Di kediamannya, Adelia sudah diserbu oleh beberapa wartawan dari berbagai Media. Sementara Aldan memperhatikannya di ambang pintu rumah kontrakan.“Ternyata wartawan Kota Jakarta sangat cepat. Mungkin karena kasus ini bakalan meenghasilkan banyak cuan.” Aldan tertawa kecil memperhatikan beberapa wartawan saling memberondong pertanyaan-pertanyaan pada Adelia.Salah satu wartawan bertanya, “Apa tanggapan Ibu Adelia mengenai rekaman yang tersebar di stasiun televisi? Apa Ibu ada kaitannya dengan rekaman ini?”Wartawan lainnya meyambung, “Kira-kira siapa yang merestas siaran televisi?”Adelia santai dan tersenyum ramah. Dia paham betul kemana arah tujuan pertanyaan para wartawan. Mereka penasaran apakah dirinya adalah orang yang merencanakan semua ini untuk membuktikan kejahatan Iqbal beserta oknum-oknum yang mempermainkan hukum.“Terima kasih teman wartawan mau datang ke rumahku.” Akhirnya Adelia bersuara. “Pertama-tama saya tidak tahu sama sekali mengenai rekaman itu, tapi yang jelas ki
Faizal masih mengawasi dari kejauhan gerak-gerik kedua orang bertubuh besar itu yang terlihat mencurigakan.Di saat bersamaan ada satu mobil polisi berhenti di sekitar rumah Adelia. Dia turun dari mobilnya dengan mengenakan pakaian dinas kepolisian. Semua wartawan yang masih ada disana pun menoleh dan langsung mengerubungi polisi itu.Polisi itu tersenyum ramah, “Maaf ya teman-reman wartawan, berikan saya jalan. Saya perlu menyampaikan amanah saya kepada saudari Adelia.”“Apa ini berkaitan dengan kasus saudara Iqbal?” tanya salah satu wartawan.Polisi itu mengangguk, “Maaf ya saya tidak bisa lama disini, saya harus menyampaikan hal penting kepada saudari Adelia.”Polisi itu melangkah maju ke depan, para wartawan pun terpaksa membuka jalan sambil tetap mengikuti sang polisi.“Selamat malam, saudari Adelia,” sapa polisi itu ramah setelah berdiri di depan Adelia.“Selamat malam, pak. Ada keperluan apa bapak menemui saya?” tanya Adelia ramah, meskipun tatapannya mencari sebuah kebenaran.
Tubuh Adelia diikat kuat di kursi, mulutnya juga disumpal dengan kain. Air mata ketakutan gadis itu keluar tanpa permisi. Jantungnya berdegup kencang, rasanya akan keluar dari tubuh. Perasaan merinding menyelimutinya ketika mereka menatapnya dengan tatapan penuh nafsu. Rasa takut yang menyelimuti diri Adelia semakin menjadi-jadi ketika mereka melangkah mendekat, apalagi satu orang memainkan pisau di tangannya seperti ingin menyembelih hewan. “Heuuummmn ....” Adelia meronta-ronta sembari berteriak dengan mulut yang tersumpal kain. Pikiran Adelia kalut, sepertinya hal buruk akan terjadi pada hidupnya. Hal yang paling menakutkan dalam pikirannya adalah mereka memperkosanya. Tentu saja Adelia tidak mau kejadian itu terjadi, lebih baik dia mengakhiri hidupnya daripada digilir paksa oleh mereka. Namun, apa yang bisa Adelia lakukan? Melepaskan diri saja tak bisa. “Aku pikir kamu pengacara hebat, tapi nyatanya kayak anak kecil yang mudah ditipu,” seru polisi itu yang disambut tawa re
“Apa yang akan kamu lakukan, Putra? Lebih baik kita telepon polisi saja, biarkan Negara yang menghukumnya,” saran Adelia menatap lembut pada Aldan. Mereka memang melakukan kejahatan dan hampir saja melecehkannya, tetapi Adelia tidak ingin Aldan bermain hakim sendiri. Aldan tersenyum kecut, “Apa kamu yakin mau menelpon polisi?” Adelia sekilas membuka mata lebar-lebar, pertanyaan Aldan membuat dirinya sadar bahwa saat ini polisi bagaikan bunglon, tidak bisa dipercaya. Adelia semakin terbuka pikirannya ketika melihat polisi itu, “Siapa yang menyuruhnya?” tanya Adelia penasaran. Dia curiga pada Hendrawan yang menyuruh para penjahat untuk menculik dan mencelakainya. Bukan tanpa alasan, dia mencurigai Hendrawan karena terlibat dalam memanipulatif kasus Iqbal. Aldan tersenyum. Dia mengerti apa yang ada dalam pikiran kekasihnya, “Kita cari tahu kebenarannya.” Aldan memutar badan dan menatap puas pada para penjahat yang sudah diikat oleh Faizal. Perlahan energi pembunuh yang sedari tadi
Sembari menenangkan Adelia, Aldan memberi isyarat pada Faizal dengan gerakan tangannya.Faizal mengerti dan cepat tanggap. Dia menyeret mereka satu per satu ke sudut ruangan. Lalu dia langsung mengintrogasi para penjahat, sembari memberikan hadiah pukulan. Tentu ini bagian dari pengalihan dan kewaspadaan agar mereka tidak mendengar sesuatu hal sensisitif yang bisa merusak rencana balas dendam Aldan. Rahasia identitas pimpinan white master itu harus tetap terjaga, termasuk Putra nama samarannya.Sementara Adelia masih menangis di pelukan Aldan. Mungkin jiwa Adelia akan terguncang jika tidak ada Aldan disisinya. Berkat Aldan, hidupnya selamat dari para monster yang hampir mengotori tubuhnya.“Terima kasih, Putra.” Adelia lebih menenggelamkan wajahnya di dada Aldan. Dia merasakan kenyamanan dan ketentraman di pelukan pria tampan yang kini menjadi miliknya, seolah-olah masalah hilang seketika. Bahkan dia melupakan masih ada orang banyak di ruangan itu.“Emm sudah tugasku menjagamu.” Aldan
Mendapat bentakan dari Aldan, tentu saja Adelia membulatkan mata. Namun, keterkejutan tak berlangsung lama ketika melihat Aldan mengedipkan mata berulang kali sambil tersenyum konyol. Itu menandakan bahwa Aldan sedang bercanda dan bermaksud menakut-nakuti para penjahat.Benar saja, para penjahat di bawa sana terlihat gemetaran dan berteriak dalam keadaan mulut tertutup. Tergambar jelas ketakutan menghiasi wajah mereka seperti seekor tikus yang melihat kucing.Faizal tak bisa menahan tawanya melihat reaksi para penjahat yang terlihat sangat lucu dan menghibur, “Ada apa? Kenapa kalian meriang?”“Is,” panggil Aldan, seketika Faizal menghentikan tawanya dan menoleh le arah sang bos.“Ya?”“Bawa perempuan ini ke luar dan cepatlah kembali, bawa senjata pusaka putih. Aku mau main dengan mereka,” titah Aldan begitu dingin, membuat Adelia langsung protes dengan mata melotot.Aldan megedipkan mata, memberi isyarat pada Adelia bahwa ucapannya hanya sekedar menakut-nakuti para penjahat.Pancingan
Hendrawan menemui beberapa media yang berkumpul di kantor polisi. Dia tetap melebarkan senyuman kepada mereka yang berlomba-lomba memberikan pertanyaan.“Terima kasih kepada teman-teman wartawan yang datang ke kantor polisi. Saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian yang mewakili isi hati masyarakat Indonesia. Pertama, pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini. Kami masih mendalami video rekaman itu dengan menemui saudara I. Apa motifnya saudara I mengatakan seperti itu? Apa saudara I membuat pengakuan secara sadar atau dalam tekanan dan dipaksa orang lain? Kami masih menyelidikinya. Kami juga berusaha mencari tahu orang yang menyebar video rekaman dengan meretas saluran televisi,” terang Hendrawan berhenti sejenak.Hendrawan kembali melanjutkan keterangannya, “Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak mudah percaya sebelum terbukti kebenarannya. Pengakuan saudara I belum tentu benar. Polisi tidak mungkin menerima sogokan karena itu merupakan bentuk kejah
Jam 22.00 wib, di rumah Adelia.Aldan, Adelia, dan Faizal selesai mempersiapkan berkas-berkas yang akan dibawa ke persidangan, termasuk mengcopy rekaman itu dan disimpan di beberapa flasdisk.“Aku gak sabar menunggu hari esok,” ucap Adelia dengan wajah begitu semringah. “Akhirnya kebenaran bakalan terungkap.”Aldan tersenyum penuh arti menatap wajah cantik milik Adelia hingga akhirnya mata mereka bersitatap.“Hey udah dong jangan lihatin aku terus. Nanti kamu cepet bosen,” kata Adelia tersenyum manis sembari merapikan anak-anak rambutnya.“Aku gak pernah bosen melihat wajah gadisku. Cantik, manis, ngangenin, gemesin, apalagi ya ... Emm pokoknya kamu sempurna. Kayaknya kamu bukan manusia deh, tapi bidadari yang turun dari langit,” puji Aldan, membuat wajah Adelia memerah merona.“Ih apaaan sih. Kalo disuruh ngegombal rajanya kamu tuh.”Aldan meraih tangan Adelia. Mereka saling bersitatap, penuh cinta.Aldan tiba-tiba memasang wajah konyolnya, “Aku gak gombal kok, serius deh. Aku ngomon