Ketika Aina sadar, jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Kedua orang tuanya sudah tiba di rumah sakit sejak jam sepukuh malam, namun Hasan memesankan penginapan di depan rumah sakit, walaupun Nur ngotot ingin menemani Aina hingga sadar, namun Hasan mampu meyakinkan mertuanya agar istirahat dulu di losmen. Jika Aina sadar, lelaki itu berjanji akan langsung mengabarinya.Aina mengerjapkan matanya berulang-ulang untuk memulihkan kesadarannya. Gadis itu memindai tiap jengkal tempat itu, dia tidak mengenali di mana sekarang dia berada. Gadis itu menatap sesosok yang sangat dekat di hatinya tengah tertidur di atas sofa. "Di mana ini? Apa di kamar villa? Kenapa Bang Hasan tidur di sofa?" gumamnya.Aina berusaha bangkit dari tidurnya, dia menegakkan punggung berusaha untuk duduk. Tetapi tiba-tiba kepalanya sangat sakit."Auh, kenapa kepalaku sakit?"Ketika dia berusaha untuk memegang kepalanya, tangannya juga terasa sakit karena tusukan jarum infus."Apa ini? Kenapa tanganku diinfus? Apa aku
Ketika pagi tiba, sakit kepala Aina sudah berkurang, bahkan tidak merasakan sakit lagi. Hasan segera mengabari kedua mertuanya, mereka langsung menemui anak mereka. Hasan sudah menceritakan jika Aina tidak ingat dengan kejadian yang menimpanya, namun bukti visum dan sperma serta darah yang ada di TKP cukup membuktikan siapa pelakunya walaupun Aina tidak ingat dengan kejadian itu.Ketika pihak kepolisian datang untuk meminta keterangan korban, pihak kepolisian mengatakan demikian karena korban tidak bisa memberi keterangan. Pihak kepolisian juga memberi tahukan siapa tersangka dalam kasus tersebut. Setelah Hasan mengetahuinya, lelaki itu cukup berang, dia ingin segera menemukan lelaki brengsek itu dan menghajarnya sampai mampus.Dave cukup mampu mengendalikan situasi, dia memberitahukan Hasan tidak perlu mengkuatirkan hal tersebut, Hasan juga tidak berani marah dihadapan istri dan mertuanya, dia harus menjaga perasaan istrinya, agar tidak tahu apa yang telah terjadi padanya."Mamak, Ay
"Men ... Menur?""Iya, Kang ... Ini aku Menur." Bulir bening mengalir ke pipi Nur. Pri paruh baya di depannya perlahan mendekati Nur, dia menatap wanita itu dengan seksama, wajahnya menyiratkan rasa tidak percaya."Sudah lebih tiga puluh tahun, kenapa kah baru kembali sekarang, Nur?""Kang ... Banyak yang kualami di luar sana, aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk ke sini, maafkan aku, Kang ....""Sapar!" panggil Parman pada pemuda yang mengantar Nur tadi."Iya, Pak Kades?""Tolong panggil semua keluarga saya, adik-adik saya ke sini sekarang!""Baik, Pak Kades."Mendengar perintah kades-nya kelima motor yang mengantar Nur segera pergi berpencar untuk memanggil semua keluarga Kades. Parman juga memanggil istrinya yang tengah sibuk memasak di dapur dengan berteriak."Ada apa to, Mas?""Ini, ini ...." Parman hanya mampu menunjuk ke arah Nur dengan jari gemetar."Oalah ada tamu? Kenapa gak langsung di suruh masuk? Mari Bu, Pak ... Masuk dulu.""Yu Nuning ...," panggil Nur perlahan.
Rencananya keluarga Aina akan berada di kampung halaman ibunya selama dua hari, Hasan hanya mengambil cuti selama seminggu, sementara sudah dihabiskan waktu selama tiga hari. Mereka menginap di rumah Parman, walau dengan fasilitas seadanya mereka tidak masalah. Walau Dave orang kaya, ketika kunjungan ke daerah terpencil dia juga sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Anak Parman ada tiga orang dan sudah berkeluarga semua, mereka berprofesi sebagai petani dan peternak. Sementara anak Pardi juga sudah berumah tangga. Anak parmi juga tiga orang, yang dua sudah berkeluarga, satunya masih gadis bernama Laras. Sementara anak Darmi ada dua orang masih SMP dan SMA. Darmadi sendiri anaknya dua orang masih SD dan SMP. Dari semua saudara Nur, hanya Parmi yang nasibnya kurang beruntung. Suami pertama Parmi menceraikannya ketika Parmi memiliki dua anak, alasan suaminya menceraikan karena Parmi membesarkan adiknya Darmadi yang menurut mantan suaminya terlalu membebani. Sementara suami keduany
Sementara itu di sebuah hotel di kota Samrinda, seorang lelaki tergeliat bangun, dia merenggangkan tubuhnya, sudah tiga hari dia melakukan pelarian dari kejaran polisi, nanti siang dia akan melakukan perjalanan darat ke Sabah, Malaysia. Dia tidak mungkin melakukan perjalanan lewat udara, karena namanya sudah ada DPO di bandara-bandara seluruh Indonesia.Sialan, memang. Niatnya ingin membuat Aina dan Hasan berpisah, namun sampai saat ini kata orang suruhannya, Hasan belum juga menceraikan Aina, hubungan mereka malah tambah mesrah. Sementara dia, menjadi buronan polisi. Ketika dia bangun, ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Namun dia abaikan karena dorongan untuk buang air kecil sangat kuat. Rasa sakit yang luar biasa diantara selangkangannya dia abaikan. Namun di toilet, ketika dia mengeluarkan alat vitalnya untuk membuang air kecil, selangkangannya diperban, dia segera membuka perban tersebut, alangkah terkejutnya dia, ternyata benda pusaka miliknya sudah tidak ada lagi, sudah terp
Ketika Aina membuka mata, semua orang sedang berbincang dengan dokter di luar. Dia merasa tidak asing dengan tempatnya sekarang, belum lama ini dia juga berada di tempat seperti ini, sebuah bangsal rumah sakit. Bedanya sekarang masih di UGD. Kepalanya terasa sakit, dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Sebuah bayangan melekat erat di kepalanya, seringai mengerikan seorang pria. Mengingat itu tiba-tiba tubuh Aina gemetar ketakutan. Dia berharap semua ini hanya mimpi buruk yang datang di saat tidak tepat, namun semakin dia ingin meyakinkan diri bahwa ini hanya sekedar mimpi ternyata ingatannya semakin menajam, setiap detil kejadian di gua perlahan-lahan datang kembali di kepalanya. Gadis itu beringsut duduk dengan memeluk kakinya, dia ingat sekarang ... Ingat betul-betul, bagaimana dia mendapatkan luka di kepalanya. Air mata tidak bisa ditahannya, dadanya terasa sangat sesak, setelah dia membenturkan kepala ke batu cadas itu, dia tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya. Namun,
Mobil SUV sport yang dikendarai Fendi meluncur mulus di jalan aspal, keenam penumpang di dalam mobil tidak ada yang bersuara seperti waktu kedatangan mereka ke sini, Aina duduk di bangku paling belakang bersama Nur, sedang Dito dan Dave di bangku tengah. Hasan sendiri duduk di sebelah Fendi, dia bermaksud menjadi supir cadangan jika Fendi kelelahan, namun melihat situasi saat ini, dia sendiri tidak akan bisa fokus menyetir. Berulang kali dia menolehkan wajahnya ke belakang, walau Aina tidak terlihat dengan jelas, namun waktu di rumah sakit tadi cukup membuat lelaki ini shock, istri yang sangat dia cintai menolak sentuhannya bahkan menolak berbicara dengannya. Hatinya sangat teriris ketika dia berkata pada ibunya dengan perkataan yang terbata-bata. "Mak ... Mamak ...." "Ai, katakan pada Mamak, apa yang Ai rasakan?" "Rasanya ... sakit, Mak. Aku ... Aku ingat semuanya. Luka ini ... Ini bukan karena aku jatuh, aku memang jatuh ke sebuah lubang, tetapi ... Ada orang yang telah meno ..
Aina dan Hasan sampai di kamar mewah yang disediakan Dave, gadis itu cukup tercengang melihat fasilitas yang ada di dalam kamar, lebih mewah dari kamar hotel bintang lima yang pernah dia tinggali ketika Steven bertunangan dengan Melanie."Abang pernah datang ke rumah ini sebelumnya?" Mendengar istrinya berbicara untuk pertama kalinya sejak dia ingat kejadian yang dilaluinya membuat Hasan begitu senang, dia langsung merangkul pundak istrinya dan mendudukkannya di tepi ranjang."Pernah, sekali. Waktu pertama kali melobi mister Duke atas rekomendasi dari profesor Kuncoro.""Tapi kenapa malah kerjasama dengan mister Dave?""Mister Duke terlalu sibuk mengurusi perusahaan, lagi pula yang lebih tertarik justru ayahmu.""Melihat rumah ini, ayahku ternyata sangat kaya.""Kau anak orang kaya, sudah pasti kau juga ikut kaya, Sayang.""Yang kaya itu ayahku, aku hanya memiliki properti warung bakso, itu juga atas pemberian Abang.""Kau memiliki separuh saham di perusahaan sawitku, ayahmu yang mem