghirup udara segar. Kamar pasien berisi dua orang itu terasa pengap baginya, apalagi ketika dilihatnya pasangan muda di sebelah yang terlihat mesra.Sejujurnya Rianti bersyukur karena fasilitas kamar Vip dan eksklusif telah penuh. Ada sebuah rencana yang ingin dia pikirkan, tetapi ragu-ragu untuk dia lakukan. Wanita baik hati itu masih memiliki sisi pertimbangan.Rianti menoleh ke arah wanita yang mengajaknya bicara, dia hanya tersenyum tipis, enggan menjawab pertanyaan yang tiba-tiba saja membuyarkan lamunannya."Anakku baru saja melahirkan cucu pertamaku. Suaminya sekarang masih di dalam kamar berduaan, jadi aku keluar tidak mau mengganggu," ucap wanita itu lagi. “Jeng, itu anaknya mau melahirkan?”Kembali wanita yang ada di sisinya ta
“Sus, pukul berapa sekarang?” Lelah menunggu, Ayu bertanya pada perawat yang kebetulan berada di ruanganya.“Pukul lima, Bu.”“Suami saya belum datang ya?” Ayu memiringkan badannya dengan susah payah. “Kenapa Mbak Rianti pulang sebelum Mas Faisal datang, sih.” Gadis itu menggerutu perlahan.“Mungkin masih terkena macet, Bu, biasa, kan ini jam pulang kantor.” Suster tersebut tersenyum ramah sambil mengatur jalur tetesan air infus.“Ya, itu, kenapa juga Mbak Rianti pulang pas jam macet. Seharusnya ‘kan tunggu Mas Faisal datang dulu.” Ayu kembali menggerutu. “Aku lapar, bisa tolong ambilkan roti itu?”Suster tersebut mengambil satu kotak roti yang telah ditinggalkan Rianti dan memberikannya pada Ayu. Dia menatap perempuan muda itu dengan pandangan yang terlihat tak suka, tetapi berusaha menekan sedalam mungkin."Air dan susu juga dong, bisa tolong di
"Ayu maunya di kamar itu." Gadis muda itu kembali merengek pada Faisal."Jangan Ayu, itu kan kamar Mbak Rianti dari awal. Masih ada kamar tamu di lantai bawah." Faisal berusaha memberikan solusi lainnya."Tapi, kamar itu tidak sebesar kamar utama, Mas. Apalagi Ayu sebentar lagi sudah mau melahirkan. Capek, Mas naik turun tangga, kemarin saja Ayu hampir terpeleset. Kalau sudah melahirkan nanti, kan pasti ada box bayi, kamar tamu mana cukup?" Ayu terus merengek.Faisal hanya diam saja saat Ayu berkali-kali mengguncang tubuhnya. Pria itu bingung bagaimana harus bersikap adil, sementara dia merasa tidak nyaman meminta Rianti pindah dari kamar utama yang bertahan-tahun mereka tempati bersama.Sikap lembut dan penurut Rianti yang tidak pernah membuat masalah, membuat Faisal semakin dirundung rasa bersalah. Akibat tidak dapat menahan diri terhadap godaan tubuh yang lebih berisi, kini dia harus menanggung akibatnya.Gadis muda ini, memang teras
"Ayu apa yang terjadi?" Faisal menggedor pintu kamar gadis itu dengan keras."Sakit, Mas, sakit." Gadis itu merengek dari arah dalam kamar."Buka pintunya, Ayu, ini kenapa dikunci pintunya?" Faisal mengeras-gerakan gagang pintu."Bagaimana, Mas? Ada apa dengan Ayu?" Rianti baru saja menyusul di belakang suaminya."Entahlah, Dik. Pintunya terkunci." Faisal menatap Rianti dengan cemas.Selama pernikahan mereka, tidak pernah sekalipun Rianti membuat dirinya merasa cemas. Hal itu sangat jelas disadari oleh Faisal. Sangat berbeda dengan Ayu yang lambat laun semakin berubah, lebih manja dan banyak maunya.Rintihan lirih Ayu yang mengerang kesakitan membuat Faisal dan Rianti berpandangan heran. Baru dua minggu lalu gadis itu keluar dari rumah sakit dan tenang untuk beberapa saat."Ayu!" Panggil Faisal lagi."Perutku sakit, Mas!" teriak Ayu dari dalam.Faisal tercekat mendengar perkataan istri mudan
Sesampainya di rumah sakit, para perawat segera menangani Ayu. Gadis itu mengalami pendarahan dan dokter menegur keras kepada Faisal. Mereka mengira pria itu melakukan aktivitas sexual yang berlebihan sehingga Ayu mengalami pendarahan."Ketuban istrinya sudah pecah dan kami harus melakukan ceasar malam ini juga." Dokter kandungan yang kebetulan baru saja menyelesaikan prakteknya, menatap tajam ke arah Faisal."Tapi, kandungannya belum genap sembilan bulan, Dok." Faisal ragu dengan keputusan yang diambil oleh dokter kandungan."Ukuran dan berat badan bayinya cukup untuk melahirkan. Nanti setelah lahir, dokter anak yang akan menangani.""Baiklah kalau begitu. Sebenarnya apa yang membuat dia tiba-tiba pendarahan ya, Dok?" Faisal penasaran karena sebelum dia turun ke kamar bawah, Ayu masih dalam keadaan baik-baik saja."Bapak ini bagaimana? Masa setelah melakukan tidak merasa?" Dokter tersebut berujar pelan dengan senyuman di wajahnya. Senyuman y