Sudah enam purnama Dewi Rukmini mengendalikan roda pemerintahan Kerajaan Sanggabumi. Perlahan perekonomian negri mulai membaik. Hujan telah terjadi di beberapa tempat. Meskipun belum terlalu deras, tapi cukup membuat dingin tanah Sanggabumi.
"Bagaimana keadaan Gusti Prabu?" tanya Dimas Bagus Penggalih pada Dewi Rukmini sore itu. Saat waktu rehat, melepaskan semua penat pikiran dan raga. Dewi Rukmini mendesah pelan. Hal yang paling menyakitkan baginya adalah jika sudah membicarakan tentang Prabu Arya Pamenang. Sosok ayah yang sangat dibanggakannya, kini harus menghabiskan waktu sehari penuh hanya di kamar. Bergulat dengan halusinasinya, bergumul dengan bayang-bayang kenangan mendiang garwa prameswari Dewi Gauri. "Belum ada perubahan, Dimas. Aku tidak tahu lagi, apa yang harus aku lakukan," jawab Dewi Rukmini denagn wajah sendu. "Tidsk bisakah Ki Sradda menguoayakan pengobatan buat Gusti Prabu?" tanya Dimas Bagus Penggalih lagi. Dewi Rukmini memggeleng. "Meskipun Ki Sradda mengatakan bahwa dia akan terus mengupayakan kesembuhan Romo, tapi gurat wajahnya seperti menyatakan bahwa Romo tidak akan pernah bisa sembuh." Dimas Bagus Penggalih terdiam mendengar jawaban Dewi Rukmini. Tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Karena dia sangat memahami perasaan wanita pujaannya itu. "Hei! Apa yang tengah kalian lakukan di situ?!" Suara hardikan menyentak kebersamaan Dewi Gauri dan Dimas Bagus Penggalih. "Tidak pantas seorang ratu berduaan dengan ksatria yang bukan suaminya maupun kerabatnya."Dewi Rukmini mengerutkan dahi. "Apa yang kamu maksud, Yunda Dewi Ayu Candra? Bagaimana bisa panjenengan mengatakan bahwa saya hanya berduaan dengan Kanda Dimas Bagus Penggalih? Sementara di sini ada Bik Nara, Ki Jagat, Ki Suro, dan Kakang Bejo," tukas Dewi Rukmini.Dewi Ayu Candra berjalan perlahan mendekati Dewi Rukmini. Bibirnya yang tipis mencebik disertai tatapan sinis yang tajam menghunjam. Sepupu Dewi Rukmini itu memang selalu merendahkan Sang Ratu. Dia selalu menganggap bahwa dirinyalah yang lebih pantas menjadi ratu, karena lebih luwes.Dewi Ayu Candra adalah putri semata wayang Pangeran Alit dan Dewi Wigati. Pangeran Alit adalah adik kandung Prabu Arya Pamenang.Saat Dewi Ayu Candra berusia lima tahun, ada bencana longsor yang terjadi di desa Kembang Arum. Sesuai titah Prabu Arya Pamenang, Pangeran Alit berangkat ke tempat bencana, diikuti oleh Dewi Wigati. Namun, naas menimpa nasib orang tua Dewi Ayu Candra. Ayah dan ibunya terseret longsor saat sedang meninjau lokasi bencana tersebut. Sejak itu, Dewi Ayu Candra menjadi yatim piatu dan sepenuhnya berada dalam pengasuhan Prabu Arya Pamenang.Kebetulan pada saat itu Prabu Arya Pamenang dan Dewi Gauri belum juga dikaruniai anak. Seluruh kasih sayang Prabu Arya Pamenang dan Dewi Gauri tertumpah seutuhnya untuk Dewi Ayu Candra. Hingga di tahun ke 10 usia Dewi Ayu Candra, Dewi Gauri tengah mengandung Dewi Rukmini."Tapi tidak selayaknya kalian berdua berbincang begitu dekat," sanggah Dewi Ayu Candra.Dimas Bagus Penggalih menghela nafas panjang. Dia tidak ingin memperpanjang masalah. Pemuda tampan putra dari Patih satu Diro Menggolo itu segera berdiri dan berpamitan pada Dewi Rukmini."Saya mohon pamit, Gusti Ratu. Saya hendak kembali ke kesatrian. Udara di sini terasa sangat panas meskipun petang sudah menjelang," sindir Dimas Bagus Penggalih. Ekor matanya mengarah ke Dewi Ayu Candra.Dewi Rukmini mengulum senyum mendengar ucapan Dimas Bagus Penggalih. "Baiklah, Kanda Dimas Bagus Penggalih."Dimas Bagus Penggalih melangkah tegap meninggalkan halaman puri istana, kembali menuju ke kesatrian. Dewi Ayu Candra dan Dewi Rukmini menatap punggung Dimas Bagus Penggalih yang berjalan menjauh."Kamu sekarang telah menjadi ratu. Kamu hsrus selalu menjaga sikap dan ucapanmu. Jangan terlalu dekat dengan Dimas Bagus Penggalih. Dia bukan orang baik untukmu," bisik Dewi Ayu Candra di dekat telinga Dewi Rukmini.Tentu saja Dewi Rukmini terperanjat mendengar bisikan Dewi Ayu Candra. Dia telah mengenal Dimas Bagus Penggalih sejak mereka masih kecil. Bermain bersama dan tumbuh besar pun bersama-sama pula. Dia sangat mengenal Dimas Bagus Penggalih sampai hal yang sekecil-kecilnya."Saya mengenal Dimas Bagus Penggalih, Yunda Dewi Ayu Candra. Dia seseorang yang sangat baik." Dewi Rukmini bersikukuh dengan pendapatnya. "Jika panjenengan tidak menyukainya, itu hak panjenengan. Dan tidak ada seorang pun yang memaksa panjenengan agar berkawan dengan Dimas Bagus Penggalih. Termasuk Kanda Dimas sendiri."Dewi Ayu Candra makin mencibir. Sudut bibirnya menukik ke bawah begitu tajam. Ada rasa perih dalam dada Dewi Rukmini melihat sahabat terbaiknya itu direndahkan."Kang Bejo, ayo kita lanjutkan latihan kita lagi. Saat pergantian waktu, semua kegiatan sudah harus dihentikan," seru Dewi Rukmini pada Bejo yang tengah duduk di serambi keputren bersama Ki Jagad dan Ki Suro.Dewi Rukmini berlari cepat menuju ke keputren. Meninggalkan Dewi Ayu Candra yang masih tetap menukikkan ujung bibirnya. Berdiri di halaman depan puri istana, layaknya orang bingung. Tak ada satu pun teman yang dimilikinya."Katanya tadi tidak ingin meneruskan latihan, Gusti Ratu?" tanya Bejo dengan pandangan bertanya-tanya.Dewi Rukmini mengibaskan tangannya. Dan berlalu begitu saja dari hadapan Bejo. Sementara itu Bik Nara tergopoh-gopoh mengikuti langkah kaki Dewi Rukmini."Ada apa dengan Gusti Ratu?" tanya Ki Jagad pada Bejo dengan berbisik. Bejo mengedikkan bahu."Ah, pasti gegara Gusti Putri Dewi Ayu Candra. Dia memang selalu membuat ulah," sahut Ki Suro."Ada Patih satu Diro Menggolo menuju kemari. Ada apa ya? Apakah berkaitan dengan kejadian yang melibatkan Dimas Bagus Penggalih baru saja?" gumam Ki Suro.Langkah kaki Patih satu Diro Menggolo telah sampai di hadapan Ki Suro, Ki Jagad, dan Bejo."Mana Gusti Ratu? Saya ingin bicara!" ujar Patih satu Diro Menggolo.Lengan Ki Suro menyenggol lengan Ki Jagad. Ada kejadian apa lagi hingga Patih satu Diro Menggolo datang mencari Dewi Rukmini di waktu istrirahatnya?***""Panggilkan Gusti Ratu. Sampaikan bahwa saya ingin menghadap karena ada hal penting yang ingin saya bicarakan." Patih satu Diro Menggolo memerintahkan Ki Suro untuk memanggil Dewi Rukmini. "Baik, Paman Patih," jawab Ki Suro. Dan bergegas menuju ke dalam keputren untuk menyampaikan pada Bik Nara soal kedatangan Patih satu Diro Menggolo. Patih satu Diro Menggolo menunggu di pendopo keputren yang berukuran jauh lebih kecil dari pendopo puri istana. Terhampar sebuah tikar dari anyaman tetumbuhan di sudut pendopo. Dan di atas tikar itulah Dewi Rukmini didampingi Bik Nara menikmati suasana malam hampir setiap hari. Tidak berapa lama kemudian, Dewi Rukmini keluar dari dalam keputren. Wajahnya terlihat segar setelah mengguyurnya dengan air yang dicampur aneka rempah dan bunga-bungaan. Aroma wangi yang lembut serasa membuai indra penciuman begitu halus.Melihat Dewi Rukmini keluar dari dalam keputren, Patih sstu Diro Menggolo segera berdiri dan bersikap takdzim. "Hatur sembah bakti dalem,
"Aku masih belum bisa menerima keputusan romomu, Kanda Dimas." Dewi Rukmini menerawangksn pandang jauh ke depan tanpa titik fokus. "Mengapa panjenengan tidak menyampaikannya pada romo?" tanya Dimas Bagus Penggalih. Matahari sore itu telah menyemburstkan wsrna merah oranye yang cukup terang. Sebuah paduan warna yang memberikan pertands alam, menurut para pinisepuh. Bahwa akan ada pagebluk. Wabah penyakit yang terjadi dalam waktu dekat. "Aku sudah menyampaikannya. Tapi memang tak ada jalan lain untuk menyembuhkan Gusti Romo kecuali sstu hal itu. Aku sudah menghubungi Ki Sradda dan menanyakannya. Dan memang harus seperti itu," ujar Dewi Rukmini. Pasetran yang ada di hadapan Dewi Rukmini dan Dimas Bagus Penggalih kini telah dingin. Tak lagi mengeluarkan asapnya yang wangi setelah 6 purnama berlalu. Enam purnama yang lalu, ketika kobaran api mengantarkan sukma Dewi Gauri menuju ke swargaloka. Dimas Bagus Penggalih tak tahu harus berkata apa. Tugasnya dalam pemerintahan hanyalah mena
Hari sakral itu telah tiba. Di bulan Kartika, saat bulan Sarat dalam kalender Saka menghadapi musim rontok. Saat di mana dedaunan mulai berjatuhan dan mengalirkan semilir angin yang sedikit lebih kencang dari sebelumnya. Dewi Rukmini duduk di bagian samping pelaminan. Berjajar sedikit lebih tinggi dari para pejabat istana. Patih satu Diro Menggolo duduk di sampingnya. Terus membisikkan kalimat-kalimat penguat hati. Sementara kursi mendiang Patih dua Doso Singo, kini ditempati oleh Dimas Bagus Penggalih. Dan Patih tiga Wira Ageng kini duduk kembali di kursi yang pernah ditinggalkannya selama beberapa bulan. "Gusti Ratu harus ikhlas. Demi negri ini. Demi kedamaian rakyat," bisik Patih satu Diro Menggolo pada Sang Ratu. Dewi Rukmini mengangguk pelan. Karena mahkota emas itu masih terasa berat bertahta di kepalanya. Seulas senyum tipis dia sunggingkan di bibir indahnya.Pandangan Dewi Rukmini mengarah lurus ke depan. Di sisi seberangnya berjajar para petinggi Kerajaan Galuh. Prabu Su
"Apa yang panjenengan lakukan itu, Ibu Dewi Laraswati?" tanya Dewi Rukmini keheranan. Sepagi ini istri batu Prabu Arya Pamenang itu sudah sibuk di halaman depan puri istana. Memetik aneka bunga yang berjajar rapi di dekat tembok pagar istana. Dewi Laraswati sontak menoleh. Matanya tajam menatap manik mata Dewi Rukmini. Dari sorot matanya terlihat jelas bahwa dia tidaklah menyukai Dewi Rukmini. "Memangnya kenapa? Aku adalah istri dari Prabu Arya Pamenang. Raja di Kerajaan Sanggabumi ini. Aku berhak melakukan apapun." Dewii Laraswati berjalan mendekati Dewi Rukmini sambil melipat kedua lengannya di depan dada. Dewi Rukmini menghela nafas panjang. "Alangkah lebih bijaknya jika ibu Dewi Laraswati menanyakan beberapa hal mengenai kebiasaan yang berlaku di istana ini. Karena banyak hal di sini merupakan kebiasaan yang ditinggalksn oleh ibu saya, mendiang ibunda Dewi Gauri." "O ya? Kebiasaan apa itu?" tanya Dewi Laraswati dengan senyum yang menyungging penuh kelicikan. "Salah satunya,
Suara derap kaki beberapa ekor kuda mengagetkan Dewi Rukmini, Bik Nara, Patih satu Diro Menggolo, dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih, yang tengah berkumpul di halaman depan puri istana membicarakan masukan dari Dewi Laraswati. Mereka saling pandang. Salah satu prajurit yang bertugas menjaga pintu gerbang istana tergopoh-gopoh mendatangi Dewi Rukmini. "Hatur sembah dalem, Gusti Ratu. Ada rombongan dari Kerajaan Galuh. Mahapatih Wiro Sayogo dan Pangeran Rangga Aditya hendak sowan beserta para pengawalnya." Prajurit penjaga pintu gerbang itu menyampaikan apa yang ditemuinya pada Dewi Rukmini. "Hah?! Mereka sudah datang? Berarti ini semua sudah direncanakan oleh Patih tiga Wira Ageng dan pihak Kerajaan Galuh. Kita telah terjebak dalam konspirasi mereka, Paman Patih," ujar Dewi Rukmini dengan mimik penuh kekuatiran. "Dan sakitnya Romo, mereka jadikan sebagai kunci." Patih satu Diro Menggolo menarik nafas panjang. "Jadi harus bagaimana, Gusti Ratu? Kita terima atau kita tolak kedatan
Tiga purnama terlampui. Masa hemanta telah beralih menuju masa sisiria, di mana kabut mulai menebal saat dini hari menjemput waktu. Selalu ada yang berganti ketika dunia memutar masanya. Dan sore itu Dewi Rukmini tengah berlatih beladiri di bawah asuhan Bejo dan Kalong. Mereka berdua bergantian mengajarkan ilmu kanuragan pada Sang Ratu. Memang ilmu kanuragan mereka berdua masih sangat jauh di bawah mendiang Ki Tunggul. Namun, tetap saja mereka masing-masing memiliki keahlian spesifik yang mampu menjadi pengapesan buat lawannya. "Saya lihat kemajuan beladiri panjenengan semakin hari semakin bertambah matang, Gusti Ratu," ujar Patih dua Dimas Bagus Penggalih kala itu. Sejatinya dia menghampiri Dewi Rukmini untuk menyampaikan laporan mengenai perkembangan Pangeran Rangga Aditya selama sepekan ini. Tapi niat itu ditundanya dulu karena dia lebih tertarik memperhatikan kegiatan latihan beladiri Sang Ratu. "Maukah panjenengan menjadi lawan latih saya, Kangmas Patih?" tanya Dewi Rukmini s
"Tolonglah, Dinda Rukmini. Aku yakin engkau pasti bisa membantuku," bujuk Dewi Ayu Candra pada Dewi Rukmini. Untuk yang kesekian kalinya. Saudara sepupu Dewi Rukmini itu memohon pada Sang Ratu.Dan untuk yang ke sekian kalinya pula, Dewi Rukmini menggeleng. "Ma'afkan aku, Yunda. Aku benar-benar tidak abisa membantumu. Tidak elok bagi seorang wanita untuk mengulurkan perhatian terlebih dahulu pada seorang pria."Dewi Ayu Candra mendengus kesal. "Kenapa kamu tidak mau membantuku? Apakah kamu iri padaku? Karena aku lebih cantik dan lebih memesona daripada dirimu?" ejek Dewi Ayu Candra.Seketika Bik Nara melihat Dewi Ayu Candra dengan mulut ternganga. Dan menyeletuk tanpa diduga, "Apakah saya perlu mengambil cermin besar yang ada di kamar panjenengan, Gusti Putri Dewi Ayu?" Bik Surti langsung membekap mulutnya sendiri yang hampir keluar suara tawanya. Ucapan Bik Nara itu membuat emosi Dewi Ayu Candra meledak. "Kamu menghina aku, Bik Nara! Kuhukum kau!" teriak Dewi Ayu Candra kalap.Dewi
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" hardik Dewi Laraswati pada Dewi Rukmini yang berdiri tertegun di hadapannya. "Nyuwun pangapunten, Gusti Putri. Dewi Rukmini ini adalah Raja di Kerajaan Sanggabumi ini Gusti Ratu kami yang harus dihormati oleh seluruh rakyat negri Sanggabumi. Tidak sepatutnya panjenengan berkata keras dan kasar pada junjungan kami, rakyat Sanggabumi," sergah Ki Suryo. Dia tidak bisa menahan diri melihat Dewi Rukmini dibentak-bentak oleh orang baru di istana Sanggabumi.Dewi Laraswati mendekati Ki Suryo dengan pongahnya. Dia tempelkan dadanya di dada Ki Suryo. Lants didorongnya dengan satu kali hentakan dada. Lelaki tua itu terjatuh terhuyung ke belakang. Nyi Suryo seketika memekik. Dia segera membantu suaminya agar tidak jatuh membentur meja panjang di belakangnya."Duh, Gusti Putri ... mohon ampun," ucap Nyi Suryo. Dia menopang tubuh bagian belakang Ki Suryo. Kepalanya menggeleng-geleng sembari mengelus dada. "Kami hanya rakyat kecil, Gusti Putri.""Makanya kamu