“Selamat datang, Nyonya.” Ucap seorang pria yang dikenali Jingga sebagai tertua dalam keluarga Prahara tersebut menyapa Jingga yang baru saja masuk ke ruangan rapat sangat luas tersebut.
“Terimakasih Paman Erick, senang sekali aku bisa bertemu denganmu saat ini.” Ucap Jingga dengan tetap anggun dan sangat berkelas.
Tak akan ada yang menduga jika seorang Nyonya Arshan yang sebelumnya direndahkan juga dicemooh itu ternyata seorang wanita yang berpendidikan juga beratitude sangat berkelas.
“Nyonya, jangan lupa untuk menyapa Bibi Elisa.” Ucap Frans berbisik kepada Jingga saat mengambilkan tas wanita tersebut untuk diletakkan di atas meja.
“Bibi Elisa, Arhsan sangat menyayangimu. Mendiang sering membicarakan tentang anda kepada kami.” Ucap Jingga dengan lembut dan sorot sehangat mentari sementara tangannya membelai lembut perutnya yang mulai membuncit itu.
Seketika, raut wajah Elisa yang semula sangat dingin nan sang
Hmmh, ternyata pekerjaan Frans sangat full time yaaa. Gimana nich ketegangan Frans dan Badai selanjutnya. Jelas banget jika kedua pria ini belum move on dari Jingga. Syuut! Gumaman Jingga tentang Frans itu?
Sore mulai bergelayut, semilir angin menyibak gordyn kamarnya saat mata Jingga perlahan terbuka. Jingga kemudian beringsut turun dari kasurnya, perlahan berjalan menuju balkon rumah dimana udara sejuk terus terasa dari sebelah sana. Langkah kaki Jingga terhenti, ketika mendengar percakapan dua pria tepat dibawah balkonnya itu. “Tuan Arshan sudah berpesan untuk memastikkan Nyonya dan bayinya lahir dengan selamat, kita benar-benar harus menjaganya. Penyerangan di pabrik kedua baru saja terjadi Tuan.” Ucap seorang pria kepada Frans. ‘glegg’ Jingga menelan salivanya sangat kasar. Wanita ini merasakan ada hal serius yang tengah terjadi dan itu semua berkaitan erat dengan dirinya. Jingga memutuskan untuk menguping lebih lama lagi pembicaraan Frans dengan seorang pria berlencana khusus itu. “Darma, pengamanan rumah dan jalur pulang pergi ke perusahaan harus digandakan. Tidak terkecuali dengan ruangan kerja, lift dan juga dokter
“Frans! Apa kau mengenal siapa dia?” ucap Jingga kepada sekretarisnya itu. “Nyonya, maaf tapi saya tidak mengenalnya.” Ucap Frans dengan suara yang terbata-bata membuat mata Jingga mendelik menatapnya. “Kau berbohong Frans.” Ucap Jingga yang tahu betul semua ekspresi pria yang lima tahun pernah singgah dalam hidupnya itu. Frans menundukan kepalanya, satu-satunya orang yang sangat mengenalnya adalah Jingga. “Dia, Dia adalah mantan isteri mendiang Tuan Arshan.” Ucap Frans akhirnya bicara. Mata Jingga kemudian kembali menatap deretan tulisan di file tersebut yang sepertinya berisikan curahan hati mendiang suaminya itu. “Apakah dia masih didekat kita?” ucap Jingga kemudian sambil menatap Frans dnegan raut wajah yang sangat penuh tanda tanya. “Benar Nyonya, namanya Jasmin. Dia adalah ambassad
Pagi-pagi sekali, Jingga sudah terbangun. Sarapan lengkapnya bertakaran bumil sudah siap di meja makan. “Terima kasih Duma.” Ucap Jingga kepada pelayannya itu. Wajah manis Duma langsung tersenyum mendapat sambutan ramah Nyonya Besranya itu. “Nyonya, semua sudah siap. Kita bisa berangkat setelah anda selesai sarapan. Jam perusahaan efektif mulai pukul delapan. Dan pagi ini, beberapa jadwal sudah menunggu anda.” Ucap Frans kepada Jingga yang tengah menikmati sarapannya. Perut mungilnya kian membuncit, ada rasa berbeda yang kini dirasakan oleh Jingga. “Makan yang banyak sayang.” Ucap Jingga bergumam dalam hatinya sambil terus mengelus perutnya beberapa kali. Sekilas, sudut mata Jingga melihat mata Duma yang terus mencuri pandang menatap Frans yang berada di seberangnya. Seketika juga, ada rasa ke
“Frans, aku membutuhkan banyak perombakan di setiap divisi. Aku tak mau bekerja dengan mereka yang tak kukenali. Bisakah kau mengaturkan nama-nama ini untuk posisi tersebut?” ucap Jingga kepada pria yang sejak tadi menemaninya di ruang kerjanya itu. “Tentu Nyonya, hanya saja mohon makan siang dulu Nyonya.” Ucap Frans kepada Jingga. Wanita itu menurut, Jingga segera melahap habis menu makan siangnya yang sudah diperiksa terlebih dahulu oleh Frans. “Jangan lupa Frans, umumkan juga mengenai perombakan tersebut. Aku mau tahu siapa saja yang akan gaduh dengan keputusanku.” Ucap Jingga sambil menyantap salad buah di tangannya. “Baik nyonya, dengan senang hati.” Ucap Frans yang langsung mengirim surel resmi dari komputer Jingga kepada bagian Humas. Pria ini tak pernah mengira jika Jingga akan jauh lebih berani dari mendiang Arshan menghadapi lawan-lawnanya itu. Dua jam berlalu dengan cepat, Jingga bahkan masih duduk di kursi kerja
Malam ini, untuk pertama kalinya Jingga tidur lebih awal. Sepertinya lelah dan bahagia yang menyatu dalam akhir hari ini membuat Jingga mulai merasa nyaman. Jingga sudah mulai menerima kenyataan juga kehadiran Frans yang mendadak muncul kembali di dalam hidupnya meski dengan status yang sangat berbeda. Pagi hari, suasana hujan di kota Thyrus ini membuat deretan pohon pinus de halaman rumah semakin menyejukkan mata. Pemandangan pagi yang sangat adem juga indah bagi Jingga yang tengah menikmati sarapannya. “Kemana Frans?” tanya Jingga kepada Duma pelayannya. “Tuan Frans, masih mencuci Nyonya. Semalam dia tak sempat mencuci pakaiannya.” Ucap Duma sambil menjambu. “Mencuci baju? Bukankah ada pelayan bagian laundry?” tanya Jingga sangat terkejut mengetahuinya. “Maaf Nyonya, sejak lama Tuan Sekretaris tak membiarkan bajunya disentuh siapapun apalagi sampai dicucikan oleh orang lain.” Ucap Duma sambil terus merona merah mengatakannya. ‘glegg’
Ruangan rapat direksi pagi ini sudah dipenuhi sejumlah petinggi perusahaan juga sejumlah anak perusahaan Prahara Group. Ruang rapat yang sebelumnya gaduh, mendadak hening ketika Jingga datang ke dalam ruangan tersebut. “Selamat pagi semuanya.” Ucap Jingga dengan suara sangat dingin menyapa hadirin yang sudah datang sebelum dirinya. Tanpa menunda waktu, Jingga langsung meminta rapat segera berjalan. Wanita yang paling tak menyukai waktu terbuang percuma ini langsung mengumumkan pelepasan beberapa anak perusahaan dari Prahara Group. Tanpa menanyakan alasan pemisahan, semua anak perusahaan yang mengajukan pemisahann langsung dilepaskan oleh Jingga. Wanita ini berprinsip jangan bekerja saja dengan mereka yang tak menginginkanya. Sejumlah mata membelalak mendnegarkan nyaris semua anak perusahaan Prahara Group itu dilepaskan oleh Jingga. “Maaf nyonya Presdir! Lalu, bagaimana nasibku sebagai ambasador utama dari Prahara Group, jika Elisa Entertainment terlep
“Apa yang terjadi?” ucap Jingga ketika melihat Frans dan Badai tengah saling berhadapan dengan sorot dinginnya it. Semua yang ada disana hanya diam, tak ada yang bisa menjawab Jingga. “Kalian tak tahu malu! Ini kantor!” ucap Jingga yang langsung berjalan kembali menuju ruangannya. Frans yang merasa sangat tertampar oleh ucapan Jingga yang menohok itu, langsung berjalan mengejar Jingga sementara Badai hanya tetap diam ditempatnya. Sesampainya di ruangan kerjanya itu, Jingga yang mengetahui Frans sudah mengikutinya langsung mendamprat pria itu tanpa jeda. “Aku kehausan, di ruangan ini tak ada makanan dan dibawah tadi yang kulihat adalah dua bocah lelaki yang tengah menangisi kekalahannya!” ucap Jingga dengan sangat dingin. “Maafkan aku Nyonyya. Aku tak bisa menhaannya.” Ucap Frans yang sangat menyesali perbuatan
"Jingga, aku tak breharap apapun lagi selain untuk kita memperbaiki kembali ikatan yang telah rapuh ini!" ucap Badai dengan bola mata yang berkaca-kaca. "Kita? Memperbaiki? Rapuh?" ucap JIngga membalikkan kalimat Badai. "Badai Hankaara, waktu anda sudah habis Tuan. Terimakasih. Kita sudah selesai!" ucap Jingga sambil menarik tasnya dari meja dan segera berjalan meninggalkan ruangannya. Meninggalkan Badai yang masih terdiam di sana dengan mata yang memanas oleh emosi yang melandanya. Sementara itu, Frans langsung berjalan mengikuti Jingga menuju parkiran dimana mobilnya terparkir. Sore ini juga, Jingga meminta Frans untuk menyiapkan data project milik perusahaan Elisa dan data pembiayaan ambassador mereka Jasmin diserahkan ke kamarnya untuk dipelajari. Sepanjang perjalanan, keduanya hanya terdiam. Situasi mendadak menjadi sangat canggung, namun Jingga berusaha tetap tenang dan melupakannya dengan segera karena dia tak mau menggan