Ibu masuk ke rumah karena sudah tak tahan dengan sindiranku. Acara belanja sayur pun bubar.Di rumah ibu langsung mengomel."Bisa enggak kamu kalau ngomong sama orang jangan suka nyindir-nyindir begitu?""Siapa yang nyindir? Perasaan Ibu aja kali itu mah, makanya jangan suka punya pikiran buruk sama orang atuh, Bu, hidup jadi gak tenang," balasku santai sambil sibuk memencet remot televisi."Awas aja kau Ranti!" Ibu menghentakan kakinya lalu pergi ke dapur dengan wajah kesal.Aku terkikik sendiri.***Esok hari.Seseorang memencet bel berkali-kali."Siapa sih yang bertamu? Gak sabaran banget."Kreet."Suci?" Aku langsung mengerutkan kening saat melihat Suci yang datang.Kenapa anak ini mendadak datang? Bukannya dia lagi di Surabaya?"Ngapain ke sini?" tanyaku ketus."Kok Kak Ranti nanya gitu? Ya jelas aja Suci ke sini kan ibu ada di sini," jawabnya memelas.Aku menjebik lalu melipat kedua tangan di dada.Males banget kalau ibu udah ada partner nya udah pasti mereka bakal sering bikin
"Enggak, enggak gitu Ran, maafkan Suci ya Ran, dia itu emang gitu omongannya suka ngasal, tapi sebetulnya Suci ini sayang kok sama kamu."Aku memalingkan wajah. Ibu cepat menyikut si Suci."Ayo minta maaf," bisik Ibu.Suci menggeleng."Minta maaf gak? Atau Ibu juga akan usir kamu."Suci menarik napas berat, kutengok ia sudah menundukan kepalanya di dekatku."Maaf," katanya pendek.Aku menjebik."Minta maaf yang bener Suci," geram Ibu bicara dengan suara yang tertahan.Suci mendengus kesal, ibu melotot ke arahnya."Iya iya, Suci minta maaf, Kak," ucapnya kemudian."Minta maaf buat apa? Supaya kalian aku izinkan tetap tinggal di sini?" tanyaku ketus."Kalau kami tidak tinggal di sini lalu mau tinggal di mana lagi, Nak." Ibu memelas, aku sampai terkejut mendengar dengan lembutnya ibu bicara padaku.Pasalnya selama aku menikah dengan bang Ridho tak pernah sekalipun aku dipanggil 'Nak' dan tak pernah sekalipun juga ibu bicara lembut padaku.Aku selalu dianggapnya benalu, istri yang sudah m
Bergegas aku membuka pintu kamar."Nih sapo tahu nya." Ibu menyodorkan semangkuk sapo tahu padaku.Aku diam, kuteliti dengan baik mangkuk itu."Kenapa? Kok diem?""Kenapa harus dibawa ke sini?" Aku balik bertanya.Ibu menelan saliva, wajahnya mendadak pucat."M--maksudnya biar kamu cepet makan.""Bawa aja ke bawah nanti Ranti turun."Mau tak mau akhirnya ibu kembali membawa sapo tahunya ke bawah dan aku juga mengekor di belakangnya."Eh sini Ran, sini, duduk." Ibu sibuk menarik kursi makan saat aku datang.Di sana Suci tengah dengan tenang melahap makanannya."Nih sapo tahu nya, kamu pasti suka, ayo dimakan," kata Ibu lagi.Aku melirik sekali lagi ke arah ibu dan Suci.Sebetulnya untuk apa mereka memasukan obat tidur padaku? Astagfirullah bisa saja mereka berniat menggeledah kamarku dan mencari surat-surat rumah ini.Mereka berambisi menguasai rumahku 'kan? Bedebah."Kenapa Kak Ranti malah lihatin Suci? Dimakanlah, tadi 'kan Kak Ranti yang minta dibuatin sapo tahu," ketus Suci.Aku me
"Kenapa Ibu pucat? Apa jangan-jangan bener ya?" tanyaku lagi tanpa jeda.Ibu menggeleng cepat."Mungkin si Suci kecapekan karena udah pergi seharian ke pasar," jawabnya cemas. Kening ibu mendadak basah oleh keringat dingin."Ah masa? Tapi kok si Suci tidurnya kayak orang kena obat ya?" sindirku lagi, ibu makin tersesak-sesak memegangi dadanya."Hati-hati loh Bu, pemakaian obat tidur berlebihan bisa menyebabkan tidak sadar lagi seumur hidup." Aku berbisik di telinganya. Ibu yang sedang panik makin ketakutan."Apaan sih ngaco aja kalau ngomong.""Dih kalau gak percaya tanya aja sama dokter."Ibu makin cemas, ia berusaha membangunkan anaknya berkali-kali. Sementara aku memilih pergi."Ci Suci bangun hei Suci, masa kamu gak mau bangun lagi sih?"Aku terkikik di tangga. Puas rasanya bisa memberi mereka pelajaran meski entah kapan mereka berubahnya.Aku masuk dalam kamar, bosan juga rasanya tak ada Bang Ridho di rumah, aku jadi kesepian meski ada dua brekele yang selalu bikin ulah.Kubanti
Tapi tidak, aku tidak boleh ragu-ragu pergi ke kantor polisi, dengan bantuan layar monitor cctv di ponselku aku akan terus memantau gerak-gerik mereka dan memastikan mereka tak banyak bertingkah di dalam rumahku.Pukul setengah 9 aku sampai di kantor polisi, segera kuberikan bukti rekaman suara Suci yang ada di dalam ponselku itu."Baik, Bu, kami akan segera melakukan penangkapan dan pemeriksaan pada terduga.""Baik, Pak, saya tunggu, terduga ada di rumah saya sekarang dan dia berniat terbang ke Surabaya siang nanti," ujarku lagi.Petugas polisi mengangguk paham.Aku kembali bangkit saat sudah menyelesaikan urusanku. Di koridor kantor polisi kutelepon kembali Bang Ridho."Bang, semua beres.""Oke, makasih istriku."Dari sana aku tak kemana-mana lagi, karena khawatir dua brekele itu akan berbuat ulah segera aku kembali pulang.-Sampai di rumah aku mendengar suara ribut-ribut di kamar ibu dan Suci. Perasaanku langsung tak enak, secepat kilat aku berlari menaiki anak tangga."Ibu bilang
PoV Ibu Mertua"Maaf Bu, pasien masih harus istirahat banyak karena tubuhnya banyak yang cidera, luka bekas operasinya juga belum sepenuhnya sembuh," kata Dokter.Aku terpaksa melepaskan diri dari Ranti. Padahal saat ini aku benar-benar tengah menyesali kebodohanku.Kupikir selama ini Ranti adalah menantu yang kurang ajar. Sejak kehadirannya di rumahku sebagai istri nya Ridho aku tak pernah sedikitpun menyayangi dan menerimanya.Bagiku dia adalah benalu, pemisah antara aku dan anak laki-lakiku karena sejak Ridho menikah dengannya ia jadi lebih sering menghabiskan banyak waktu dengan wanita itu.Jujur saja aku cemburu dan tak terima, aku mengizinkan kedua anak lelakiku menikah bukan agar mereka hidup bahagia lantas melupakanku.Aku hanya ingin mereka tidak merusak anak gadis siapapun dan bisa menyalurkan hasrat bilogisnya pada istri mereka masing-masing.Tapi sial, setelah menikah mereka justru memilih jalan sendiri-sendiri, mereka tak lagi meminta bantuan atau pendapatku lagi. Mereka
"Bisa, Ibu sudah jauh lebih baik hari ini."Aku tersenyum lebar seraya mengusap dada, untunglah aku diberi kesempatan mendonor untuk Ranti. Semoga dengan cara ini aku bisa menebus sedikit kesalahanku padanya.Selesai dilakukan pemeriksaan aku dibawa ke ruang khusus, di sana segera darahku diambil.Selesai melakukan donor aku kembali dibawa ke ruang rawat inap, sebetulnya aku merasa sudah lebih baik tapi dokter menyarankanku agar aku tetap dirawat dulu sampai 2 hari ke depan, lebih-lebih karena aku baru saja melakukan donor."Makasih Bu, Ridho pikir Ibu--.""Ibu minta maaf ya Rid, penyesalan memang selalu datang di akhir," potongku.Ridho mengangguk ragu, kasihan dia, gara-gara aku yang keterlaluan Ridho mau tak mau harus rela menerima batunya juga.Entah bagaimana keadaan Ranti sekarang, semoga menantuku itu bisa sehat kembali."Kapan operasinya dimulai?""Sekarang sedang dipersiapkan Bu dan akan segera dimulai.""Bawa Ibu ke depan ruang operasi Rid, Ibu ingin menunggu Ranti juga di s
PoV Ranti."Ran, kamu berhasil, Ibu sudah menyesali semua perbuatan buruknya sama kita terutama sama kamu, kamu hebat," bisik Bang Ridho di telingaku.Karena tubuhku masih lemas dan tak bisa bergerak aku hanya membalas dengan senyuman."Kamu seneng 'kan? Makanya kamu harus cepat sembuh ya sayang," ucap Bang Ridho lagi.Aku memejamkan mata."Iya, Bang.""Saya juga mau lihat anak saya, Sus." Kudengar suara gaduh Bunda dan Ayah di luar.Mereka tampak memaksa ingin masuk ke dalam."Maaf Bu, tapi di dalam hanya boleh dua orang saja yang menjenguk."Ibu mertua bangkit, beliau menatapku sekali lagi sebelum akhirnya beliau mengalah dan memberi kesempatan untuk Bunda masuk bergantian."Cepet sembuh ya Lus," katanya pelan nyaris tak terdengar.Sejurus dengan itu ada bagian di hatiku yang rasanya teriris, kali ini bukan karena hal yang menyakitkan tapi karena terharu sekaligus tak percaya ibu mertuaku kini sudah bisa membuka hatinya untuk menerimaku.Ibu mertua keluar, Bunda tergesa-gesa masuk k