Agung berlari menaiki tangga, dia berpacu dengan waktu sebelum Aina ditemukan oleh orang lain. Dengan mengatur napas, dia menuju lubang yang dia temukan beberapa tahun yang lalu, sebelum restauran ini mereka bangun. Agung membangun restauran ini bersama ketiga temannya masa kuliah S1, tetapi karena kesibukannya dia hanya menyerahkan pada Amran, dia hanya menanam saham dan cukup menikmati deviden hasil usaha. Amran sendiri kini telah membuka beberapa warung makan dengan konsep yang berbeda, sehingga restaurannya ini diserahkan pada menejer yang telah diangakatnya dengan seleksi yang ketat. Sehingga seluruh karyawan ini tidak tahu jika Agung termasuk pemilik restauran ini."Tolooong."Terdengar suara samar dari dalam lubang, Aina sendiri sudah kehabisan suara karena berteriak terus meminta tolong. Agung memeriksa lobang, melongokan wajahnya mengamati di bawah sana."Ada orang di dalam?"Suara Agung yang menggema dari atas, membuat Aina spontan mendongakkan wajahnya ke atas. Binar kebaha
Sudah satu jam mereka mencari keberadaan Aina tapi tak kunjung ketemu, menejer restauran bahkan memutuskan untuk menutup restauran dan fokus melakukan pencarian, semua pelayan dan karyawan restauran dikerahkan untuk menyusuri tiap jengkal tanah. Agung keluar dari gua dengan seutas tali yang membawanya masuk, dia bergegas melipir melewati jalan lain yang tidak sama ketika datang, dia melewati jalan yang lebih terjal dan sulit di tepi jurang. Beberapa karyawan sudah mencari sampai ke bukit tempat Aina terjatuh di lobang, tetapi mereka tidak melihat adanya lubang, karena tempatnya memang sedikit tersembunyi, bahkan biasanya di atas lubang ini ada sebuah saung atau pondok yang menyamarkan keberadaan lubang tersebut, hal inilah yang memicu salah satu karyawan, dia cukup heran karena pondok yang biasanya berada di sana kini tidak ada lagi. Karyawan itu dengan hati-hati memeriksa tempat itu, alangkah terkejutnya dia tatkala akan terperosok masuk lubang, untung saja dia bisa menjaga keseimb
Ketika mereka sampai di lubang, kecemasan jelas tergambar di wajah Hasan, lelaki itu yang pertama kali sampai lubang, dia langsung melongokkan wajahnya ke bibir lubang. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat ke dalamnya, di sana ada secarik kain berwarna putih dan biru, persis seperti baju yang Aina kenakan. Menejer restauran ternyata orang yang sangat cekatan, dengan cepat dia telah mengutus anak buahnya untuk membawa tangga dan seutas tali tambang, menejer itu juga sudah menghubungi ambulance. Tangga yang di bawa adalah tangga lipat yang jika di bentangkan panjangnya mencapai dua belas meter. Melihat karyawan itu menurunkan tangga, Hasan segera berancang-ancang akan masuk ke dalam lubang. "Biarkan aku saja yang masuk, oke? Kalian tunggu di sini." Semua orang mengangguk, mereka semua juga tak kalah kuatirnya dengan Hasan. "Jika mengalami kesulitan, segera minta bantuan kami," ujar Steven. Hasan tidak menanggapi perkataan Steven, dia segera melesat menuruni tangga dengan tidak s
Ketika Steven menuruni tangga, dia merasa sesak. Hati dan pikirannya benar-benar kacau mendengar Hasan mengatakan jika Aina dianiaya seseorang. Ingatan lelaki itu langsung tertuju pada sosok Agung, lelaki yang mengaku temannya itu, dulu juga ingin mencelakai Aina. Steven mengedarkan pandangan, dia tidak melihat sosok Agung di manapun. Ketika sampai restauran, dia melihat Melanie dan Laura yang berdiri menunggunya. "Mana Agung? Kau melihat Agung?" Steven tidak berbasa-basi lagi menanyakan hal itu pada tunangannya sekaligus adik temannya itu. "Dia tadi terluka, makanya pulang duluan untuk mengobati lukanya," jawab Melanie "Kenapa dia terluka?" Steven tidak bisa menyembunyikan rasa curiga di matanya, dia menatap tunangannya dengan tatapan tajam. "Ketika mencari Aina dia tersandung akar pohon dan terjatuh ke jurang situ," ujar Melanie menunjuk ke arah yang ditunjuk Agung sebelumnya. "Oh ya? Ke mana perginya dia?" "Katanya dia akan pulang setelah mengobati lukanya." "Dasar, bajing
Ketika kesedihan tengah melanda Hasan dan Steven, Fendi datang menenteng koper Aina yang berisi pakaian gadis itu dan suaminya. Melihat Fendi datang, Hasan segera membuka koper dan mengambil sebuah kaos oblong hitam untuk dikenakannya. Steven sendiri langsung duduk di bangku tunggu sambil menunggu konfirmasi pihak kepolisian yang akan mengecek lokasi tempat kejadian perkara.Aina segera dipundah ke ruang perawatan VIP sesuai pesanan Hasan, lelaki itupun segera masuk ruang perawatan dan mengunci pintu untuk membersihkan tubuh istrinya. Lelaki itu sudah menerima sebaskom air hangat untuk mengepel tubuh istrinya. Dengan perlahan lelaki itu membuka satu persatu yang dikenakan wanita itu dan menutupinya dengan selimut.Setiap inchi kulit Aina, Hasan lap dengan perlahan, bahkan noda darah yang menempel digosoknya dengan pelan. Dia menggosokkan sabun mandi secara tipis dan merata, kemudian membilasnya memakai handuk basah hingga permukaan kulit istrinya bersih semua. Selanjutnya lelaki itu m
"Dari mana kau tahu jika Aina sudah dijamah lelaki lain? Apakah ini ulahmu? Tidak ada yang tahu kondisi istriku selain aku, dokter dan Steven, dari mana kau tahu? Jawab aku!"Nirmala surut ke belakang, amarah Hasan tidak lagi bisa dibendung sekarang, wanita itu tidak pernah Hasan semarah ini, dulu dia sempat marah ketika mengetahui dia tidaklah suci lagi, tetapi dia hanya berkata dengan nada dingin, sementara sekarang dia berani membentak, mungkin juga akan mencekiknya."Aku mendengar semua itu ketika kau berbicara di ruang UGD tadi, maaf aku menguping pembicaraanmu dengan dokter. Aku tidak tahu apa-apa tentang pria yang telah menghancurkan istrimu, aku tidak tahu apa-apa"Nirmala tidak mau mengambil resiko, wanita itu langsung kabur dan berlari tunggang langgang, Hasan sebenarnya ingin mengejar wanita itu dan memberinya sedikit pelajaran, namun mengingat waktu yang semakin senja, sementara dia belum juga menunaikan salat ashar, dia membiarkan wanita itu berlalu dan memilih menjalanka
"Mana? Biar Ayah yang ngomong," ujar Dave. Nur segera menyerahkan gagang telpon pada suaminya, wanita itu terus menatap suaminya, mencuri dengar apa yang anak dan suaminya bicarakan. "Dito ...." "Ayah!" "Ada apa, Nak? Ada apa dengan kakakmu?" "Ayah, tadi kami makan di restauran alam, kami makan di sebuah saung, waktu itu kak Aina pergi ke toilet, dia tidak kembali-kembali sampai satu jam kami mencari keberadaannya, akhirnya dia ditemukan di sebuah lubang, keadaannya sangat parah, dia bahkan sampai sekarang tidak sadarkan diri. Kata Abang Hasan sama Bang Steven, kak Aina dicelakai orang, ada yang menganiayanya." "Di mana sekarang Steven dan Hasan?" "Aku ini diam-diam menelpon Ayah, Bang Steven bahkan melarangku menelpon Ayah jika belum jelas permasalahannya." "Ya, sudah. Ayah dan Mamakmu akan segera ke sana, kau jangan cemas." "Baiklah." Dave segera menutup panggilan telepon, Nur masih saja di sampingnya meminta kejelasan. "Apa yang Dito katakan?" "Cepat berkemaslah, kita ak
Ketika Aina sadar, jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Kedua orang tuanya sudah tiba di rumah sakit sejak jam sepukuh malam, namun Hasan memesankan penginapan di depan rumah sakit, walaupun Nur ngotot ingin menemani Aina hingga sadar, namun Hasan mampu meyakinkan mertuanya agar istirahat dulu di losmen. Jika Aina sadar, lelaki itu berjanji akan langsung mengabarinya.Aina mengerjapkan matanya berulang-ulang untuk memulihkan kesadarannya. Gadis itu memindai tiap jengkal tempat itu, dia tidak mengenali di mana sekarang dia berada. Gadis itu menatap sesosok yang sangat dekat di hatinya tengah tertidur di atas sofa. "Di mana ini? Apa di kamar villa? Kenapa Bang Hasan tidur di sofa?" gumamnya.Aina berusaha bangkit dari tidurnya, dia menegakkan punggung berusaha untuk duduk. Tetapi tiba-tiba kepalanya sangat sakit."Auh, kenapa kepalaku sakit?"Ketika dia berusaha untuk memegang kepalanya, tangannya juga terasa sakit karena tusukan jarum infus."Apa ini? Kenapa tanganku diinfus? Apa aku