"Memangnya kamu nggak bisa lebih lama lagi to Fa," tanya Nenek Ningrum memandang sedih sang cucu yang sedang bersiap-siap mengajak keluarganya pulang karena besok lusa Dafa harus sudah balik ke Jakarta.
Dafa menghampiri Neneknya lalu duduk di samping sang Nenek, pria itu memeluk pundak menghibur Nenek Ningrum agar tidak bersedih saat dia harus pergi.
"Aku nggak bisa lama-lama ninggalin kerjaan aku Nek, Banyak orang yang aku tanggung. Kalau aku nggak kerja yang bayar karyawan aku siapa? Lagian aku pasti balik kesini jika aku ada waktu,"
"Tapi Nenek masih kangen sama kamu le.." ujar Nenek manja dengan raut wajah sedih.
Dafa mengulum senyum lalu menarik sang Nenek dalam dekapannya. "Aku juga masih kangen sama Nenek, sama Kakek. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus segera pergi keluar negeri."
"Nenek doain aja, agar semua pekerjaanku lancar, biar aku bisa balik lagi kesini."
"Nenek pasti doain kamu le.. Kamu ini mirip sekali dengan Ibumu, itu seba
Dafa sengaja mengajak Aya hanya mengelilingi desa tempat dia dilahirkan dan di besarkan, pria itu menunjukkan tempat-tempat di mana ia bermain, sewaktu pulang sekolah, bahkan ia juga menunjukkan sekolah SD, SMP, sampai SMAnya dulu.Aya begitu senang mengetahui kehidupan masa kecil suaminya, namun saat Dafa menanyakan kehidupannya di saat ia masih kecil.Aya terdiam, apa yang harus di ceritakan dari kisah menyedihkannya, dari dia kecil. Sudah banyak kejadian yang merubah kehidupannya hingga tumbuh besar seperti ini.Mulai dari kecelakaan yang membuatnya tak bisa bicara lagi, beradaptasi dengan orang-orang yang selalu memandangnya aneh, dan ketika remaja di saat dirinya sudah menerima takdir yang tuhan berikan, ia harus menderita lagi ketika kedua orang tuanya di ambil dari sisinya.Menyadari kesalahannya, Dafa menghibur dan berulang kali meminta maaf, sungguh dia tidak bermaksud mengingat masa lalu istrinya.Dia hanya ingin sedikit lebih tau tentang
Masuk kedalam apartemen Dafa, Aya masih diam berdiri di belakang pintu, perempuan itu memperhatikan ruangan yang hampir sama dari apartemen suaminya dulu.Bedanya hanya letak dan perabotan yang berbeda, di sini juga ada dua kamar. Namun di apartemen Dafa kamar tamu di gunakan ruangan sholat oleh pria tersebut."Kenapa? Kurang nyaman ya?" tanya Dafa kala melihat istrinya hanya diam di dekat pintu.Aya menggeleng menghampiri Dafa. "Nggak apa-apa Mas, masih nggak percaya aja. Dulu kita bersebelahan, nggak taunya sekarang aku justru tinggal di sini." kata Aya berbahasa isyarat.Dafa menghela napas, mengangguk membenarkan ucapan Aya, ia merangkul pundak Aya memandang isi apartemennya."Kamu benar sayang, dulu kalau mau ngobrol sama kamu, aku harus keluar menuju balkon itu." tunjuk Dafa pada pintu kaca menuju balkon."Yuk Ah, istirahat. Pasti kamu capek kan?" Aya mengangguk tangannya menggeret koper mengikuti Dafa yang pergi lebih dulu ke kamar me
Aya yang sedang mencuci piring, terkejut saat Dafa memeluknya dari belakang. Namun bukan pelukan biasa seperti pria itu lakukan, napas Dafa pun memburu.Penasaran ada apa pada suaminya, Aya mencuci tangannya dan berbalik badan, mengerutkan kening. Seolah bertanya ada apa, Dafa memandang Aya, menangkup wajah istrinya.Aya merasa ada sesuatu yang terjadi pada suaminya, ada tatapan cemas dan ketakutan di perlihatkan oleh Dafa.Dafa memeluk Aya erat, seolah takut jika Aya akan pergi, pria itu menghirup aroma tubuh sang istri agar perasaannya jauh lebih baik.Aya sendiri membiarkan Dafa melakukan apa yang pria itu lakukan. Dia tidak ingin bertanya ataupun menolak atas perlakukan Dafa, dia sangat yakin jika ada sesuatu yang terjadi.Dafa sendiri memang merasa gelisah dan takut, ia gelisah karena melihat kondisi Rama yang memperhatikan. Dia takut Aya yang melihatnya akan merasa kasian dan kembali pada mantan suaminya itu.Meskipun Aya sudah seutuhn
Pagi-pagi sekali Aya sudah bangun, setelah sholat subuh bersama Dafa. Perempuan itu tak tidur kembali, ia lebih memilih membersihkan apartemen suaminya.Mungkin karena Dafa tinggal sendiri dan dia juga seorang pria makanya. Apartemen tersebut sedikit tidak terurus, ada debu di bagian-bagian barang.Seperti rak buku, meja televisi, Dan juga guci-gucinya. Dafa sebenarnya tidak ingin Aya mengerjakannya, tapi karena paksaan dan ke keras kepalaan sang istri akhirnya Dafa mengizinkannya, namun dengan syarat jangan terlalu lelah.Jika sudah capek Aya harus segera menghentikan aktivitasnya, biarkan nanti dia menyewa cleaning service.Pukul setengah tujuh Aya baru saja selesai membuat sarapan, sementara Dafa masih berada di kamar sedang bersiap-siap karena akan pergi ke Cafenya.Sudah hampir dua minggu dia tidak mengunjungi tempat usahanya itu, apalagi sebentar lagi dia harus pergi ke luar negeri.Dia ingin sebelum pergi, Cafenya ada yang mengurus ag
Sore hari langit terlihat begitu cerah, secerah hati seorang pria yang sepanjang hari ini tak melunturkan senyumannya dari wajah tampannya, siapa lagi kalau pria itu bukan Dafa. Pria tersebut terlihat begitu bahagia, bahkan dia kerap kali mendapatkan ejekan dari para karyawannya, namun biasanya Dafa akan marah jika ada anak buahnya yang suka menggodanya. Lain kali ini, dia tampak salah tingkah dan terlihat semburat merah di pipinya. Sungguh seperti anak muda yang sedang jatuh cinta, tapi dia tak peduli karena memang saat ini Dafa sangat bahagia dan sedang di mabuk cinta.Dafa yang saat ini sedang berada di jalan menuju rumah, namun dia berniat untuk mampir membelikan hadiah kecil untuk istrinya.Dafa memarkirkan kendaraannya lalu menaruh helm di atas tangki motor, lalu masuk kedalam sebuah toko."Selamat datang di toko kami, ada yang bisa kami bantu." sambut seseorang di depan toko tersebut.Dafa hanya mengangguk sekali dan berjalan mengelilingi toko itu
Dafa bisa bernapas lega, sebab hingga saat ini dia berhasil membuat Aya dan Rama tidak bertemu, dan saat ini ia bersama Aya sudah berada di bandara untuk pergi ke negara inggris.Nanti setelah dari luar negeri pun dia berharap tidak akan bertemu, karena setelah dari Inggris Dafa mengajak Aya tinggal di rumah yang sudah di persiapkan oleh Tito seperti yang dia harapankan.Meskipun tidak terlalu besar dan mewah, paling tidak dia sudah berhasil membeli tempat tinggal dari hasil kerja kerasnya.Dafa menoleh memandang Aya yang hanya diam meremas tangannya, pria itu meraih tangan Aya lalu ia genggam memberi senyum terbaik untuk istrinya."Mas, perjalanan kita ke sana berapa lama?" tanya Aya menggerakkan satu tangannya."Sekitar lima belas atau enam belas jam," jawabnya, Aya tampak mendelik tidak menyangka selama itu.Dia tertunduk memandang kosong kearah lantai, selama itukah ia berada di atas awan. Selama itu pula rasa takutnya akan datang.
Tiba di Apartemen yang di sewa Tito, Ayana terpana dengan bentuk interiornya, Apartemen tersebut lebih besar dan lengkap di bandingkan apartemen milik Dafa yang ada di Jakarta."Kenapa?" tanya Dafa kala melihat sang istri diam di dekat pintu."Oh.. Tidak Mas, aku hanya kaget kenapa apartemennya mewah dan besar sekali?" Dafa mengulum senyum merangkul Aya dan di ajak duduk di sofa."Pemilik apartemen ini kebetulan teman dekatnya Tito, aku juga beberapa kali ketemu. Dia ngasih harga cukup murah, lagian semua sudah di tanggung karena aku datang kesini juga mewakili negara kita," jelas Dafa yang di angguki mengerti oleh Aya."Kira-kira Mas nanti akan membuat masakan apa?"Pria itu menaikkan bahunya. "Belum tau, soalnya tunggu instruksi dari mereka," Dafa merebahkan kepalanya di pundak Aya."Aku lelah, aku tidur sebentar ya?" Aya mengangguk membiarkan Dafa tertidur di pundaknya.Perempuan itu memperhatikan wajah damai Dafa yang sudah terlel
Sudah hampir dua minggu mereka tinggal di kota Inggris, dan dua minggu pula Aya selalu sendiri di apartemen, kadang ia berpikir. Jika tau dirinya sendiri di sini, lebih baik dia tetap tunggal di Jakartalelahnya, mengurus cafe atau restoran. Sungguh ia merasa kesepian dan bosan, Dafa selalu pulang larut malam, tidak sempat mengobrol ataupun membahas pekerjaan, ingin bertanya di pagi harinya. Aya tidak tega, sepertinya memang suaminya itu sedang sibuk. Terlihat dari raut wajah lelahnya. Tapi sampai kapan akan seperti ini, jika terus terusan seperti ini. Dia tidak betah. Malam ini Aya bertekad untuk menunggu suaminya untuk pulang, ia tak boleh ketiduran lagi. Dia sering sekali tertidur ketika menunggu Dafa pulang.Ayana berusaha terjaga ketika jam menujukan pukul sebelas malam, belum ada tanda tanda terdengar smartloockdoor nya berbunyi. Hampir saja Aya ketiduran, namun urung ketika mendengar pintu terbuka. Muncul Dafa yang terlihat melepas sepatunya. "Lho Aya, Kamu belum tidur? "