Ada sebuah panggilan untuk Murat di lobi balai kota dari petugas resepsionis yang menelepon meja kerjanya. Maka pemuda itu bergegas menuju ke lobi. Sementara itu Emily yang baru saja selesai menjalani sidang kasus pembunuhan berencana tadi duduk di balik meja kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya. Bertumpuk-tumpuk file yang mengantre untuk mendapatkan perhatiannya. Namun, ia mengurutkannya sesuai jadwal persidangan yang akan digelar untuk kasus-kasus itu.Ayahnya Lincoln John Carter yang mengajarinya metode pekerjaan itu sebagai seorang jaksa legendaris di eranya. Dan sepertinya memang efektif menurut Emily.Tiba-tiba lampu di ruangan kerjanya padam. Emily mencoba untuk tenang, mungkin hanya gangguan listrik biasa duganya sekalipun cuaca tampak cerah saat ia menoleh ke arah jendela kaca ruang kerjanya. Dia kembali menekuri berkas kasus di atas meja. Namun, akhirnya dia menghubungi bagian fasilitas dan tata ruang balai kota untuk menanyakan perihal pemadaman listrik siang itu."Hal
"Kesaksian palsu? Ahh ... memang benar, Anda yang memberi kami kesaksian palsu, Mister Senator!" Sersan Rodney tertawa sinis, memainkan perannya sebagai bad cop dengan penuh penghayatan. Senator Gordon Crawford menatap dengan tatapan seolah ia tak bersalah sembari membela dirinya. "Kuharap kalian tidak salah paham. Mak—maksudku kedua saksi itu yang memberikan kesaksian palsu mengenai diriku. Anda harus percaya aku hanya kambing hitam dalam kasus ini!" Kemudian Letnan Benjamin Roosevelt berkata, "Akan ada laporan rekaman panggilan keluar dan masuk ke ponsel Anda serta telepon rumah serta kantor. Kami telah mendapat izin dari Jaksa Emily Carter. Silakan menghubungi pengacara Anda, Tuan Crawford!"Dengan tenang sang letnan membacakan hak Miranda kepada Senator Gordon Crawford seraya memasang borgol di pergelangan tangan pria paruh baya yang biasanya tak terjamah oleh tangan penegak hukum itu, "Anda memiliki hak untuk diam. Apapun yang Anda katakan dapat dan akan digunakan untuk melawan
Ketika Emily dan Murat keluar dari lift unit apartement milik pria Turki itu, langkah mereka terhenti. Sesosok pria bertubuh tinggi tegap dalam setelan jas necis berdiri menyandar pada dinding samping pintu unit itu."Hari yang kacau, Emily?" ucapnya sembari tersenyum miring menatap wanita di hadapannya.Helaan napas lelah meluncur dari bibir Emily. "Aku tak ingin memperburuk hariku yang kau tahu ... sudah buruk, dengan menutupnya bersamamu, Rayden," jawabnya.Tangan Rayden terulur untuk menangkap pergelangan tangan Emily. Namun, sayangnya tangan ramping itu tidak tertangkap olehnya. Wanita itu bergerak dengan gesit. Dia berlindung di balik tubuh Murat. "Kemarilah—" Rayden memicingkan matanya dengan aura berbahaya melirik wajah Emily yang setengah tersembunyi di balik bahu pria Turki itu. Dia pun terkekeh sembari bertolak pinggang. "Kenapa malah bertingkah kekanakan begini, Emily? Ayo ikutlah ke atas bersamaku! Aku punya selusin pengawal profesional bila kau ingin rasa aman dari anc
Melewati sebuah malam bersama Murat yang terasa begitu romantis bagi Emily. Dia memang hanya berbincang dengan Murat, tetapi dari perbincangan yang terkesan personal itu Emily dapat mengenal lebih dalam seperti apa kepribadian pria Turki itu. Ketika malam semakin larut Emily tertidur bersandar di sofa usai mendengarkan cerita Murat mengenai masa kecilnya di Istanbul. Pria itu mengakhiri kisahnya yang bagaikan dongeng 1001 malam. Ia menggendong tubuh ramping Emily untuk memindahkannya ke ranjang miliknya agar wanita itu tidak kaku badannya bila salah posisi tidur.Sebuah selimut ditutupkan ke atas tubuh Emily, dia hanya mengecup puncak kepala wanita itu tanpa melakukan hal yang berlebihan lalu kembali ke sofa untuk tidur di sana. Selepas tengah malam Emily terbangun dan menyadari bahwa dia telah berpindah tempat dari sofa ke ranjang. Dengan refleks ia membalik badannya ke sisi lain ranjang yang kosong. Dia terduduk lalu mengedarkan pandangannya mencari dimana sosok Murat yang ternyat
Masih dengan posisi di atas tubuh polos Emily, sang pangeran tak dikenal itu berkata, "Aku ingin hubungan yang serius dan exclusive denganmu, Emily. Ketahuilah bahwa di dalam darahku mengalir darah kesultanan Turki, jadi wanita pilihanku tidak boleh sembarangan.""Ehh ... tunggu, apa maksudmu kau ini seorang pangeran?" tanya Emily memastikan makna tersirat dari ucapan Murat barusan.Tangan Murat membelai pipi halus Emily, ia merasakan banyak emosi berkecamuk dalam dirinya. Banyak hal yang sensitif berkaitan dengan pasangan hidup seorang pangeran seperti dirinya terlebih Murat adalah satu-satunya keturunan ayahnya yang tersisa. Setelah kakeknya berhenti mengurusi kesultanan maka dialah yang memiliki kewajiban meneruskan kekuasaan. Pergi ke Amerika adalah salah satu wujud pelariannya dari tanggung jawab yang berat itu. Namun, Murat juga tak ingin bila kekuasaan kesultanan jatuh ke tangan paman atau sepupunya. Suatu hari bila dia telah mengalahkan trauma kejiwaannya, dia harus pulang ke
"SYUUUUU .... SYUUUUU .... DORRRR! DORRR! DORRR!" Suara peluru melesat menembus udara dengan cepat terdengar diiringi bunyi ledakan mesiu membentur benda padat beberapa kali. Arah sumber tembakan itu dari atap gedung yang ada di seberang balai kota. Moncong senapan laras panjang itu tampak membidik ke arah pintu masuk gedung pemerintah yang megah di jantung kota Chicago. Teriakan histeris para pejalan kaki dan warga sipil terdengar membuat kacau suasana di depan gedung balai kota.Sedangkan, Emily yang menjadi sasaran tembak sebenarnya merundukkan kepalanya seraya berlari dilindungi oleh Murat di belakangnya masuk menuju ke dalam gedung balai kota."Apa kamu baik-baik saja, Emily?" tanya Murat memastikan kondisi Emily sembari berjongkok bersama Emily di balik dinding gedung balai kota Chicago.Jantung Emily berdegup kencang tak beraturan, ia merasakan peluh membanjiri tubuhnya karena efek kecemasan yang memuncak dalam dirinya. "Kabar baiknya aku masih bernapas dan utuh, Murat. Rasany
Ketika Sersan Rodney Bradford sampai ke markas kepolisian Chicago, ia dibuat kesal dengan berita melenggang bebasnya Senator Gordon Crawford bersama puteranya, Henry Crawford dari penjara karena jaminan uang dari pengacara kelas kakap yang ia sewa."BRAAKK!" Suara gebrakan tangan di meja itu terdengar nyaring sebelum rentetan sumpah serapah pria itu di hadapan Letnan Benjamin Roosevelt yang duduk santai di kursi kerjanya mengisap sebatang rokok filter."Sialan! Seandainya kau ikut ke balai kota tadi saat penembakan terjadi, Letnan. Situasinya sangat mencekam. Hingga kini aku masih saja menguatirkan Jaksa Emily Carter. Pria busuk itu tak punya hati sama sekali, dia sungguh-sungguh menyuruh sniper menembak Emily, hingga 3 tembakan!" ujar Sersan Rodney kesal sembari mondar-mandir menyugar rambutnya.Rekannya pun berkata, "Aku pun tadi mengamuk di kantor, tapi memang seperti itu bila kasus menyangkut orang kuat secara posisi dan finansial, Rod. Kita harus mengawal Emily dengan lebih ketat
"Apa maksudmu dengan mengatakan Emily adalah wanitamu, Pria Turki?" tuntut Rayden dengan nada keras menekan telunjuknya ke dada Murat yang bidang.Namun, Murat tak gentar sedikit pun menunjukkan posisinya sebagai kekasih baru Emily. Dia menatap lurus-lurus saat menjawab Rayden, "Semalam kami melakukan pembicaraan serius mengenai hubungan istimewa kami ke depannya dan Emily setuju untuk menjalin sebuah ikatan eksklusif denganku.""Ada yang dia katakan benar, Emily?" tanya Rayden gusar menoleh ke arah jaksa wanita itu.Emily mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Rayden lalu berkata, "Benar. Murat adalah pria yang kupilih untuk mendampingiku."Dengan bertolak pinggang pria Perancis itu berseru dengan nada satir, "Ohh ... pendamping? Hahaha. Hebat sekali Jaksa Emily Rosalyn Carter. Kupikir hanya ada sebuah profesi wanita pendamping, seperti yang bisa ditemukan di night club. Kau menjadikan seorang pria sebagai pendamping. Nah ... aku bisa menjadikanmu sebagai istriku kalau begitu!" "Maaf