Pagi hari ini, Adelia membuat sarapan roti canai untuk Aldan dan Faizal. Mereka makan bersama-sama di ruang tengah.“Ow ya aku baru nyadar, kemarin kamu kok naik gojek? Kemana motormu?” tanya Adelia sembari menuangkan susu tambahan di roti canai.“Ow motorku rusak. Kemarin ditinggal di kantor,” jawab Aldan berbohong. Lalu dia menguyah roti canai miliknya.Sementara Faizal hanya fokus menyantap makanan di depannya, meskipun dalam benaknya sangat yakin motor Aldan rusak karena ada tangan jahil.“Eh aku berangkat ngantor dulu ya. Tukang gojeknya udah nungguin di depan.” Aldan bangkit dari duduknya sembari jari-jemarinya mengetik pesan di ponsel.“Iya, semangat. Fokus kerjanya. Urusan kalung liontin biar aku dan Faizal yang nyari,” ucap Adelia dengan senyuman kecil.“Aku juga akan mengompori beberapa media buat mengangkat kasus Joshua. Jadi Bos nikmati saja kehidupan di kantor, hehe,” sambung Faizal. Aldan tersenyum pada Faizal dan Adelia, “Thanks, aku bersyukur bisa mengenal kalian berd
“Kurang ajar! Beraninya kamu menjebakku!” teriak Lukman menatap Aldan dengan mata melotot. “Kamu tukang fitnah! Pasti kamu bersekongkol dengan Santoso 'kan? Cepat ngaku!”Aldan hanya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepala ke arah Lukman yang tengah menatapnya dengan wajah merah padam. “Bangsat! Tukang fitnah!” raung Lukman sembari menunjuk kasar pada Aldan. Lalu dia menoleh ke arah Dhea dengan memasang wajah serius. “Saya harap Ibu tidak percaya dengan fitnahnya. Tidak mungkin saya melakukan perbuatan sekeji itu. Ini pasti jebakan untuk menyingkirkan saya. Putra dan Santoso pasti bersekongkol menjebak saya. Dari awal saya sudah curiga kalau Putra bukan orang baik-baik. Putra selalu berusaha menyingkirkan saya dari perusahaan. Putra punya ambisi untuk menjadi sekretaris di perusahaan cosmo indofood.”“Sudah selesai mengoceh?” sindir Dhea dengan senyuman kecut.Dhea memutar video rekaman itu kembali yang menunjukkan Santoso sedang menghubungi Lukman. Di sana diperdengarkan sang
Aldan mengulurkan tangan, tetapi langsung ditepis oleh Lukman. “Jangan banyak gaya. Hadapi aku kalau berani!” raung Lukman penuh emosi. “Baiklah.” Aldan malah tersenyum santai. “Bapak tinggal pilih para napi mana yang ingin Bapak ajak berduel di dalam penjara.” Setelah mengatakan itu, Aldan tertawa lepas dengan mata menghina. Bahkan Dhea dan 3 orang polisi juga melemparkan tawa penuh ejekan. Tentu saja Lukman merasa terhina, tetapi keberaniannya justru semakin menciut. Tubuhnya gemetaran dengan detakan jantung yang berbunyi kencang. “Seret Pak Lukman,” titah Dhea menahan tawa. “Baik, Bu.” Ketiga orang polisi mengangguk dan melangkah mendekati Lukman. “Mau apa kalian, hah?!” bentak Lukman ketika 3 orang polisi mulai bekerja sama meringkus dirinya. “Bapak jangan melawan.” Salah satu polisi memasang borgol di tangan Lukman. “Lepaskan saya! Aku tidak bersalah!” teriak Lukman ketika 3 orang polisi mulai menyeretnya ke luar. Namun, tenaganya tak cukup untuk melawan. “Bapak ikut sa
Verra dan Rangga sudah ada di depan pintu ruangan ceo.“Selamat pagi, bu Dhea.” Verra mengetuk pintu dengan sopan.“masuk,” sahut Dhea dari dalam.Verra dan Rangga masuk ke dalam. Mereka melirik ke arah Aldan yang sudah ada di sana. Seketika mereka bernapas lega melihat asisten manager keuangan itu tampak dalam keadaan sehat.“Duduklah,” kata Dhea.“Baik, Bu.” Verra dan Rangga memilih duduk di samping Aldan.“Ada keperluan apa kalian datang kesini?” tanya Dhea.“Barusan kami melihat pak Lukman dibawa polisi. Beliau katanya ditangkap karena terbukti menyuruh karyawan lainnya untuk mencelakai Putra. Jadi kami kesini untuk memastikan kalau Putra baik-baik saja.” Verra menjawab dengan sesekali menoleh ke arah Aldan yang duduk di sampingnya.Aldan melebarkan senyuman, “Saya baik-baik saja. Tuhan menolong saya dari kecelakaan.” Aldan memposisikan diri sebagai karyawan, bicaranya lebih sopan dan formal.Verra lagi-lagi bernapas lega. Dia benar-benar mengkhawatirkan Aldan. Padahal pria yang d
Di ruang tengah, Faizal dan Adelia tampak semangat mengerjakan tugasnya masing-masing. Faizal membuat beberapa akun berbagai media sosial untuk memanas-manasi perusahaan media agar meliput berita lama kasus Joshua Suherman yang masa tahanannya kurang dari 1 tahun.Sementara Adelia, dia mencari jenis-jenis kalung liontin di google. Meski matanya memerah efek tidak tdur semalaman, dia tetap semangat mencari sebuah petunjuk.“Faizal bagaimana? Sudah selesai?” tanya Adelia. Lalu dia menyruput kopi untuk memghilangkan rasa kantuk.“Sudah selesai. Tinggal menunggu respon. Semoga cepat trending. Semoga cepat dilihat dan dikomentari banyak netisen, biar seluruh media di Indonesia bakalan berlomba-lomba meliput kasus Joshua Suherman yang trending di medsos,” jawab Faizal sembari tetap bercelancar di dunia maya.“Sip. Kebobrokan hukum di Negara ini harus segera dibongkar.” Adelia mengerjap berulang kali untuk menghilangkan rasa kantuk yang semakin menyerang, dan akhirnya dia menggerakkan kedua
“Lapor, Bos!” ucap seorang pria berbadan tegap pada Aldan. “kami sudah berhasil melumpuhkannya.” “Good job, Faiz. Bawa dia ke hadapanku.” “Baik, Bos!” Faizal Hamid bergerak cepat membawa seorang pria gendut ke hadapan Aldan Pratama Chandra Putra, pimpinan pasukan White Master yang terkenal dingin dan kejam. “Arrrgghhhh ...” Tanpa basa-basi, Aldan langsung menusuk perut pria gendut itu, “Manusia sampah sepertimu tidak pantas hidup!” Teriakan pria gendut itu memekakkan telinga, sembari memegangi perutnya yang berlumuran darah. Namun, Aldan tak memberinya napas. Pisau miliknya menebas wajah dan badan musuhnya secara acak berulang kali hingga mati. Ini bukan pertama kalinya, sudah banyak nyawa melayang di tangan pasukan white master yang bermarkas di Malaysia. Pasukan rahasia ini tidak asal membunuh, mereka hanya membasmi seorang penjahat. “Jangan berbelas kasihan pada seorang penjahat. Bunuh atau kita yang akan dibunuh!” seru Aldan menatap puas pada mayat yang tergelimpang di ba
Di ruang VIP penerima tamu bandara Soekarno-Hatta di Kota Jakarta, Aldan tersenyum hangat saat dirinya melihat kedatangan seorang wanita berusia 50 tahunan.Dia adalah Bundanya,“Selamat datang kembali di Negara kelahiranmu, nak.”Aldan tersenyum lembut. Lalu dia meraih tangan wanita berambut sebahu itu dan langsung menciumnya dengan penuh kasih sayang, “Makasih Bunda sudah menyambut kedatanganku.”“Mana mungkin Bunda gak menyambutmu pulang? Emm mari pulang. Bunda sudah menyiapkan tempat tinggal khusus untuk anak Bunda.” Wanita yang memakai kacamata hitam dan masker itu tersenyum dengan penuh kasih sayang, meskipun Aldan bukan anak kandungnya. “Bunda juga sudah menyusun rencana biar kamu bisa masuk di perusahaan tempat Papamu dulu bekerja.”“Makasih, Bunda. 10 tahun bukan waktu yang singkat. Aldan menderita, tersiksa ... Sekarang waktunya Aldan menuntut keadilan. Mereka harus merasakan apa yang Aldan, Papa, Mama rasakan.”Energi membunuh dalam diri Aldan mulai keluar. Tatapannya menera
Aldan tidak panik, dia pimpinan pasukan rahasia white master yang sangat ahli dalam bela diri. Jika mau, dia bisa saja melepaskan tangannya dari pegangan Mukafi tanpa menyakiti.“Maaf, aku harus pergi. Tapi suatu saat aku akan kembali dengan membawa sebuah kebenaran.”Namun, Aldan tidak mudah begitu saja pergi dari sana. Semua orang menghadang kepergiannya.“Haha bukannya barusan kamu bilang melihat kejadian pembunuhan Chandra dan Yuyun 10 tahun silam? Tapi kenapa sekarang kamu malah mau pergi?” tanya Mukafi menerbitkan senyuman miring. Dia yakin orang asing di hadapannya itu adalah orang suruhan Aldan yang ingin menghasut keluarganya.Ilham dan semua orang pun menerbitkan senyuman miring. Mereka malah semakin yakin bahwa Aldan masih hidup. Mereka juga menilai Aldan bodoh karena sudah berani mengirim orang lain untuk memberi tahu persembunyiannya.“Aku berkata benar. Suatu hari nanti kalian akan tahu siapa pembunuh yang sebenarnya, bukan Aldan ... Aku janji akan mengungkap kejahatan