Kista ovarium, vonis dokter terhadap Hafsah. Membuat dunia gadis itu laksana runtuh seketika. Kista yang disebabkan endometriosis dan sindrom ovarium polikistik dan menyebabkan penderitanya susah untuk hamil.Marisa duduk diam di samping mama mertuanya yang sedang mendengarkan penuturan Bu Haji. Dia juga turut prihatin dengan apa yang dialami gadis itu. Masalah kewanitaan memang menjadi momok bagi wanita-wanita di dunia saat ini. Kecanggihan dunia medis diiringi dengan munculnya berbagai keluhan perempuan. Mereka membesuk Hafsah di malam, hari raya ketiga. Sementara Aksara memilih menunggu di luar ruangan bersama Pak Kyai."Doakan besok operasinya lancar, Bu," kata Bu Haji pada Bu Arum. "Harus di operasi karena kistanya sudah padat sebesar enam centimeter.""Pasti kami doakan untuk kelancaran pengobatan Nak Hafsah, Bu Haji. Semoga Nak Hafsah bisa lekas pulih dan jangan khawatir soal keturunan. Dulu ada teman saya yang pernah operasi kista juga bisa hamil dan punya anak. Keponakan say
Acara inti telah selesai, beberapa tetangga dan undangan dari Bu Arum berpamitan pulang. Yang masih tinggal di sana para kerabat dari kedua pengantin, rekan kerja, dan teman-teman. Mereka bersembang sambil bergantian untuk berfoto bersama. Agus yang menemani Daniel mengajak pria itu berdiri untuk foto bersama. Daniel yang semula enggan, akhirnya ikut juga dan naik pelaminan. Dia berdiri di sebelah Marisa karena Agus sudah lebih dulu mengambil tempat di samping Aksara. Akhirnya dia bisa bersanding dengan Marisa, meski hanya berfoto bersama bukan menikah. Daniel ingin menertawakan dirinya sendiri jika ingat beberapa bulan yang lalu. Saat ingin menjadikan Marisa bagian dari hidupnya.Ari yang melihat langsung merogoh ponsel dalam hand bag dan mengambil foto mereka. Di antara semua orang itu, hanya Ari yang tahu kisah Marisa dan bosnya. Bahkan Aksara juga belum mengetahuinya. Pria itu hanya tahu kalau ternyata Daniel yang ia kenal sebagai donatur yayasan adalah bosnya sang istri. Aksara
"Hu um. Pacar halu-ku," jawab Ulfa sambil nyengir. Membuat Bu Rahmi hanya geleng-geleng kepala. Dia paham yang dimaksud 'pacar halu' oleh si Ulfa. Pasti artis-artis yang suka dilihatnya di media sosial. Atau artis film yang sering dia tonton. Padahal dalam kesehariannya gadis itu belum pernah pacaran. Dekat dengan teman kuliah pun hanya sekedar teman biasa saja."Emangnya kamu udah putus sama Lee Min Ho?" tanya Marisa menahan tawa."Udah lama. Aku cari yang berbulu sekarang, Mbak.""Sstttt, Ulfa. Jaga bicaramu!" tegur Bu Rahmi dengan suara berdesis. Wanita itu memerhatikan sekeliling, tak enak kalau di dengar tuan rumah. Ulfa memang suka bercanda. Makanya rumah mereka selalu ramai oleh ulahnya dan si Najwa. Kalau Ziyan ini pendiam."Nduk, nggak usah di sapu. Biarkan saja. Besok biar di sapu sama Mbak Siti," tegur Bu Arum saat melihat Ulfa menyapu."Nggak apa-apa, Bu. Dikit lagi selesai.""Beruntungnya, Bu Rahmi. Punya anak-anak gadis yang cantik dan rajin," puji Bu Arum. Bu Rahmi ters
"Sayang, ini serius?" Aksara masih tidak percaya. Bahkan ketika Marisa puasa sebulan penuh, dia pun tidak menyadari kalau sang istri tidak haid.Dirinya terhanyut dalam suasana pengantin baru tanpa memikirkan apa itu siklus bulanan bagi perempuan. Aksara tahu, hanya tidak begitu detail memahami. Atau mungkin karena terlalu bahagia menghabiskan banyak waktu dengan istrinya.Marisa mengangguk. Aksara meletakkan testpack di atas meja. Bangkit dari duduk lantas menggendong tubuh istrinya. Kaki Marisa melingkar di pinggang Aksara. Keduanya saling pandang dan beradu kening. Untuk beberapa lama keduanya larut dalam kebahagiaan. Aksara bukan tipe pria yang pandai mengumbar kata-kata mesra. Dalam diamnya dia lebih suka menunjukkan dengan tindakan. Menatap, memeluk, mencumbu, dan menghabiskan waktu bersama di peraduan mereka."Kalau gitu kita nggak usah pergi besok pagi. Kita lihat sunrise dari balkon sini saja."Marisa mengangguk.Keduanya tersenyum. Aksara membawa istrinya masuk ke kamar. Ma
Aksara mengajak istrinya untuk makan malam di kafe yang berada di roof top hotel. Menikmati makanan, sekaligus menyaksikan pemandangan malam dari ketinggian. Hawa dingin berada di titik 12°C. Benar-benar membuat tubuh menggigil. Cangkir panas berisi kopi itu pun seolah tak terasa di kulit telapak tangan, karena teramat dingin."Dingin banget, Mas. Kita pergi ke klinik besok siang saja, ya.""Oke, Sayang!"Marisa tersenyum. Rajin banget Aksara memanggilnya 'Sayang' sesore itu. Efek kebahagiaan karena dirinya tengah hamil. Biasanya juga perhatian, tapi hanya tatapan dalam diamnya yang berbicara, bukan ucapannya.***LS***Daniel baru saja keluar dari kantor jam tujuh malam. Tadi sempat bicara dengan sang papa mengenai rencana perceraiannya dengan Shela. Oleh sang papa semua dikembalikan pada putranya. Kalau perselingkuhan sudah kelewat batas, sebagai laki-laki dia tidak menyalahkan Daniel untuk mengambil keputusan berpisah.Bagi laki-laki harga diri nomer satu. Lebih baik tidak dicintai
Bu Arum menyusut hidungnya yang berair menggunakan tisu yang disodorkan oleh Aksara. Wanita itu tidak langsung menjawab pertanyaan putranya. Diam lantas memperhatikan Aksara yang sedang menunggunya bicara.Ada yang ingin disampaikan, tapi tidak sampai hati untuk menceritakan. Aksara sedang berbahagia sekarang dan tidak ingin merusak momen kegembiraan putra dan menantunya. "Risa sudah tidur?""Ya, aku suruh istirahat, Ma.""Kalau gitu kamu ikut istirahat sana. Habis perjalanan jauh pasti capek.""Mama, ingin ngomong sesuatu padaku?"Bu Arum menggeleng. Tapi Aksara tidak segera beranjak karena ia yakin mamanya menyimpan sesuatu yang ingin disampaikan. Wajah teduhnya terlihat memendam rasa. Aksara sudah hafal di luar kepala tentang wanita yang menjadi cinta pertamanya."Apa yang terjadi ketika aku dan Risa nggak di rumah, Ma?""Mama, nggak usah nyembunyiin sesuatu," desak Aksara.Bu Arum menarik napas panjang. Mulai dari mana harus memberitahu Aksara. Khawatir juga kalau sampai Marisa m
"Aku belum ngasih tahu papi dan mamiku." Shela menggeser piring yang masih menyisakan separuh makanannya. Selera makannya hilang seketika. Tubuhnya juga kehilangan berat badan. Wajahnya tampak kurus dan tirus."Apa perlu kita ke sana berdua untuk memberitahu?""Jangan, papiku masih dalam perawatan," tolak Shela. Daniel tahu kalau istrinya hanya berdalih saja. Papi mertuanya sudah sehat. Waktu hari raya bapak mertuanya baik-baik saja. Shela yang lebih dulu meninggalkan meja makan. Pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua. Sebelum berganti pakaian, mematung lama di depan cermin meja rias. Memperhatikan dirinya dengan segenap penyesalan yang sia-sia. Namun hanya diam dan menyesali saja tidak akan membuat Daniel mengurungkan niatnya untuk bercerai. Dia harus melakukan sesuatu. Menemukan siapa perempuan itu. Yang bisa saja akan menjadi pengganti dirinya setelah mereka bercerai nanti.Lion sudah tidak bisa diharapkan lagi. Mantan kekasihnya itu tetap saja bren-gsek seperti dulu. Menyesal
Hening. Marisa telah terlelap, sedangkan Aksara masih terjaga. Menatap langit-langit kamar dengan perasaan carut marut. Bagaimana dia harus memberitahu istrinya? Takut juga jika diberitahu sekarang bakalan terjadi sesuatu dengan kandungannya.Diperhatikan wajah ayu sang istri, juga perutnya yang tertutupi selimut. Beberapa bulan ke depan perut itu akan membulat besar, genap usia akan lahirlah anak mereka. Momen yang selalu ditunggu oleh pasangan yang menikah. Dengan bangganya dia akan dipanggil ayah.Aksara beringsut turun dari pembaringan. Keluar kamar dan mendapati bilik mamanya terkuak sedikit. "Ma," panggil Aksara pelan di ambang pintu."Masuklah, Sa. Kamu belum tidur?"Aksara masuk dan duduk di ranjang sang mama setelah menutup pintu. "Bagaimana?""Besok malam sepulang kerja aku akan menemui Pak Kyai, Ma. Persoalan ini nggak bisa dibiarkan lama-lama. Aku nggak mau mengulur waktu. Khawatir saja kalau mereka mengira aku setuju. Sama sekali aku nggak punya keinginan untuk memilik