Share

Dia Anakku, Bu!
Dia Anakku, Bu!
Penulis: Famian

BAB 1 (SIFAT ASLI)

Bab 1

"Mas, kapan kita pindah ke kontrakan lagi ? Lagian usia Alea sudah mau 2 bulan, bisa kita bawa pindah juga."

Aku yang pagi itu sedang mempersiapkan kebutuhan mas Aldi yang hendak berangkat bekerja.

"Nanti mas bilang dulu sama ibu ya."

Selalu itu jawaban mas Aldi. Mungkin hanya perasaanku saja, sebagai kepala keluarga dia tidak tegas.

Setelah itu suamiku pamit bekerja. Karena jarak dari rumah ibu mertua ke tempat kerja mas Aldi yang lumayan dekat, dia selalu berjalan kaki.

"Anisaaa.... Niss... Cepetan sini !"

Suara ibu mertua terdengar keras, padahal telingaku masih sangat normal. Aku yang sedang menyantap sarapan gegas mencuci tangan dan menghampiri bu Rani, ibu mertuaku.

"Iya bu, ada apa ? maaf barusan Nisa lagi didapur."

"Kamu tuh ya, saya panggil-panggil dari tadi mbok yo cepetan samperin. Ini lo Alea mau saya bawa belanja ke pasar, gantiin bajunya, saya mau siap2 dulu."

"Loh bu, alea masih tidur. Lagian Alea masih kecil bu, masa diajak desak-desakkan ke pasar."

"Udah gak usah banyak protes, saya tau mana yang baik dan yang gak baik untuk cucu saya."

Ibu berkata dengan penuh penekanan.

Aku yang kaget melihat perubahan sikap ibu mertuaku hanya bisa melongo.

Ya, sewaktu Alea masih dikandunganku, ibu mertua sangat perhatian, bahkan aku di anggap seperti anak kandungnya sendiri.

"Sudah cepet sinikan cucu saya. Lama banget."

Ibu mertuaku membawa anakku hanya menggunakan kain jarik. Aku hanya menurut tanpa bisa membantah perkataan ibu.

Jam sudah menuju angka 10, namun tidak ada tanda-tanda ibu dan Alea pulang. Aku yang sangat khawatir hanya bisa menunggu didepan gerbang rumah, terlebih sudah hampir tiga jam Alea tidak menyusu.

"Yaa Allaah.. Alea., maafin mama nak, seharusnya mama gak izinin nenek bawa kamu."

Tak lama terdengan deru motor di depan gerbang, gegas aku membuka gerbang dan mendapati Alea yang tengah lelap tertidur dipangkuan ibu mertua.

Namun sekilas aku melihat ibu memegang botol susu yang sudah hampir habis ditangannya, ah nanti akan aku tanyakan perihal susu botol. Aku mengambil Alea dari pangkuan ibu dan membaringkannya dikamar.

Melihat ibu masuk ke kamarku, akupun menanyakan soal botol susu.

"Bu, Alea gak rewel ya.. biasanya setiap dua jam sekali Alea nangis minta mimi ?." Ucapku dengan nada sopan bertanya basa-basi pada ibu.

"Yo nggak lah. Ibu sudah kasih dia tadi susu botol. Tadi ibu mampir ke rumah wa Susi, ibu suruh belikan dot sama susu formula. Kasian cucu ibu kelaparan."

Deg...

Dengan bangga ibu mertuaku berkata tanpa memikirkan perasaanku sebagai ibu kandungnya.

"Loh bu, asi ku lancar, kenapa ibu kasih Alea sufor ?."

"Heh nisa, sudah untung ya saya mau ngurus anakmu, lagian saya beli sufor gak pake duit kamu. Lagian badan kurus aja sok2an mau n3te'in cucu saya. Saya gak mau cucu saya kurang gizi macam kamu !."

"Astagfirullah bu, maksud Nisa gak seperti itu, Nisa hanya gak mau nanti Alea keterusan sufor, uang darimana bu, sedangkan gaji mas Aldi selalu habis untuk membayar hutang2 ibu."

"Ya kamu juga kerja dong. Jangan jadi perhitungan, Aldi anak saya, sudah seharusnya berbakti. Dan kamu Nisa, ngapain leha2 dirumah. Biar Alea ibu yang urus",

Entah apa yang ada difikiran ibu mertuaku, luka sehabis persalinan masih terasa, dengan mudahnya menyuruhku kembali bekerja. Padahal setiap hari aku selalu bangun subuh untuk membantu pekerjaan rumah.

"Tapi bu, Alea masih kecil, masih perlu dekat dekat ibu kandungnya, asiku juga de.... " Dengan tatapan tajam, ibu mertua memotong pembicaraan.

"Udah gak usah banyak mbantah, Alea biar jadi urusan ibu, besok ibu bilang sama bapak biar dimasukan kerja ditempat bapakmu kerja."

"Tapi bu, Nisa harus bilang dulu sama mas Aldi."

"Biar ibu yang bilang sama Aldi. Kamu tinggal siapkan lamaran kerja saja."

Sebenarnya apa rencana ibu mertuaku.

...

Akhir pekan pun tiba. Aku berencana mengajak mas Aldi dan Alea jalan-jalan pagi di taman tak jauh dari rumah. Alea sudah ku5usui dan ku dandani. Saat sedang meletakkan Alea kedalam stroller, ibu mertua menghampiri.

"Mau bawa Alea kemana kalian pagi2 gini ?." Tanya ibu mertuaku penuh selidik.

"Nisa pengen Jalan-jalan sebentar katanya bu, ke taman depan sana." Ucap suamiku

"Yasudah kalian berdua saja sana jalan-jalan. Alea gak usah kalian bawa. Gayanya kayak punya duit aja sok2an pengen jalan-jalan." Ibu mertua setengah berbisik tapi masih bisa kudengar. Apalagi sorot matanya tak henti menatap tajam dan penuh selidik ke arahku.

"Gak apa2 bu, lagian Alea sudah nisa kasih mimi, ini pakai stroller kok bu jadi alea akan nyaman." Ucapku.

"Kamu tuh ya Nisa jawab aja kalo dibilangin. Kamu lihat istri kamu Aldi, bantah aja ucapan ibu."

"Alea gak usah dibawa ya dek, biar sama ibu saja."

Bukannya bersikap tegas, suamiku malah mengiyakan permintaan ibunya.

"Loh mas, aku gak mau kalo gak bawa Alea." Dengan kesal kudorong stroller meninggalkan mas Aldi dan ibu mertuaku melewati gerbang tanpa menghiraukan teriakan ibu mertua.

"Dek.. dek... Tungguin mas dek.. "

Suasana pagi ditaman komplek ini ramai oleh pedagang jajanan dan ada sebagian yang memanfaatkan taman dilokasi ini untuk sekedar jalan-jalan menikmati jajanan bersama keluarga mereka, dan pastinya tak seramai keadaan pasar yang tidaklah aman jika membawa bayi sekecil ini berdesakan disana.

"Lain kali jangan gitu lah dek sama ibu, ibu tuh sayang sama Alea. Maklum kan Alea cucu pertama di keluarga mas." Dengan nada pelan suamiku menceramahiku.

"Mas lagian kita kan bawa Alea gak jauh dari rumah. Alea juga sudah kenyang ku5usui, ibu mu saja yang sepertinya ingin menguasai Alea."

Ya, memang Alea cucu pertama di keluarga mas Aldi, namun tak sepantasnya ibu mertua bersikap sedemikian hingga tak memikirkanku ibu kandungnya.

"Ibu tuh sayang dek sama Alea. Gak mungkin ibu seperti itu. Sudah, lain kali manut aja kata ibu."

"Ko gitu mas ? Apa mas tau kemarin ibu bawa Alea ke pasar ? Apa mas gak bisa bayangin ibu desak2an dipasar sambil gendong Alea ? Hampir tiga jam mas, ibu bawa Alea. Sedangkan waktu itu Alea masih tidur, selama 3 jam Alea gak mimi. Tau2 udah ibu kasih sufor tanpa sepengetahuan Nisa."

Unek-unek hari kemarin seketika ku keluarkan. Entah apa yang ada difikiran mas Aldi sekarang, dengan ekspresi yang entah sepertinya terkejut karena baru kali ini aku berbicara dengan nada agak dinaikkan.

"Satu lagi, apa mas tau, ibu menyuruh Nisa kerja dipabrik tempat bapak bekerja?."

"Soal itu, ibu sudah bilang sama mas semalam. Mas sih terserah kamu, lagian Alea ada ibu, masalah sufor nanti biar pakai uang ibu dulu, pas kamu gajian baru bayar sama ibu. Kamu kan tau sendiri, gaji mas buat nyicil hutang ibu yang dia pinjam untuk biaya lahiran Alea."

"Jadi mas setuju sama ibu ? Aku gak mau Alea ngerasa jauh dari ibu kandungnya mas."

Tak habis fikir dengan jalan fikiran suamiku. Terlihat dia mendukung sepenuhnya keputusan sang ibu. Setiap perintahnya tak pernah ia bantah. Aku faham, surga anak lelaki masih pada ibunya. Tapi dia juga harus faham, setelah berkeluarga ada kewajiban yang harus ia tunaikkan juga.

"Baiklah mas, Nisa akan kerja. Tapi ingat, sampai hutang2 kita sama ibu lunas. Setelah itu, Nisa akan bawa Alea pindah ke kontrakan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status