Selena melihat kota kelahirannya dari balik jendela pesawat. Jakarta masih sama seperti dulu tidak banyak berubah walau dia sudah 5 tahun tak pernah lagi datang Jakarta. "Mami kita sudah sampai di Jakarta, aku jadi penasaran dengan kotanya. Aku nanti mau nyanyi lagu Hari Merdeka,' ucap Sean dengan semangat. "Nanti aja Nak nyanyinya Mami lagi ga ingin mendengarkan lagu kebangsaan." "Mami kalau pas di Amerika bilangnya harus hapal lagu kebangsaan kok sampai di sini beda lagi sih. Mami ga konsisten"Selena hanya bisa diam, dia sedang tak ingin menjawab perkataan sean. Dia khawatir jika nanti bisa bertemu dengan Devan. Apalagi Sean bertanya kenapa dia mirip dengan Devan.Selena, Sean, Carla, dan Yesi sudah berada di bandara. Mobil jemputan dari pihak Johanson Company sudah menjemput mereka untuk ke hotel tempat mereka menginap.Sean terus memandangi kota Jakarta yang di luar ekspetasinya. Dia mengira Jakarta tidak macet, tapi ternyata sama saja dengan di Manhattan juga macet.
Selena mengadakan jumpa fans hari pertama di salah satu toko buku yang berjalan dengan sukses. Novelnya terjual dengan laris dan membuat banyak keuntungan. "Wah Bu Amira ternyata fans terbesar Anda ada di Jakarta," ujar Yesi dengan kagum. "Aduh fans apaan coba, aku ini masih penulis baru. Banyak yang lebih lama dari pada aku dan lebih terkenal," ujar Selena merendah. Sean memperhatikan keadaan di sekitarnya, dia mencari keberadaan Devan, tapi tak menemukannya. Dia merasa resah dan gelisah sendiri, dia ingin segera bertemu dengan Devan, tapi belum tahu caranya.Mungkin besok yang namanya Devan itu akan ke sini. Aku harus bertemu kalau ga bisa sia-sia semuanya. Aku harus memastikan dia ayah kandungku atau bukan. Sean berkata dalam hatinya.Hari kedua juga sama jumpa fans Selena lebih banyak lagi dari pada hari pertama. Penjualan buku-bukunya pun sudah habis 6000 eksemplar. Yohanes direktur bagian penerbitan Johanson Company datang menemui Selena secara langsung, dia ingin mengu
Devan melangkahkan kakinya menuju kerumunan orang tempat Amira berada. Tubuhnya yang menjulang tinggi membuatnya sekilas dapat melihat Amira dari kejauhan. Tiba - tiba dia mendengar lagi suara Selena, wajahnya memucat, kepalanya sangat pusing, keadaan di sekitarnya seakan berputar. Dia sangat yakin itu Selena. "Selena ada di sana, aku harus menemui Selena," ujar Devan mengerjapkan matanya. Dia sangat pusing. "Selena ... Selena ...." Tangan Devan berusaha menghalau banyaknya orang di sana.Semakin dia mendekat suara Selena semakin terdengar jelas. Andi memperhatikan Devan dari jauh, dia langsung berlari menghampiri Devan yang berjalan sempoyongan menghalau orang - orang yang ada di sana. Axel dan Ruben yang berada di dekat Selena langsung menggapai Devan yang akan hampir terjatuh. "Dev... Devan," ujar Alex langsung memapah tubuh Devan keluar dari ruangan tersebut. Andi dam Ruben juga membantu Devan.Selena tidak menyadari adanya Devan di sana, posisinya membelakangi Devan.
Betapa terkejutnya Devan saat melihat Sean ada di depan pintu dengan tersenyum manis dan melambaikan tangannya. "Kamu, anak yang tadi," ujar Devan tak percaya. "Iya aku anak yang tadi," jawab Sean. "Namamu Sean, 'kan?" "Betul sekali." "Bagaimana kamu bisa ke sini?" "Hmm... boleh aku masuk?" "Jan—"Belum selesai Devan melarang Sean untuk masuk, tapi Sean sudah masuk ke dalam apartemen Devan.Devan menghela napasnya, anak ini benar-benar membuatnya kesal. Bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa masuk ke dalam unit kamar apartemennya. "Aku harus pindah apartemen kalau begini," gerutu Devan. "Jangan pindah Om, kalau Om pindah aku nanti bingung nyari Om di mana," sahut Sean sambil duduk di sofa Devan. "Kamu keluar, aku ga suka ada tamu di rumahku," ujar Devan dengan kesal. "Iiis kejam banget sih jadi om-om. Om ga lihat aku tuh masih kecil dan banyak orang jahat di luar. Kalau aku di culik gimana?" "Bukan urusanku." "Nyesel loh Om kalau
Selena yang masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya di cctv membuat kepalanya semakin pusing. Selena melihat keadaan sekitarnya seakan berputar, dia memegang kepalanya dan jatuh tak sadarkan diri. Carla, Yesi berteriak kaget saat Selena terjatuh tak sadarkan diri di lantai. Mereka segera membawa Selena ke rumah sakit terdekat. Selena tersadar di dalam kamar rawat rumah sakit, dia memegang kepalanya yang pusing. "Bu Amira, Anda sudah sadar," ujar Carla melihat Selena dengan khawatir. "Saya sudah mencoba menghubungi Pak Yohanes perwakilan Johanson Company, tapi belum ada tanggapan Bu," ucap Yesi. "Apa yang harus kita lakukan Bu? Ini juga sudah tengah malam," ujar Carla. "Sudah ga apa- apa nanti aku yang urus Sean," ujar Selena. "Tapi, apa Anda mengenal Pak Devano Johanson?" tanya Carla curiga.Selena hanya terdiam, dia tak dapat menjawab perkataan Carla. Carla melihat wajah Selena yang tampak gusar, dia yakin Selena mengenal Devano Johanson. Sean juga memiliki
FlashbackSelena yang tidak bisa tidur terpaksa harus menemui Devan di Johanson Company agar bisa bertemu dengan Sean. Tak mungkin dia mencari Sean di kediaman keluarga Johanson. Dia memantapkan dirinya harus berani menghadapi Devan. Dia tak bisa kalau harus menghindari Devan. Carla dan Yesi sudah berada di kamar hotel Selena. "Kita ke Johanson Company," ujar Selena. "Iya Bu." Carla dan Yesi menjawab dengan serempak. "Kamu ngapain ikut-ikutan aku," ujar Carla kesal dengan Yesi. "Memang kata-kata 'iya Bu' milik kamu. Bukan, 'kan?" jawab Yesi dengan kesal juga. "Sudah-sudah ga usah bertengkar hanya karena sebuah kata. Aku lagi pusing."Yesi dan Carla terdiam. Mereka tak ingin membuat Selena marah dari pada kena semprotan. Sepanjang perjalanan Selena gelisah sendiri. Dia terus memberi sugesti pada dirinya sendiri agar berani menghadapi Devan. Lelaki yang paling menyakiti dirinya lebih dari apapun di dunia.Aku ga boleh takut. Ingat aku sudah dibuang Devan. Aku s
Selena berada di dalam kamar hotelnya, dia masih menangis mengingat semua kejadian yang menyakitkan pernah terjadi 5 tahun lalu. Sean hanya bisa diam mencoba memahami apa yang telah terjadi pada Selena dan Devan, dia juga bingung dengan perkataan Devan yang tidak mengetahui kalau mempunyai anak. Mengapa pada mengira Selena telah meninggal, dia harus mencari tahu semuanya.Devan datang ke kediaman keluarga Johanson tempat Marlina tinggal. Dia ingin menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Selena yang dikiranya telah meninggal seakan hidup kembali dan tinggal di Amerika. "Nenek di mana?" tanya Devan pada Bi Diah. "Nyonya Marlina sedang beristirahat di kamarnya Tuan," jawab Bi Diah. "Rudi, di mana Rudi?" "Pak Rudi baru saja kembali ke rumahnya Tuan." "Apa Nenek baik-baik saja? Apa Nenek ada pergi ke mana gitu?" "Nyonya Marlina kecapekan Tuan. Nyonya dan Pak Rudi baru 2 hari yang lalu kembali dari Amerika, Tuan." "Amerika? Ngapain?" "Saya kurang tahu, Tuan."Dev
Selena dan Devan bersama Carla menuju hotel, mereka akan memeriksa cctv hotel mencari Sean. Yesi menyambut mereka dengan wajah gusar, di sudah melihat cctv. "Bagaimana cctv hotel?" tanya Selena. "Sean pergi dengan sebuah mobil, Bu," ujar Yesi. "Mobil? Mobil siapa?" tanya Devan dengan penasaran. Mereka pun segera ke ruang keamanan hotel, melihat Sean keluar dari kamar Selena, masuk ke dalam lift dan bertemu seorang pria. Pria itu lalu membawa Sean dan masuk ke dalam mobil sedan berwarna merah. Devan terkejut, dia mengenal mobil itu. Itu mobil Rudi, sekretaris pribadi Neneknya, Marlina. Mereka keluar dari ruang keamanan. Selena sangat mengkhawatirkan keadaan Sean. "Aku harus bagaimana? Sepertinya Sean di culik," ujar Selena dengan wajah khawatir. "Tenanglah Lena," ujar Devan berusaha menenangkan Selena. "Bagaimana aku bisa tenang! Anakku hilang entah di bawa siapa." "Sean juga anakku bukan hanya anakmu saja." Devan tak bisa mengatakan pada Selena tentang mobil Rudi.