"Ibu ...." Sonya kaget dengan perkataan mertuanya yang biasanya tidak pernah marah atau pun berkata kasar pada dirinya, saat ini tiba-tiba menghinanya mandul dan tidak tahu diuntung, seketika itu juga Sonya merasakan sakit hati. "Ibu ... kenapa Ibu ngomong gitu?"
"Kamu tadi bilang kalau kamu selingkuh dan laki-laki itu lebih baik berkali-kali lipat daripada Emir," rutuk Parwati sembari menyentuh dadanya dan bernapas sedikit demi sedikit karena mulai merasakan rasa sakit bercampur sesak di dadanya.
"Bu ... nggak gitu, ini semua Emir duluan. Dia duluan yang seli—"
"Kamu nggak punya bukti aku selingkuh, Sonya!?" potong Emir cepat, dia tidak mau kalau Sonya membeberkan kelakuan bejatnya selama ini. Dia tidak mau kalau Parwati sadar kalau apa yang Sonya lakukan saat ini adalah akibat dirinya suka berselingkuh dengan wanita-wanita klub malam dan berakhir dengan Miska. Tidak, Ibunya tidak boleh tahu hal itu, ia harus selalu bersih di mata ibunya.
Sonya men
Sonya terdiam dan menatap nanar mobil ambulans yang pergi meninggalkan dirinya, ada perasaan sakit, lega, sedih dan marah saat melihat mobil itu pergi bersama Emir dan Parwati seolah menorehkan luka yang teramat dalam di hati Sonya. Dirinya bukan sakit hati karena gugatan cerai Emir, sumpah demi apa pun dia tidak peduli dengan gugatan cerai itu, bahkan sejujurnya saat ini hatinya sedang bersorak-sorai karena Emir akan menggugat cerai dirinya, sehingga ia tidak perlu repot-repot mengurus semuanya dan hanya terima beres, dia malas mengurusi birokrasi yang ada. Sonya menghela napas pelan, berusaha untuk meredam emosi dan sakit hatinya yang teramat sangat dengan kata-kata mertuanya yang mengatakan secara tidak langsung kalau dirinya hina, mandul dan yang paling membuat Sonya perih adalah kata-kata kalau Sonya adalah istri tidak tahu diuntung benar-benar membuat Sonya sakit hati, rasanya ia ingin berteriak dengan keras di telinga Parwati kalau anaknya, lah, suami tidak ta
Sonya merasakan bibir Awan yang basah dan manis menekan bibirnya, lidah Awan menyelusup dan menggelitik setiap inci mulutnya. "Kamu yakin?" tanya Awan sembari mengurai ciumannya, entah kenapa dia takut kalau seandainya apa yang Sonya ungkapkan tadi hanya pikiran sesaat dan membatalkan semuanya, hanya memberikan harapan palsu pada Awan. Awan nggak mau, dia nggak akan sanggup bila Sonya melakukan hal itu, terlalu sakit. Sonya memejamkan matanya dan mengganguk pelan, "Iya ... aku mau, aku udah nggak tahu lagi buat apa aku pertahanin pernikahan aku, Wan ... bahkan tadi ...."Sonya terdiam saat menyadari kalau Emir sudah menjatuhkan talaknya tadi, ada rasa sedih tiba-tiba menyelimuti dirinya. Bukan ... bukan karena Sonya mencinta Emir, sumpah demi apa pun Sonya sudah tidak ada rasa lagi dengan suaminya itu, tapi, Sonya merasa sakit hati karena apa yang sudah ia korbankan untuk mempertahankan pernikahannya dengan Emir tidak dianggap oleh mertuanya dan Emir den
"Ah ... Awan." Sonya menjerit saat menyadari kalau Awan sudah memenuhi mulutnya dengan putingnya, lidah Awan sudah menari dengan liar di sana menggoda bagian tubuh Sonya yang paling sensitive. Dimajukan dada Sonya, berharap Awan membenamkan lebih banyak lagi payudaranya, Sonya menjerit dan mendesah saat merasakan isapan dan gigitan kecil yang Awan berikan pada dirinya. Tangan Awan bergerak di samping Sonya, mengusap setiap inci garis tubuh wanita yang ia puja, tangan itu terus bergerak turun ke bagian bokong, Awan meremas bokong Sonya yang padat namun, lembut membuat Sonya menggerakkan pinggulnya menggesek bagian pribadi Awan. "Sonya ...," erang Awan saat menyadari satu gerakkan kecil saja sudah mampu membuat kejantanannya mengeras dengan sempurna. Lidah Awan menari di bagian payudara Sonya, melingkar dibagian putingnya dan terus naik ke bagian leher Sonya yang dingin namun, manis.Tangan Sonya menyusuk ke bagian rambut Awan dan mencengkeramnya
Sonya menggerakkan tubuhnya dengan pelan, ia merasakan tubuhnya kelelahan namun, puas dan nikmat akibat percintaan liarnya dengan Awan di sofa ruang tamunya. Matanya mengerjap dan mencari sosok Awan di sekitarnya, namun, nihil tidak ada Awan di sana.Helaan napas terdengar, saat Sonya menyadari dirinya sendirian di kamar itu, Sonya melihat sekelilingnya dan menyadari kalau saat ini ia sedang tertidur di kamar Awan dalam keadaan telanjang. Ia ingat setelah bercinta Awan mengangkat tubuhnya dan membawanya ke lantai dua rumahnya. Awan hanya menidurkan Sonya di ranjang kemudian memeluk tubuhnya sepanjang malam, tanpa melepaskannya sama sekali. Sebuah kebiasaan yang baru Sonya sadari adalah Awan sangat suka mengusap-usap pahanya, entahlah kenapa lelaki itu sangat terobsesi dengan seluruh bagian kakinya, padahal menurut Sonya semuanya biasa saja tidak ada yang spesial."Kamu udah bangun?" Suara maskulin Awan yang sensual terdengar di kamar itu.Sonya
“Emir …,” panggil Parwati disela-sela napasnya yang terdengar halus dan pendek.Emir yang sedang duduk di samping ranjang rumah sakit Parwati dengan cepat bangun dan mendekati tubuh Ibunya. “Kenapa, Bu? Ada apa?”“Emir … Ibu mohon, ceraikan Sonya,” pinta Parwati dengan suara terbata-bata dan sangat kecil, saking kecilnya hingga membuat Emir harus menajamkan pendengarannya untuk menangkap suara Parwati.“Bu … Ibu yakin? Ini Sonya, loh, wanita yang selalu Ibu banggakan dan sayang.” Emir mencoba mengingatkan Parwati betapa sayang dan bangganya Parwati pada Sonya. Emir ingat sekali, Ibunya ini sangat sayang dengan Sonya bahkan beberapa kali Ibunya ini lebih suka membanggakan Sonya daripada dirinya di seluruh acara keluraga dan kolega-koleganya. Parwati selalu mengatakan kelebihan Sonya dan menyembunyikan kekurangan Sonya. “Y-yakin,” jawab Pewati sembari menitikan air matanya, entah kenapa Parwati merasakan rasa sakit hati saat mendengar per
“Kamu yakin itu anak aku?” tanya Emir sembari menatap Miska dari atas ke bawah dengan tatapan kesal bercampur marah. Wajah Miska berubah pucat pasi saat mendengar perkataan Emir, “Maksud kamu apa? Ini anak kamu, nggak mungkin ini anak orang lain, aku cuman ngelakuin sama ka ....” Miska tidak melanjutkan perkataannya ia baru sadar kalau dia pernah melakukan hubungan badan dengan dua orang lelaki lainnya, tapi, itu juga bukan kemauannya. Itu kemauan Emir, Emir yang memintanya untuk melakukan hal sinting itu dan memang ia pun sangat membutuhkan uang dengan cepat saat itu untuk membiayai operasi Papanya. “Mikir kamu sekarang, Mis,” seru Emir sembari menunjuk dahi Miska kesal, ia dengan cepat berjalan menjauhi Miska. Ia lelah dan butuh beristirahat. “Emir tunggu kamu mau ke mana?” tanya Miska sembari berlari mengikuti Emir dengan cepat, ia benar-benar membutuhkan Emir. Siapa pun ayah biologis di dalam kandungannya, ia membutuhkan orang yang bertanggung jaw
“Kamu ....” Emir menggantungkan kalimatnya, ia kaget setengah mati dengan ide Miska, itu adalah ide yang sangat bagus dan sangat brilian. Ia tahu kalau Sonya akan mengiyakan segala-galanya karena Sonya tidak akan berani mengeluarkan bukti apa pun mengenai perselingkuhannya dengan Miska. Memang Sonya punya bukti? Tidak, Sonya tidak punya bukti apa pun, sedangkan dirinya memiliki mertuanya, Miska dan dirinya sendiri sebagai saksi atas perselingkuhan Sonya dengan selingkuhannya. Dia bisa menang dan mendapatkan segalanya. “Emir, kamu bisa lakuin itu semuanya. Aku tahu siapa selingkuhan Sonya, aku yakin dia selingkuhannya.” Miska berkata yakin, ia akan melakukan apa pun untuk membantu Emir mendapatkan apa yang ia mau karena bila Emir sudah mendapatkan apa yang ia mau, maka Miska akan memaksa lelaki di hadapannya itu untuk menikahi dirinya. Harus, Miska harus mendapatkan kejelasan status dirinya dan juga bayi di dalam kandungannya. Miska tahu ia tidak mungkin memaksa Tanu
Brak ... Brak ... Brak ....Sonya menggedor kamar mandi dengan keras, memaksa orang yang ada di dalam kamar mandi itu menyelesaikan urusannya dan keluar dari sana sesegera mungkin, ia sudah terlambat.Brak ... Brak ... Brak ....“Ya ampun, Awan mau sampai kapan kamu di dalam kamar mandi?!” teriak Sonya kesal bukan main karena Awan ternyata memiliki kebiasaan berlama-lama di dalam kamar mandi, entah apa yang dilakukan lelaki itu di dalam sana yang sampai membuat Sonya heran, bagaimana tidak Awan bisa berada di kamar mandi selama satu jam lebih hanya untuk mandi!? Ya ampun ... apa yang ia lakukan sebenarnya? Nyari wangsit?“Sebentar, Sonya,” sahut Awan sembari membuka pintu kamar mandi dan menunjukkan senyuman tanpa dosanya dan badannya yang masih memuat Sonya menahan napasnya.“Kamu ngapain, sih, di kamar mandi? Kamu dagang semen atau apa?” tanya Sonya geram sembari mendorong pintu kamar mandi lebih lebar lagi aga