Beberapa hari yang lalu rumah Gio diramaikan oleh perdebatan antara Helena dan Noorma, yang beradu pendapat tentang tema dan desain kamar bayi untuk cucu mereka, dan akhirnya bisa diselesaikan oleh Gio dengan memanggil desainer interior profesional. Kini perdebatan itu sepertinya akan kembali terula
Jika selama sembilan bulan ini Nadia dan Gio dihujani dengan kebahagiaan menyambut calon anak pertama mereka. Sungguh sangat bertolak belakang dengan pagi hari ini, meskipun belum saatnya HPL, tetapi Nadia sudah menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Sebenarnya, Nadia ingin menunggu hingga dia mel
"Terima kasih, Bunda! Terima kasih." Dengan lembut Gio mencium pucuk kepala sang istri, yang hanya dibalas dengan anggukan kepala saja oleh Nadia yang wajahnya terlihat sangat kelelahan, tetapi senyum tetap terukir indah di bibirnya. "Seperti habis pengajian ya, Bu?" celetuk salah satu tenaga medis
Seorang perawat menyerahkan Baby Rio yang sudah selesai dimandikan dan didandani kepada Gio, bayi mungil yang tubuhnya dibalut dengan kain bedong berwarna biru bermotif bintang-bintang membuka matanya yang bening. Gio tersenyum lebar saat pandangan mereka bertemu. "Terima kasih, Sus," ucap Gio saat
"Saya ambil kursi roda dulu." "Biar saya ambilkan, Tuan." Pak Selamet menawarkan diri untuk mengambilkan kursi roda pada Gio. "Terima kasih, Pak! Pak Selamet beres-beres barang itu saja." Bukan bermaksud menolak kebaikan Pak Selamet, tetapi Gio ingin semua hal yang berhubungan langsung dengan istr
Awalnya Gio akan mengadakan acara aqiqah untuk Baby Rio pada saat putra pertamanya itu berusia tujuh hari, tetapi melihat kondisi Nadia yang belum pulih sepenuhnya, Gio mengundurnya hingga usia sang putra empat belas hari. Sebenarnya dengan dua ekor kambing saja sudah sah untuk aqiqah seorang anak
"Apa kau yakin, istri baru Rama akan menyayangi Diandra seperti anaknya sendiri?" "Coba Ayah tanya pada diri Ayah sendiri! Apa yang membuat Ayah tak ingin Rio memanggil Ayah dengan sebutan papa?" Gio terdiam, dia memang tidak ingin anak-anaknya memanggilnya papa, karena panggilan itu sudah digunak
"NADIA!" Terdengar suara keras Helena menggelegar memanggil menantunya. Tergopoh-gopoh Nadia menghampiri Helena yang baru saja memasuki rumah, wajah Helena sudah terlihat merah karena sedang dikuasai oleh amarah. Ditatapnya dengan saksama menantu yang berdiri tepat di depannya. Tidak ada yang kuran