Faizal terkekeh geli, “Bagaimana? Apa komplotanmu datang? Haha mereka gak akan datang karena saudaraku sudah duduk di tempat layar komputer yang mengawasi seluruh kamera pengintai di daerah ini.” Orang itu membuka mata lebar-lebar, “Apa maksudmu?”“Saudaraku sudah berhasil masuk ke sana dan membunuh temanmu.”“Apa maksudmu?” orang itu bertanya kembali. Wajahnya semakin panik.“Ah sudahlah. Aku gak punya banyak waktu untuk menjelaskan padamu,” ucap Faizal santai. Lalu , dia tiba-tiba memberikan pukulan keras tepat di leher orang itu. UAKKKKKK!Orang itu memuntahkan isi perutnya yang disertai darah akibat pukulan kejutan yang begitu keras di leher, salah satu area titik vital manusia. Pukulan itu mengakibatkan cedera leher dan gangguan saraf.Tak mau menunggu lama, Faizal kembali memukul keras leher orang itu untuk mengakhiri hidupnya.“Huh ....” Faizal menghela napas panjang. Lalu dia bergerak cepat melepas pakaiannya untuk mengganti dengan pakaian khas kelompok teroris.Faizal berja
Melihat Adelia menunduk ketakutan, Aldan memejamkan mata dan menghembus napas pelan untuk menghilangkan energi pembunuh yang keluar dari dalam dirinya.Aldan kembali membuka mata, kini senyuman perlahan terbit di bibirnya, “Hei jangan menunduk terus dong. Wajah cantikmu gak keliatan.”Adelia mendongak perlahan. Dia menatap lekat-lekat pada Aldan. Sikap pria tampan itu sungguh sulit ditebak. Terkadang terlihat konyol dan bodoh, tetapi juga terkadang terlihat sangat mengerikan seperti seorang pembunuh bertangan dingin.“Ah aku jadi malu dilihat kamu terus,” canda Aldan sembari menutupi wajah dengan telapak tangannya.Adelia menghembus napas pelan, “Jangan perlihatkan aura mengerikan itu lagi di hadapanku.”Aldan menurunkan telapak tangannya, masih dengan menampakkan wajah konyol dan cengiran, “Hehe iya maaf. Tadi gak sengaja kok. Keluar begitu aja dari dalam diriku.”Hah, gak sengaja katanya? Adelia membatin sembari menggelengkan kepala.“Ow ya kalau boleh tau, siapa yang kamu incar?” t
“Ayo, cepat. Kita harus sampai terlebih dahulu.” Aldan menggandeng tangan Adelia, ke luar lewat pintu belakang.Adelia merasa aneh karena Aldan dan Faizal berjalan tergesa-gesa. Apalagi mereka masuk ke rumah kontrakan lewat pintu belakang yang kebetulan tidak terkunci.Aldan mengantarkan kekasihnya ke salah satu kamar yang ada di rumah kontrakannya, “Kunci pintunya, jangan dibuka sebelum aku selesai menemui tamuku,” pintanya dengan menerbitkan senyuman, sembari mengelus rambut Adelia.“Eh bukannya tadi kamu mengajakku untuk menemui tamumu?” Adelia protes.“Emm gak jadi. Nanti mereka mikirnya macem-macem kalau aku bawa cewek ke dalam rumah.” Aldan berbohong demi kebaikan Adelia kedepannya.“Oke, Baiklah. Tapi jangan lama-lama, ya.” Adelia pasrah, menuruti kemauan kekasihnya., Namun, sejujurnya dia merasa janggal lebih ke arah mencemaskan sang pujaan hati.Aldan mengangguk, “Gak lama kok. Palingan Cuma 20 menit. Janji,” ucapnya sembari mengangkat jari kelingkingnya.Adelia menautkan jar
Aldan menghampiri orang yang merekam kejadian barusan.“Boleh pinjam kameranya?” tanya Aldan sopan.Orang itu memberikan kamera itu dengan tubuh bergemetar hebat dan berkeringat dingin.“Wah bagus nih kameranya, merk canon. “Aldan memeriksa benda itu dan melepas memorynya.Aldan terkekeh geli melihat orang dihadapannya gemetar ketakutan. Lalu, dia mengembalikan kamera itu lagi, “Bagus hasilnya. Aku pinjam dulu memorynya.”Aldan memutar badan dan menghampiri keenam orang yang terkapar.“Ayo dong main lagi. Masa’ segitu doang kalian udah capek. Padahal aku lagi semangat main pukul-pukulan dengan kalian,” ucap Aldan, masih memasang wajah polos.“Iya nih seru sekali mainnya. Ayo dong main lagi, cepetan berdiri,” sambung Faizal, juga berakting.Aldan tiba-tiba mengernyitkan dahi, “Atau kalian mau pukul-pukulan sambil tiduran ya?”“Ow gitu ya?” sambung Faizal girang. “Seru juga kayaknya main sambil tiduran. Yaudah ayo.”Orang-orang suruhan itu pun memaksa berdiri menahan sakit untuk mengham
Aldan menceritakan asal mulanya bermusuhan dengan Lukman Wafa.Begitupun Adelia, menceritakan bahwa Lukman Wafa memang orang sombong yang menggunakan harta untuk bertindak semaunya.***Keesokan harinya, Aldan izin tidak masuk kerja dengan alasan kurang enak badan. Namun, sebenarnya dia izin untuk menghadiri persidangan Clara. Ketika pergi ke persidangan, dia menggunakan atribut penyamaran agar tidak dikenal oleh siapapun, kecuali Adelia. Begitupun Faizal yang juga mengubah identitas dirinya.Aldan, Adelia, dab Faizal berjalan masuk, bersiap menjadi saksi kehancuran dari Hendrawan dan komplotannya. Dua lelaki tampan itu duduk di deret depan kursi tamu, sedangkan Adelia masih pergi ke tempat Clara berada untuk mendampinginya.Aldan dan Faizal tersenyum miring saat melihat Malik yang sudah duduk di kursi tamu.“Lihatlah, dia masih terlihat santai. Menggemaskan sekali, rasanya tanganku ingin mencakar wajahnya,” ucap Aldan pelan menahan tawa."Aku penasaran apa dia tetap santai saat rekam
Video rekaman itu tersebar cepat dan sampai ke telinga Verra Kristian, tetapi dia yakin Papanya tak mungkin melakukan hal keji yang terkutuk. “Ini pasti ada kesalahpahaman atau mungkin ini adalah jebakan untuk menjatuhkan Papa,” gumam Verra cemas. Verra sudah meminta izin pada CEO perusahaan untuk pulang lebih cepat. Dia pergi ke kantor polisi, tempat Hendrawan ditahan. “Kenapa sih ada orang yang ingin Papaku celaka? Ini benar-benar fitnah yang kejam. Siapapun mereka, semoga hidupnya gak tenang.” Verra mengutuk orang-orang yang dianggapnya telah menjebak Hendrawan. Di matanya, Hendrawan sosok sempurna berhati Malaikat. *** “Cheers ...” seru Adelia sembari menempelkan gelas teh lemon miliknya pada gelas milik Aldan dan Faizal. Adelia tersenyum lebar, lalu meneguk setengah gelas teh lemon miliknya, “Akhirnya Clara bisa melanjutkan hidupnya kembali ... Ya aku tau, dia gak akan mudah melepaskan traumanya. Tapi setidaknya hukum telah ditegakkan dan dunia tau siapa yang bersalah.”
Aldan kembali masuk kerja. Di parkiran khusus karyawan, dia bertemu dengan Verra Kristian. “Hei gimana kabarmu?” sapa Verra. “Kok masuk kerja? Kalau masih gak enak badan, jangan dipaksakan.” “Aku sudah sehat kok, suer,” ucap Aldan dengan segurat senyuman. “oh ya gimana kabar Papa. Aku lihat beritanya di televisi.” “Papa baik-baik saja dan bertugas sebagaimana mestinya. Aku heran kenapa Briptu Yanto tega memfitnah Papa. Padahal Papa memperlakukan Briptu Yanto seperti anaknya sendiri,” respon Verra dengan tatapan menerawang jauh. Dia kecewa pada ajudan setia Papanya. Aldan membuang muka dan tersenyum kecut. Dia mengumpat dalam hati, ‘Ciihhh kau masih saja membanggakan Papamu. Sadar Verra, Papamu bukan manusia lagi. Dia iblis!’ Aldan kembali menoleh pada Adelia dengan memaksakan tersenyum, “Siapa yang tau isi hati manusia? Terkadang orang yang kita anggap orang baik, ternyata dia berwajah dua. Ya tinggal nunggu waktu aja, topengnya pasti terbuka.” “Kamu bener, Putra. Sulit memang m
Aldan memasuki ruangan divisi keuangan, disana dia disambut berbagai macam ekspresi. Ada yang teresenyum kecut, ada pula yang cuek. Hanya Rangga yang tersenyum ramah padanya.“Udah mendingan?” tanya Rangga.Aldan mengangguk dengan segurat senyuman, “Yups, aku sehat dan bisa bekerja lagi.”Aldan melangkahkan kakinya kembali dan mendaratkan tubuhnya di kursi kerja. Lalu, dia mengambil ponsel milknya dan mengetik sebuah pesan, ‘Faizal jaga Adelia. Teruslah berada di sekitarnya. Aku takut mereka datang kembali untuk mencelakai Adelia.”Diam-diam Rangga memperhatikan Aldan. Dia semakin penasaran dengan teman barunya yang seperti sudah mengenal lama. Tapi dimana?‘Jika dilihat-lihat, Putra seperti ...’Rangga membatin. Dia mulai teringat dengan seseorang. “seperti Aldan Pratama Chandra Putra, teman akrabku dulu.”‘Ah mana mungkin? Aldan ‘kan sudah mati.’ Rangga menepis ucapannya sendiri sembari tetap menagamati wajah Aldan.’10 tahun yang lalu dia menjadi tersangka pembunuhan orang tuanya se