"Sekretaris Frans! Apakah Tuan Tiedo sudah mengaturkan jam kerja anda disini?" ucap Jingga sambil terus sibuk membuka lembaran majalah ditangannya.
"Benar Nyonya, Tuan Tiedo mempekerjakan saya dengan aturan jam kerja 24jam dengan gaji 150juta yang dibayarkan setiap tanggal 20 di setiap bulannya." ucap Frasn dengan sangat teratus menyampaikannya.
"Baiklah, aku akan menggajimu 200juta hanya dengan delapan jam kerja saja. Artinya, hanya pukul delapan pagi hingga pukul empat sore saja anda berada di kediamanku." ucap Jingga dengan lugas dan tegas.
"Maaf Nyonya, saya tidak akan menerimanya. Kontrak kerja saya sudah disegel resmi dalam hukum internasional." ucap Frans dengan tetap tenang.
"Aku tak peduli dengan hukum tersebut! Aku tak mau kau menguntit dan mengurusiku selama 24 jam." ucap Jingga sambil menutupkan majalahnya dan menatap Frans dengan mata terbelalak setelahnya.
Namun pria didepannya tak bergeming sedikitpun. Pria itu tetap saja diam d
Frans itu bener-bener pria yang tak datang di hari pernikahan Jingga dengannya? Makin penasaran dong, yuuk kaish votenya yang banyak buat kisah ini dan jangan lupa juga tambahkan ke rak buku yaa AllDers kesayangan MDW.
Jingga baru saja menyelonjorkan kakinya di gazebo yang berada ditengah kolam ikan sangat asri dan sejuk di halaman belakang rumah. Deretan bunga portulaca berwarna-warni menghiasi tepian gazebo, membuat mata yang menatap semakin merasa nyaman dan bahagia. "Susu anda Nyona." ucap Frans membuat mata Jingga membulat sangat besar hingga nyaris keluar dari kelopaknya itu. Dengan tak bergeming Jingga mengacuhkan ucapan pria tersebut yang terus berdiri di sebelah Jingga dengan segelas susu ditangannya. 'aku mau tahu sekuat apa kau berdiri disana' umpat Jingga dalam hatinya. Setengah jam berlalu, Jingga tersenyum satir ketika melihat Frans akhirnya meninggalkannya. 'haahh, tau rasa lu' umpat Jingga kembali merutuki pria tersebut. Dengan nyaman dan tenang, Jingga kemudian menyandarkan kepalanya di bantalan empuk yang ada dibelakangnya itu. Matanya mulaimengotak-atik ponselnya untuk membaca deretan rak buku novel online yang sudah sangat lama ta
"Kondisi Nyonya Arshan sangat kedinginan, sepertinya beliau terlalu lama berada diguyuran airnya. Sementara ini, penghangat ruangan sangat diperlukan Sekretaris Frans." ucap Dokter Lindan kepada Frans. Jingga yang terbaring dibalik selimut hanya sekilas mendengarkannya, dia sebenarnya tak membutuhkan dokter. Sakit seperti ini tak akan membuat nyawanya melayang. Begitulah fikir Jingga. Namun satu hal yang masih sering Jinga lupakan saat ini adalah benih yang tertanam di rahimnya itu adalah satu-satunya pewaris resmi dari Prahara Group yang merupakan sebuah raksasa bisnis di negara ini. "Sekretaris Frans! Bagaimana anda bisa seceroboh ini!" ucap Tiedo terdengar mendamprat pria itu dari seberang yang terhubung melalui Video Call itu. "Maafkan saya Tuan, saya akan semakin mengawasi Nyonya." ucap Frans sambil membungkuk kepada Tiedo. "Dokter Lindan, terimakasih atas waktunya. Kami mohon agar anda rutin memeriksa Nyonya Arshan di rumah secara pribad
Pagi ini di rumah sakit, "Sayang, maafkan Ibu yaa. Bagaimanapun Ibu dan Violet tak bisa terus bersamamu." ucap Santi berpamitan kepada Jingga. "Iyaa Bu, Violet. Gpp kok. Doakan saja selalu ya Bu. Ingat jika ada apapun segera kasih kabar aku." ucap Jingga kepada ibu dan adiknya yang tetap bersikeras kembali ke kediaman mereka. Tak ingin membuat suasana haru berkepanjangan, Santi langsung menarik lengan Violet untuk segera meninggalkan ruang perawatan Jingga. Meski berat hati, namun Santi terpaksa meninggalkan puterinya saat ini. Santi yang bekerja sebagai pengajar di sebuah sekolah dasar tak bisa menjangkau pekerjaannya dari rumah Jingga saat ini. Sementraa Violet, adiknya Jingga ini juga baru saja masuk ke bangku kuliahnya. "Sekretaris Frans, jika aku memiliki uang tolong aturkan semua kebutuhan keluargaku. Jangan sampai mereka terkena masalah apapun." ucap Jingga kepada pria itu yang langsung mengangguk mengiyakannya. Frans sudah meng
Hari ini, menjadi hari yang sangat penting bagi Prahara Group. Suka atau tidak, kehadiran Jingga sebagai pimpinan baru grup ini tidak bisa dibantah oleh siapapun. Dan pagi ini juga, Jingga sudah bersiap dengan pakaian kerjanya. "Nyonya, sarapan anda." ucap Frans kepada Jingga. Jingga langsung duduk manis di meja makan dan melahap tanpa penolakan semua menu sarapan bergizi yang disodorkan untuknya. Mata Duma snag pelayan nampak bersinar bahagia, melihat Jingga pagi ini yang menghabiskan sarapannya untuk pertama kali setelah kedatangannya di Arshan Pallace. Setengah jam berlalu, Jingga sudah duduk di kursi belakang sebuah Roll Royce hitam. Mobil yang selalu digunakan mendiang Arshan pulang pergi ke kantor ini mulai sekarang akan menjadi tumpangan rutinnya setiap hari. Yang akan mengantarkan Jingga sebagaimana dulu mendiang suaminya pulang dna pergi. Balutan dress gwon ditambah blazer yang senada, juga sebuah wedges yang lembut namp
“Selamat datang, Nyonya.” Ucap seorang pria yang dikenali Jingga sebagai tertua dalam keluarga Prahara tersebut menyapa Jingga yang baru saja masuk ke ruangan rapat sangat luas tersebut. “Terimakasih Paman Erick, senang sekali aku bisa bertemu denganmu saat ini.” Ucap Jingga dengan tetap anggun dan sangat berkelas. Tak akan ada yang menduga jika seorang Nyonya Arshan yang sebelumnya direndahkan juga dicemooh itu ternyata seorang wanita yang berpendidikan juga beratitude sangat berkelas. “Nyonya, jangan lupa untuk menyapa Bibi Elisa.” Ucap Frans berbisik kepada Jingga saat mengambilkan tas wanita tersebut untuk diletakkan di atas meja. “Bibi Elisa, Arhsan sangat menyayangimu. Mendiang sering membicarakan tentang anda kepada kami.” Ucap Jingga dengan lembut dan sorot sehangat mentari sementara tangannya membelai lembut perutnya yang mulai membuncit itu. Seketika, raut wajah Elisa yang semula sangat dingin nan sang
Sore mulai bergelayut, semilir angin menyibak gordyn kamarnya saat mata Jingga perlahan terbuka. Jingga kemudian beringsut turun dari kasurnya, perlahan berjalan menuju balkon rumah dimana udara sejuk terus terasa dari sebelah sana. Langkah kaki Jingga terhenti, ketika mendengar percakapan dua pria tepat dibawah balkonnya itu. “Tuan Arshan sudah berpesan untuk memastikkan Nyonya dan bayinya lahir dengan selamat, kita benar-benar harus menjaganya. Penyerangan di pabrik kedua baru saja terjadi Tuan.” Ucap seorang pria kepada Frans. ‘glegg’ Jingga menelan salivanya sangat kasar. Wanita ini merasakan ada hal serius yang tengah terjadi dan itu semua berkaitan erat dengan dirinya. Jingga memutuskan untuk menguping lebih lama lagi pembicaraan Frans dengan seorang pria berlencana khusus itu. “Darma, pengamanan rumah dan jalur pulang pergi ke perusahaan harus digandakan. Tidak terkecuali dengan ruangan kerja, lift dan juga dokter
“Frans! Apa kau mengenal siapa dia?” ucap Jingga kepada sekretarisnya itu. “Nyonya, maaf tapi saya tidak mengenalnya.” Ucap Frans dengan suara yang terbata-bata membuat mata Jingga mendelik menatapnya. “Kau berbohong Frans.” Ucap Jingga yang tahu betul semua ekspresi pria yang lima tahun pernah singgah dalam hidupnya itu. Frans menundukan kepalanya, satu-satunya orang yang sangat mengenalnya adalah Jingga. “Dia, Dia adalah mantan isteri mendiang Tuan Arshan.” Ucap Frans akhirnya bicara. Mata Jingga kemudian kembali menatap deretan tulisan di file tersebut yang sepertinya berisikan curahan hati mendiang suaminya itu. “Apakah dia masih didekat kita?” ucap Jingga kemudian sambil menatap Frans dnegan raut wajah yang sangat penuh tanda tanya. “Benar Nyonya, namanya Jasmin. Dia adalah ambassad
Pagi-pagi sekali, Jingga sudah terbangun. Sarapan lengkapnya bertakaran bumil sudah siap di meja makan. “Terima kasih Duma.” Ucap Jingga kepada pelayannya itu. Wajah manis Duma langsung tersenyum mendapat sambutan ramah Nyonya Besranya itu. “Nyonya, semua sudah siap. Kita bisa berangkat setelah anda selesai sarapan. Jam perusahaan efektif mulai pukul delapan. Dan pagi ini, beberapa jadwal sudah menunggu anda.” Ucap Frans kepada Jingga yang tengah menikmati sarapannya. Perut mungilnya kian membuncit, ada rasa berbeda yang kini dirasakan oleh Jingga. “Makan yang banyak sayang.” Ucap Jingga bergumam dalam hatinya sambil terus mengelus perutnya beberapa kali. Sekilas, sudut mata Jingga melihat mata Duma yang terus mencuri pandang menatap Frans yang berada di seberangnya. Seketika juga, ada rasa ke