Bi Asih berjalan terburu-buru sambil membawa segelas susu yang akan diberikan pada Nadia. Meskipun Bi Asih adalah seorang asisten rumah tangga, tetapi Nadia terlihat tak enak hati dengan wanita paruh baya itu yang terlihat sangat kerepotan memenuhi segala keinginan Gio pagi ini. Dari menu makanan se
"Bapak sama ibu sudah makan?" Ramah Gio bertanya pada kedua mertuanya. "Belum, nanti kalau Bila sudah sarapan dan minum obat, kami akan bergantian." Jawab Permadi. "Bapak sama ibu sarapan dulu, biar saya yang menunggu Nabila." Lalu Gio mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dari dompetny
"Dimana Mas Rama? Dimana Mas Rama?" Nadia begitu histeri mencari mantan suaminya. Nafas Gio menjadi tak beraturan, sorot mata tajam menatap Nadia, rahangnya tampak mengeras, dan tangannya mengepal, emosinya seakan sudah di ubun-ubun siap meledak. Suami mana yang tak sakit hatinya saat melihat wanit
"Waalaikumsalam." Nadia membalas mengakhiri percakapannya lewat ponsel, lalu dia meletakkan ponsel di nakas dekat tempat tidurnya. "Mas Rama, sungguh terdengar merdu di telinga saat kau menyapanya." Sindir Gio, saat memergoki wanita yang telah dia nikahi tersebut sedang menghubungi lelaki di masa l
"Atau mungkin pergi dengan tenang." Batin Gio, dia tak mungkin mengungkapkanya di depan Nadia, karena tentu hal itu akan membuat istrinya bersedih. Meskipun bagi Gio hanya keajaiban yang bisa menyembuhkan Nabila dari sakitnya. Gio pun kembali teringat pada Surya, papanya. Waktu itu Noorma memohon p
Di dapur, Nadia dan Bi Asih sedang menata kotak bekal yang akan dibawa ke rumah sakit. Selama Nabila dirawat di rumah sakit, Nadia selalu membawakan makanan untuk Permadi dan Yunita, karena Yunita yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menjaga Nabila tidak sempat lagi untuk memasak. Sedangkan
Setiap yang hidup pasti mati, satu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh setiap mahkluk di dunia ini. Nadia memandangi tubuh yang terbujur kaku di depannya. Meskipun terasa menyesakkan, tetapi dia sudah mengikhlaskanya. Mungkin saat ini Nadia yang terduduk lesu karena sedih yang mendera, sambil merapa
Dengan langkah perlahan agar Diandra tidak terbangun lagi, Nadia menuju ke kamar yang biasanya di tempati oleh Nabila. Dia meletakkan Diandra di atas kasur dan menaruh guling di samping kiri dan kanannya. "Ibu bisa istirahat di kamar ini sambil menunggu Diandra." Ucap Nadia lembut. "Dia, apa kau s