Share

Bagian Tujuh

Yoga mengesap rokok yang ada di antara jari telunjuk dan jari tengahnya itu. Pikirannya kalut mengingat percakapan dengan ibunya. Ya, setelah mengantar Bela pulang, dia segera pergi ke rumah sakit dan tinggal disana hingga hari ini.

Wanita yang sejak dua malam tidak membuka mata itu akhirnya memutuskan untuk membuka mata dan memberikan senyuman kepada Yoga yang langsung berubah menjadi raut khawatir dan cemas karena melihat luka lebam segar pada wajah Yoga. 

Ibunya terlalu tahu Yoga dan tentu tahu darimana asal luka lebab pada wajah Yoga. Wanita yang selalu dijaga oleh Yoga itu segera mencermahinya mengenai sikapnya yang terlalu impulsif dan terbawa emosi. 

Dia khawatir ayah bangsat Yoga akan datang dan menggunakan ini untuk semakin meraup keuntungan dan menekan Yoga. Ibunya juga tidak ingin kejadian ini dijadikan alasan untuk menceraikan dirinya. 

Yoga menghela napas frustasi mengingat bagaimana ibunya bersikeras mempertahankan rumah tangga hancur ini.

Dia tidak bisa mengerti dengan ibunya. Sudah diselingkuhi tapi masih saja tetap mempertahankan suami biadab seperti itu. 

Sebuah tangan lembut tiba-tiba menjalar dan melingkar di pinggang Yoga. "Tumben sekali kau merokok, hm?" Suara perempuan pelan, lembut dan penuh perhatian itu mengalihkan perhatian Yoga.

Setiap katanya terengar seprti alunan musik yang menenangkan otot-otot tegang membuat setiap orang yang mendengarnya merasa nyaman dan santai. 

Yoga tersenyum miring dan menoleh kepada perempuan yang sedang memeluknya. "Kau masih bisa berdiri?" Yoga mematikan rokok dan membuangnya. 

Perempuan itu memukul punggung Yoga yang sama sekali tidak terasa sakit. "Aku bersusah payah berdiri karena khawatir denganmu! Kau tidak biasanya merokok." ujarnya dengan wajah cemberut tapi nada suaranya menggoda dan membuat lelaki manapun ingin semakin menakalinya.

"Kau masih bisa bertetiak. Ayo bermain lagi." ujar Yoga yang langsung memagut bibir ranum tanpa pewarna bibir itu.

Tangannya melingkar pada pinggul penuh yang menggoda seolah berteriak meminta disentuh. Yoga menarik tubuh mereka untuk lebih dekat lagi hingga bersentuhan tanpa meninggalkan jarak. 

Permainan melepas hasrat itu kembal dimulai lagi dan keduanya baru berhenti ketika malam sudah mencapi puncaknya. Yoga memeluk Celine, nama perempuan itu, erat. 

Keduanya sudah lelah dan jika Yoga masih bersemangat pun, Celine tidak bisa mengikuti staminanya. 

Yoga memperhatikan Celine yang sedang mengatur napas. Bibirnya terbuka kecil dan bengkak akibat perbuatan Yoga. 

Dia tersenyum senang mlihat hasil kerjanya pada bibir Celine. "Kau kabur dari rumah?" tanya Yoga yang hanya dijawab anggukan oleh Celine. 

"Kau terlalu besar untuk melakukan itu." ejek Yoga sambil mengusap ujung bibir Celine dengan ibu jarinya. Celine menatap Yoga cemberut tidak setuju dengan apa yang Yoga katakan. 

"Aku butuh udara segar dan jauh dari Mama. Aku lelah Yoga." bela Celine untuk dirinya sendiri sambil mengeratkan pelukannya pada Yoga. 

Lelaki yang dipeluk mengusap punggung Celine lembut, menenangkan. Yoga tahu apa yang dialami Celine dan menurutnya, perempuan ini berjuang dengan baik. 

"Apa dia meminta sesuatu darimu?"

"Dia ingin aku bermain film komersial. Kau tahu, jenis film yang memamerkan tubuh dan sensual, sesuatu seperti itu." Celine bergidik jijik mengingat bagaimana ibunya memaksa Celine untuk mengikuti audisi dengan membohonginya. 

Dia begitu kesal kepada ibunya karena sudah 'menjual' dirinya seperti itu. Untung saja Celine sadar akan keanehan di tempat audisi dan segera pergi dari sana. 

"Bukankah karirmu lancar sejauh ini? Kurasa pendapatanmu tidak sedikit." 

Celine adalah seorang model. Dia bertubuh langsing tinggi namun masih memiliki lengkungan menggoda. Tipe tubuh yang menjadi keinginan banyak wanita dan dikagumi pria. 

Untuk wajahnya, tentu saja Celine cantik. Dengan wajah yang bisa ditutup oleh telapak tangan orang dewasa, mata bulat jernih seperti mutiara hitam, dan hidung mungil tinggi dipadu dengan bibir penuh, wajah Celine seperti pahatan patung Yunani. 

Celine terlihat seperti gadis polos dengan senyuman manis yang membangkitkan jiwa pelindung pada laki-laki.

Tipe yang berbeda dengan Bela yang memiliki wajah anggun feminin dan terlihat dewasa. Mungkin karena perbedaan umur, Celine lebih muda dari Bela.  

"Dia, ingin aku mengalahkan anak perempuan itu. Tapi, kau tahu....aku jauh lebih baik dari anak perempuan wania itu!! Anaknya hanya terkenal di kota mereka tinggal dan dia hanya menjadi model untuk produk lokal kotanya, sementara wajahku bisa muncul di kota-kota besar. Apalagi yang dia inginkan?!" 

Isak tangis Celine menyadarkan Yoga dari pikirannya akan bagaimana Bela. Dia tertegun. Berpikir kenapa dia memikirkan Bela disaat seperti ini. 

Menutupi dirinya yang tidak memperhatikan Celine yang sedang bercerita, Yoga membelai wajah Celine dan menyingkap rambut kecil yang jatuh di wajah Celine. 

Celine masih terisak kecil di dalam pelukan Yoga. Sejak kecil dia selalu menuruti keinginan ibunya dan masuk ke dalam dunia modeling yang sama sekali tidak menarik bagi Celine. 

Dia bahkan mengubur mimpinya untuk berakting di atas panggung teater karena tidak disetujui oleh ibunya dan sekarang dia bekeja keras meraup uang banyak demi ibunya tapi itu semua masih kurang. 

Celine lelah. Dia ingin terbebas dari semua tuntutan yang diberikan oleh ibunya dan disisi Yoga adalah pelarian untuk Celine.

Hanya saat bersama Yoga, dia merasa bebas dan bisa bernapas. Semua beban yang diberikan ibunya pergi begitu saja. 

Yoga mengusap punggung sempit Celine. "Mau menjadi bintang iklan untuk taman rekreasi DS?" tawar Yoga. 

"Bukankah kontrak itu sudah jadi milik Reika?" tanya Celine terkejut dengan tawaran Yoga yang tiba-tiba. Dia, tentu saja mau jika bisa. Value Celine sebagai model akan melonjak tinggi jika menjadi model DS. 

"Taman rekreasi ini memiliki banyak fasilitas dan yang paling ditonjolkan adalah kolam renangnya. Reika tidak mau memakai baju renang atau berenang, dia bilang, itu akan merusak kulitnya." 

Celine mengigit bibir bawahnya, dia tidak tahu harus menyutujui tawaran Yoga atau tidak. Dan mendengar bagaimana Reika bersikap, Celine merasa perempuan itu terlalu sombong dan bodoh.

"Kau tidak perlu khawatir. Aku yang akan mengurus segalanya dan saat DS memilihmu, itu tidak akan membuat Reika menyerangmu." 

"Kalau begitu aku mau." jawab Celine. Dia merasa lebih tenang setelah mendengar ucapan Yoga.

Walau sudah lama menjadi model dan wajahnya sering muncul tapi pamor Celine kalah dengan Reika yang sudah muncul di publik sejak kecil dan memiliki banyak penggemar.

"Kalau begitu sekarang lebih baik kita tidur." Yoga menarik selimut lebih tinggi untuk menutupi tubuh polos mereka. 

Celine menyamankan posisinya dan memejamkan matanya. Tubuhnya sudah terlalu lelah karena ulah Yoga ditambah emosinya yang terkuras karena permasalahan dengan ibunya. 

Dengan tangan kekar Yoga yang melingkar di tubuhnya, Celine merasa aman dan terlelap dengan cepat. 

Tapi ketika bangun di pagi hari, tangan itu sudah tidak ada dan Yoga pun tidak terlihat lagi di atas kasur atau di dalam kamar.

"Yoga?" panggil Celine. Dahinya mulusnya mengerut ketika tidak mendengar jawaban dari Yoga.

Dia turun dari kasur ingin mencari yoga ketika teinganya samar-samar mendengar suara air dari kamar mandi dan tersenyum lega karena tahu dimana Yoga berada. 

Celine berjalan mengambil pakaiannya yang berseakan di lantai sebelum keluar dari kamar. Dia ingin membersihkan diri di kamar mandi luar. 

Tubuhnya lengket akibat keringat dan cairan cinta semalam. 

Belum jauh Celine melangkah keluar dari kamar, ponsel Yoga berdering keras dan menghentikan langkahnya untuk melirik sesaat pada ponsel itu.

Dia tidak berniat mengangkat telepon Yoga. Apalagi itu adalah ponsel yang Yoga pakai untuk urusan pribadi. 

Membiarkan panggilan telepon itu, Celine berjalan menuju kamar mandi dan segera membersihkan tubuhnya. 

Ketika selesai dan kembali ke dalam kamar, Yoga masih belum keluar dari kamar mandi dan ponsel Yoga terus-menerus berbunyi. 

Dilema menempa Celine. Dia tidak ingin mengangkat telepon itu tapi khawatir itu adalah telepon penting. Berjalan mendkati meja kerja di kamar Yoga, Celine melihat layar ponsel Yoga menunjukan nama Lala yang diakhiri dengan emotikon bunga berwarna merah jambu. 

Dahinya kembali mengerut. Nama itu terlihat manis dan cara Yoga menyimpan kontak itu membuat Celine tidak suka. Dia menatap lama ponsel Yoga hingga akhirnya panggilan berhenti tapi detik berikutnya kembali menyala. 

Celine melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat dam tidak menunjukan ada niat untuk terbuka. Akhirnya dia memutuskan untuk mengangkat telepon itu. 

"Yo, dimana? Kok belum datang juga? Cepet ke kantor, Reika sama pengacaranya ada disini dan suasananya kurang baik." Belum sempat Celine mengucapkan apa-apa, suara di seberang sana sudah mendahuluinya.

Menjauhkan ponsel dari telinganya, Celine menatap ponsel itu. Seingatnya, ini adalah ponsel pribadi Yoga dan tidak untuk bekerja, kenapa bisa orang kantornya menelpon ke nomor ini?

Celine ingin menutup telepon itu tapi pesan yang disampaikan penting dan dia harus memberi tahu orang itu kalau dia bukan Yoga. Celine merasa serba salah.

"Halo, Yoga? Kau disana?" suara itu kembali terdengar mengejutkan dirinya. Celine menggelengkan kepalanya pelan, dia tidak bisa seperti ini.

"Maaf tapi sekarang Yoga sedang di kamar mandi." jawab Celine pada akhirnya. 

Bela, di seberang sana tertegun mendengar suara perempuan asing di telinganya. 

Irisha

Halo, salam kenal!! Aku Irisha. Terima kasih sudah mau membaca buku ini. Jangan lupa untuk masukan ke pustaka kalian agar tidak tertinggal update chapter terbarunya ya!! Happy reading~

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status