Eve memandangi secarik kertas yang diberikan Tomy dan Dody kepadanya lalu memandangi kedua orang itu bergantian. Perempuan itu mendengkus kesal ketika mendengar kedua laki-laki di hadapannya tidak lagi menerima tawaran pekerjaan dari Eve.
“Saya hanya ingin mengambil keponakan saya, saya ini Tantenya berarti saya gak menculik ‘kan? Jadi preman nanggung amat siih!” cecarnya lagi.
“Maaf, Mba Eve, kami ada tawaran pekerjaan lain di luar kota, cari saja orang lain untuk bekerja dengan Mba Eve.” Tomy masih berbaik hati bicara dengan sopan pada Eve yang melipat dada di depannya dengan sikap angkuh.
“Masih banyak yang mau kerja denganku, kalian hanya tinggal mengambil dari seorang janda miskin saja tidak bisa, lemah!” Eve menghempaskan sisa uang yang dijanjikannya ke atas meja. Dody ingin sekali membentak Eve tetapi Tomy menahannya dan mengajak mereka berlalu dari hadapan Eve.
“Sudah! Jangan diladeni, perempuan itu
Hampir sepekan Rangga menghabiskan waktu di rumah sakit, Liany sama sekali tidak pulang ke rumah dan hanya mempercayakan Lilis untuk bolak balik mengambil keperluannya. Kadang Bi Inah juga datang bersamanya untuk mengantarkan makanan pesanan Liany. Bahkan Satria pun turut menginap bersama mereka. Dia hanya pulang untuk mandi, ganti baju dan berangkat ke kantor.Kabar baik pun tiba dari dokter yang merawat Rangga, putra mereka akhirnya diperbolehkan pulang. Kondisinya sudah jauh lebih membaik, semua orang senang dengan kepulangannya itu. Di rumah Bi Inah sudah menyambut mereka dengan aneka masakan. Liany begitu tergesa ingin segera pulang sehingga tidak sempat lagi mengganti bajunya, yang dikenakannya hanya baju kaos biasa dan rok plisket.“Halooo… keponakan Aunty Dora yang ganteeeeng!” seru Dora yang muncul dari pintu kamar perawatan, dia diminta Satria untuk menjemput Rangga karena tiba-tiba ada rapat penting yang harus dihadirinya.“Halo juga Aunty Dora yang cantik, mau jemput Rangg
“Ibu jangan buat keributan di rumah ini yaa! Tiba-tiba saja datang begitu saja untuk mengambil anak Liany, Ibu bisa saya laporkan ke Polisi!” ancam Dora sengit. Apapun yang terjadi Rangga tidak boleh sampai dibawa pergi oleh kedua orang ini.“Heh… tadi kan udah dibilang, jangan ikut campur dengan masalah keluarga kami!” bentak Eve pada Dora. Seketika Dora naik pitam dan mendorong bahu Eve agar menjauh dari sisi ibunya. Kesempatan itu digunakan Lilis untuk merebut Rangga dari tangan Ibu Witri, Eve melawan dan mendorong Dora hingga jatuh terjengkang.“Bawa Rangga masuk ke kamar dan kunci pintunya, Lis!” seru Liany yang menghalangi Ibu Witri yang ingin mengejar Lilis. Sementara Dora juga berusaha keras untuk menghalangi Eve yang ingin merangsek masuk mengejar Lilis.“Keluar kalian di rumah ini! Kelakuan kalian tidak beradab!” seru Dora yang mendorong Eve menuju pintu.“Kami gak akan p
Satria membopong Liany menuju kamarnya segera, tubuh istrinya terasa sangat dingin hingga Satria menaikkan selimut ke dada Liany. Wajahnya pucat dan bibirnya yang berwarna keunguan.“Sayang, bangun, ayo bangun, semuanya sudah selesai, mereka sudah pergi dari sini. Bangun, Liany.” Satria mengambil minyak kayu putih dan membalurkannya ke kaki dan betis Liany yang dingin. Dora dan Bi Inah menyusul Satria untuk melihat keadaan istri atasannya mereka itu.“Apa perlu panggil dokter, Pak Bos?” tanya Dora yang melihat Liany terkulai lemas di tempat tidur mereka.“Rangga …” panggil Liany lirih mencari bayinya. Satria yang hampir menelpon dokter Wilma segera meletakkan kembali ponselnya.“Rangga baik-baik saja, Sayang, kamu tidak usah khawatir, Rangga tidak akan kemana-mana, dia akan bersama kita selamanya, aku janji, Liany.” Satria menggenggam tangan Liany dengan erat, meyakinkan sebisanya jika p
Beberapa bulan setelah perseteruan sengit itu terjadi, situasi di rumah Liany sudah aman dan tenang. Satria mempekerjakan dua orang sekuriti di rumahnya dan menambah kamera pengawas untuk memantau keamanan. Tidak ada lagi orang-orang yang terlihat mencurigakan atau tanda-tanda keberadaan Ibu Witri dan Eve yang jahat itu.Semuanya berjalan dengan baik, Liany belajar banyak dari Karinda, sekretaris sekaligus asisten pribadi mendiang Tante Katrin sambil menunggu jadwal perkuliahan. Lilis pun diberi kesempatan untuk mengikuti kursus yang dia suka, menjahit pakaian. Liany berharap kelak Lilis tidak lagi bekerja dengan orang lain tetapi memiliki usaha sendiri dan sukses.“Gimana kursus jahit kamu, Lis?” tanya Liany di suatu sore saat mereka menenami Rangga bermain di taman rumah.“Baik, Bu. Cuma ribet bikin polanya tetep aja Lilis ketemu matematika lagi, pusyiiing Lilis Bu, kalau ketemu sama bagi, kali, kurang, tambah. Tapi Lilis
Liany memandangi wajah perempuan yang babak belur itu, bengkak, lebam, bibir pecah dan tangan yang dibalut perban. Dokter bilang jika janinnya baik-baik saja, janin itu bertahan dengan baik ditengah penyerangan yang brutal. Mata Liany menelusuri lengan perempuan yang juga bergambar tato, hidungnya bekas tindikan dan rambutnya yang berwarna merah menyala. Satria sendiri belum memperhatikan bagaimana rupa yang ditolongnya itu karena wajahnya tertutup rambut serta darah.Satria telah selesai dengan segala urusan administrasi perempuan yang ditolongnya itu lalu menyusul Liany di kamar perawatan. Tak lupa dia menelpon Lilis dan Lastri asisten rumah tangga mereka yang baru, mengabarkan jika mereka akan pulang terlambat.“Liany, bagaimana keadaan … Ohh Tuhan…” desis Satria saat melihat perempuan yang tengah terbaring dengan penuh luka nyaris disekujur tubuhnya.“Dia belum sadarkan diri, tetapi dokter bilang kalau janin yang dikandungnya
Liany memandang keduanya, semakin terasa jika suaminya itu mengenali perempuan yang baru saja terbangun itu.“Aku kira kau sudah lupa padaku, Kak,” ujar perempuan itu dengan sedikit senyum di bibirnya.“Aku memang nyaris tidak bisa mengenalimu, karena penampilanmu yang sekarang, jauh dari yang kuingat terakhir kalinya. Kenalkan, ini Liany, istriku yang telah menyelamatkan nyawamu. Dia memutuskan untuk menolongmu meskipun kami tidak mengenalimu tadi malam. Liany, ini Yelena, adikku yang kuceritakan tempo hari.” Satria memperkenalkan kedua sosok perempuan itu. Liany terperangah karena tidak mengira jika Yelena yang diceritakan suaminya tiba-tiba saja hadir di kehidupan mereka dengan cara seperti ini.“Ouh … kau sudah menikah rupanya, Kak. Selamat yaa…” binar mata perempuan bernama Yelena itu terlihat gembira menatap Satria dan Liany bergantian.“Hai Liany, aku Yelena, senang berjumpa denganmu,” u
Myla menatap ke arah jendela pesawat yang membawanya dari negeri paman Sam menuju ibukota negaranya. Di sampingnya Om Rudy masih tertidur dengan pulas. Sudah saatnya mereka kembali pada dunia nyata yang sejenak mereka ingin lupakan. Kertas yang tak ingin dibukanya saat beberapa bulan lalu akhirnya dibuka juga.Surat terakhir dari mendiang Tante Katrin saat meninggal dunia. Myla memandangi kertas itu yang dibacanya kala pesawat tengah mengudara beberapa jam. Ucapan perpisahan dan harapan-harapan mendiang mamanya ada di dalam sana.Mendiang Tante Katrin menginginkan dia dan papanya melanjutkan hidup dengan bahagia, menemukan cinta yang baru dan memulai hidup baru yang bahagia. Di tanah airnya sana, CEO baru perusahaan mamanya Demian, tengah menunggunya. Berkali-kali Demian menyatakan perasaannya dan memintanya untuk menikah tetapi Myla belum siap melepas masa lajangnya, dia merasa jika papanya masih berduka tak siap akan kehilangan putri satu-satunya.&ldquo
“Dengar, Yelena, jika kamu menyayangi calon bayimu itu hindari rokok, jaga asupan makananmu dan kamu harus benar-benar memperhatikan kondisimu. Aku lupa membelikanmu susu hamil, biar nanti Satria yang akan mampir untuk membelinya.” Liany memperbaiki selimut Yelena.“Baik, Kak, lihat aku sudah makan banyak dari bekalmu dan aku juga menghabiskan makanan yang diantar suster tadi, rasanya membuat perutku mual. Rasa mual itu yang membuatku ingin merokok,” terang Yelena.“Jangan Yelena, kalau kamu merasa mual, carilah makanan atau permen yang bisa menghilangkan rasa mual kamu.” Liany membelai kepala Yelena dengan lembut.“Kak Lia, apa Myla itu cantik dan bersikap baik kepada kakakku?”“Heh? Myla … dia cantik, juga bersikap baik, ayoolah … setiap wanita yang melihat kakakkmu itu, pasti akan bersikap baik,” ujar Liany dengan senyum lebarnya.“Kecuali aku, malah aku pernah memuk