"Apa kita harus masuk ke dalam?" tanyaku sambil menoleh.Nining mengangguk, lalu aku mengintip jendela bangunan itu ternyata tempat ini telah kosong."Lihat ini, Bu? Pintu bangunan ini sepertinya telah dirusak," ucap Nining.Ya benar, sepertinya pintu ini telah dirusak oleh para penghuni gedung ini lalu mereka kabur entah ke mana, karena saat membuka pintu dan berteriak tak ada satu orang pun yang datang dari dalam, bangunan ini telah kosong "Mungkin karena anak buah Bram dan Ali telah habis di hutan sana, Ning, makanya gadis-gadis di sini bisa melarikan diri.""Mungkin begitu, Bu, syukurlah semoga hidup mereka baik-baik saja di luar sana, Bu, mari kita pulang."Aku mengangguk lalu kembali naik ke atas motor, pulang dengan hati yang nyaman karena orang-orang yang telah menyakiti putriku telah lenyap dan menerima karma sesuai perbuatanya.*Satu bulan kemudian, aku beserta gadis-gadis malang ini berhasil membuka sebuah restoran khas Sunda, mereka mengelola usaha ini dengan baik sesuai
Setelah dua puluh tahun aku kembali dari jeruji besi yang selama ini mengukung diri, tanah yang dahulu menyimpan kenangan pahit kini kupijak kembali.Dua puluh tahun silam aku dijadikan tersangka pembunuhan Anita--adik iparku sendiri--padahal jangankan melenyapkan nyawa manusia, membunuh ulat pun aku tak berani.Aku difitnah, dan sekarang akan kucari siapa pembunuh sebenarnya sekaligus orang yang sudah berani menyeret namaku dalam kasus ini Dari kejauhan kulihat mereka yang hidup berlinang harta dan bahagia, mereka tak pernah menjengukku ke penjara bahkan sekedar mempertemukanku dan Delia, padahal hati ini senantiasa merindukannya.Tak kusangka Mas Ilyas yang telah menceraikan aku sembilan belas tahun yang lalu kini menikah dengan adik tiriku Erina.Dadaku bergemuruh hebat melihat wanita itu berjalan bergandengan tangan lalu masuk ke dalam mobil Fortuner hitam.Gayanya sangat modis layaknya wanita sosialita, Mas Ilyas juga mengenakan pakaian rapi layaknya seorang bos perusahaan.Lalu
Hampir setengah jam aku berada di kamar mandi khusus pembantu, Nining belum juga membukakan pintu karena di luar Mas Ilyas dan Erina masih ada di sana."Kita harus cari Mirna, Sayang, aku ga mau dia merebut ini semua.""Ya, aku akan menyuruh orang untuk mencarinya ya, kamu tenang dan jangan khawatir." Itu suara Mas Ilyas.Sekarang aku faham jika Mas Ilyas memang berniat melenyapkan nyawaku. Namun, alasannya apa? Bukankah aku memang tak pernah berbuat salah padanya?Atau ia memiliki dendam padaku lantaran tuduhan palsu itu?Aku sungguh tak sabar ingin mengetahui apa yang ada dalam benaknya."Bu, ayo keluar." Bisik Nining sambil membukakan pintu.Aku menghirup oksigen, cukup lega karena kamar mandi ini minim fentilasi."Aku ingatkan sebaiknya Ibu hati-hati di luar karena Tuan Ilyas mencari Ibu ke mana-mana, oh ya apa Ibu punya hape?"Aku menggelengkan kepala tanpa suara karena isi kepalaku ini sibuk menduga-duga."Ini bawa aja, kebetulan saya punya hape dua, kartu simnya Ibu beli sendir
"Aww! Sakit!""Aduh perih!""Cepat ke dalam ambilkan air!"Entah apa yang terjadi di atas sana orang-orang itu menjerit, dan aku sangat kenal suara jeritan itu seperti suara Kak Lastri?Oh Tuhan, apa kakakku itu yang melakukan semua ini?Peti ini terdengar terbuka, lalu seseorang yang entah siapa membuka ikatan mataku."Ayo kita pergi." Ia membantuku berdiri lalu kami berlari bersama dalam keadaan tangan masih terikat ke belakang, entah ke mana aku terus mengikutinya."Ayo cepat naik."Orang yang telah menyelamatkanku itu menyuruh untuk naik ke sebuah mobil, karena dilanda ketakutan aku naik begitu saja tanpa banyak bertanya.Setelah mobil melaju cukup jauh barulah orang di sampingku yang mengenakan baju serba hitam ini membuka penutup kepalanya.Ternyata dia Nining, Oh Tuhan sebenarnya ini ada apa?"Nining.""Bu Mirna."Aku pun memeluknya dengan keadaan tubuh masih bergetar hebat. Tak kusangka Nining berubah menjadi ninja."Ning, aku ga ngerti sebenarnya ini ada apa?" Suaraku bergeta
Aku masih berdiri tepat di hadapan gerbang gedung besar bercat putih yang katanya panti asuhan itu.Namun, ada yang aneh, lelaki berkulit hitam yang menjual rokok tepat di sampingku itu terus memperhatikanku penuh curiga.Segera kupakai kembali kaca mata lalu melangkah pergi menjauh, sepanjang jalan mencari kendaraan aku terus berfikir jika tempat tadi bukan panti asuhan, bagaimana pun aku harus menyelidiki hal ini.Sebelum pulang ke kosan anaknya Nining aku menjual kalung beserta gelang emas putih yang selama ini kupakai.Bagaimana pun aku membutuhkan uang banyak untuk mencari Delia, dan mungkin harus mencari pekerjaan secepatnya agar tak merepotkan siapapun.Uang sepuluh juta sudah kukantongi hasil dari menjual kalung dan gelang, selanjutnya aku pulang ke kosan Tania dan memikirkan langkah selanjutnya.Malam ini Nining datang membawa banyak makanan, kami makan berdua karena putrinya belum pulang bekerja."Oh ya, Ning, tadi saya ngikutin Ilyas sama Erina, mereka datang ke suatu tempa
Di dalam sana perempuan itu masih menangis kadang sekali menjerit."Kalau kamu sudah masuk ke sini maka tidak bisa keluar lagi, selamanya kamu harus di sini, mengerti!" Pria itu terdengar membentak."Walaupun aku anak jalanan tapi aku punya harga diri, silakan bunuh aku dari pada seperti ini!""Oh begitu ya kamu nantang saya!""Ya saya tidak takut!"Setelah itu terdengar bunyi pecutan disusul suara jeritan yang memilukan, jiwa kemanusiaanku meronta ingin menolongnya, tapi bagaimana?Aku yakin mereka orang-orang kepercayaan Ilyas dan Erina, jika mereka melihatku maka aku langsung habis saat itu juga, belum nasib Nining sudah pasti tak lebih baik setelah ini."Gimana ini, Ning?" bisikku dengan suara sangat pelan."Kita pulang saja, Bu, setidaknya kita sudah tahu ini tempat apa."Aku mengangguk.Tetapi, tiba-tiba saja terlihat cahaya senter dan terdengar langkah kaki, mereka semakin mendekat."Ngumpet, Bu."Beruntung di sekitar sini ada tempat sampah yang berjejer, kami berdua terpaksa s
Aku memotret paspor itu walaupun kamera ponsel ini cukup buram, dan aku harus beberapa kali memotret agar hasilnya terlihat jelas.Di kamar ini aku tak bisa menemukan apa-apa lagi karena semua lemari terkunci, dan sepertinya semua berkas ada di dalam lemari.Aku gegas menelpon Nining yang berjaga di luar rumah."Ning, kamu bisa tunjukkan kamar Delia di mana?""Kamar Non Delia? Ya udah bentar saya ke sana."Tak lama Nining masuk dan membawaku ke lorong sebelah kiri, tapi ternyata kamar ini terkunci."Saya akan cari kuncinya, sebentar." Nining melengos pergi lalu kembali membawa seikat kunci yang begitu banyak, dengan sangat terpaksa aku memasukkan satu persatu kunci tersebut.Kunci ke lima barulah pintu itu terbuka, kamar Delia terlihat rapi, saat masuk ke dalam aroma debu tercium, sepertinya sudah lama tak dibersihkan."Saya ke luar dulu, Ya, Bu. Kalau ada apa-apa saya akan telpon." Aku mengangguk.Tubuh ini sebenarnya lemas sekali, mengingat hanya dua tahun saja kebersamaan kami, ba
Dengan jemari bergetar aku terus melihat isi kotak keluar, sayang sekali menu SMS pada zaman dahulu tak seperti WhatsApp zaman sekarang yang tersusun rapi dari atas hingga bawah.[Sedih banget, Nay, padahal pengen banget kuliah]Aku menengadah rasanya tak sanggup membaca semuanya, Delia benar-benar tak bahagia hidup dengan papanya.Keterlaluan kamu, Mas! Sama sekali tak punya nurani pada anak sendiri, jika saja sekarang Delia kenapa-napa maka tanganku sendiri yang akan menghabisimu, Mas!Jemariku terus memencet tombol ponsel ini dengan pelan sambil membaca isi pesan-pesan Delia, ternyata yang lainnya tidak ada yang penting, ia hanya mengirim pesan pada teman dan guru di sekolahnya.Lalu aku beralih ke menu kotak masuk, di sana banyak sekali pesan dari teman Delia yang bernama Naya.[Saranku sih kamu kabur aja cari ibu kandung kamu, Del, aku ga bisa bantu banyak karena mau kuliah di luar negri, sorry ya][Papa kamu kok kejam banget ya, Del, apa dia papa tiri kamu]Dan masih banyak pesa