Di satu sudut emperan toko, seorang wanita paruh baya berpakaian lusuh, tengah duduk sambil memegang kaleng bekas susu kental manis yang telah dibersihkan. Bagian tutup kaleng susu itu telah terbuka penuh dan terlihat ada beberapa koin serta lembaran uang nominal dua ribu rupiah ada di dalamnya. “Hah! Apa ini?!” gerutu wanita itu kesal. Ia membalikkan kaleng itu dan mengeluarkan semua isinya. “Lagi-lagi hasilnya cuman segini doang,” keluhnya dengan raut wajah masam. “Kapan bisa makan enak?” Dengan kesal ia menghitung lembaran demi lembaran uang dua ribu rupiah dan juga koin recehan itu. “Cuman sekali doang dapat uang gede banget. Gak tau mimpi apa, bisa dikasih tujuh ratus ribu ama orang dalam mobil Bentley itu…” Wanita itu berdecak. “Kapan lagi ya mobil itu lewat… Siapa tau ntar dia ngasih lebih gede dari itu.” Wanita itu menggaruk kepalanya lalu mengambil dompet kain yang ada di balik blus lusuhnya. Ia lalu berdiri dan berjalan menyusuri emperan toko yang ia singgahi dan ter
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Lisa untuk mengetahui lebih lanjut tentang pernikahan mantan putri tirinya itu dengan CEO Dananjaya Group. Saat ini hampir seluruh media baik online maupun media cetak dan siaran tunda, menayangkan tentang pernikahan akbar sang CEO Dananjaya Group --Brahmana Agha Dananjaya. Pemberitaan yang tampaknya memang baru diizinkan pihak Dananjaya Group, untuk ditayangkan setelah beberapa hari pernikahan itu terlaksana. Tentu saja itu dilakukan untuk memberikan waktu tenang bagi sepasang pengantin itu dari sorotan massa. Kembali ke Lisa. Wanita yang masih berpakaian lusuh itu berdiri di pinggir seorang pengemudi ojek untuk menuju satu tempat yang ia yakini merupakan tempat kerja milik CEO tersebut. “Bang, ke kantor Dananjaya Group ya.” Pengemudi ojek itu memperhatikan sekilas penampilan Lisa, namun ia tetap mengangguk. Lisa segera naik di belakangnya, setelah tawar menawar harga terjadi dan disepakati. “Bu, kalau mau kerja mending ke deket taman di bund
“Tuan.” Fathan menghampiri Brahmana yang baru saja keluar dari pintu lift khusus. “Mr. Smith menghubungi dan mengatakan ketertarikan untuk kerjasama dengan DG.” “Smith? Smith dari The Grid Corp?” Fathan mengangguk. “Benar Tuan.” Langkah Brahmana tidak terhenti atas pembicaraan itu. Kini dirinya masuk ke dalam ruangan, setelah Fathan membukakan pintu dengan cepat untuknya. “Hubungi kembali dan jadwalkan pertemuan dengan pihak mereka.” Brahmana meletakkan tas kerja di atas meja kecil di belakang kursi kebesarannya. Biasanya Fathan yang membawakan tas kerja Brahmana begitu tiba di basement Dananjaya Group, namun sudah beberapa hari ini --tepatnya setelah menikah dengan Aruna-- Brahmana tidak mengizinkan siapapun membawakan tas kerjanya. Alasannya sederhana. Di dalam tas kerja itu, selalu tersemat catatan kecil berisi penyemangat penuh cinta dari sang istri. Hari pertama ia kerja, ia benar-benar dikejutkan dengan surprise manis kecil tersebut --ya meskipun orang pertama yang menem
Tatapan tajam Aruna terhunus pada wanita berpakaian lusuh yang masih dipegangi dua petugas security dan satu orang yang berjaga waspada. Wanita muda istri CEO Dananjaya Group itu kemudian terhenti di depan Lisa dengan sorot yang dipenuhi bara. “Jangan sekali-kali kamu menyebut nama ibuku dengan mulut kotormu, bu Lisa!” Wanita berpakaian lusuh itu melepaskan tawa sinis. “Ada apa memang dengan itu? Kamu anak durhaka yang mengabaikan ibumu sendiri setelah menjadi kaya! Jadi, memang benar wanita yang kamu sebut ibu itu, tidak becus menjadi seorang ibu! Bagus dia mati lebih awal, kalau tidak, kamu mungkin akan jadi--” PLAKK!! “Tutup mulut busukmu!” desis Aruna menahan murka. “Ka-kamu!! Kamu berani memukulku, anak durhaka?!” Lisa menatap nyalang pada Aruna. Ia bergerak hendak maju, namun tertahan kuat oleh dua petugas di kiri dan kanannya. Aruna bergeming, namun tubuhnya sedikit bergetar menahan amarah yang membuncah akibat perkataan yang dilontarkan oleh Lisa. “Dengar baik-baik, ibu
Aruna mengembus napas pelan dan bergumam.“Apakah aku berdosa, jika masih belum memiliki maaf untuk wanita itu dan juga anaknya?”Brahmana terdiam sepersekian detik.“Meminta maaf adalah satu hal yang berat, tapi lebih berat lagi adalah memberikan maaf.” Suami Aruna itu memberikan pembuka kalimat.“Karena itu, aku tidak bisa menghakimi mengenai hati. Apa yang kau alami saat bersama ibu tiri dan saudara tirimu saat itu, pasti berat. Tapi aku tidak berani mengatakan ‘aku mengerti’, karena aku tidak pernah berdiri di kakimu dan mengalami apa yang kau alami. Jadi..” Brahmana mengusap penuh kasih sisi kepala Aruna.“Bebaskan dulu dirimu dari segala sesuatu yang mengganggumu. Setelah kau sungguh-sungguh bisa melepaskannya, kau bisa memaafkan mereka.”“Terima kasih, Agha…”“Aku yang terima kasih,” balas Brahmana.“Mengapa?”&l
“Apa maksudmu Bu?!” Ferliana mengempas kasar bokongnya di depan sang ibu dengan mata membesar tidak percaya. “Seperti yang kau dengar. Dia menikah dengan pewaris DG.” “Tidak,” geleng Ferliana. “Tidak mungkin! Mana mungkin wanita sialan itu menikah dengan--” Lisa menaikkan bahu. “Itu kenyataan.” Tidak mempercayai itu, Ferliana mengeluarkan ponselnya dan mengetik kata kunci tentang pernikahan Aruna di kolom pencarian. Tidak butuh waktu lama, berita tentang pernikahan akbar Aruna dan Brahmana muncul dan telah menjadi trending topic. Mata Ferliana liar menatap tajuk utama setiap berita dengan mata memerah dan rahang mengeras. [Heboh!! Pewaris Dananjaya Group Melepas Masa Lajangnya!] [Pernikahan Termegah Abad Ini; CEO Dananjaya Group Menikahi Manager] [Pewaris Tunggal Dananjaya Group Menikahi Wanita Cantik Sederhana] [Siapa Wanita Penakluk CEO Dananjaya Group?] Dan judul-judul bertema serupa, berderet memenuhi layar ponsel Ferliana. Ia mengetuk salah satunya dan membaca dengan t
“Kamu kenapa?” Aruna menarik kursi di seberang Shanti duduk. Ia bergegas datang ke kantin di kantornya, Niskala, setelah menerima telepon dari Shanti yang mengatakan ingin bertemu dengan Aruna. Tentu saja ini bukan hal biasa. Jika pun Shanti mengajak dirinya bertemu, atau sekadar hang out biasa, mereka akan melakukannya di cafe yang mereka anggap nyaman. Bukan di kantin kantor seperti ini. Jelas bagi Aruna, ada yang tidak beres dengan Shanti. Dan itu cukup terlihat jelas pada raut wajah sahabatnya itu begitu ia sampai di kantin. “Ada apa Shan?” ulang Aruna. “Siang bu,” sapa beberapa pegawai sambil membungkukkan badan dengan hormat ketika melintasi meja Aruna dan Shanti. “Siang.” Aruna mengangguk, membalas sapaan mereka. Kantin begitu tenang, sapaan itu terdengar jelas membuat Shanti yang semula menopang wajah di atas lipatan tangannya di meja, mendongak. “Ini benar-benar tenang, ngga kaya kantin,” cetusnya lalu menoleh sekeliling. Kantinnya tidak sepi, cukup banyak pegawai d
“Akhirnyaa.. satu lagi pesanan. Selesai ini, beres sudah!” Shanti tersenyum.Minggu ini orderan yang masuk melalui marketplace lumayan banyak, membuat wanita muda sahabat Aruna itu harus menghabiskan sebagian waktunya di jalanan dengan roda duanya.“Yang kuat yah, Besti.. Lu membersamai perjuangan gue dari nol…” Shanti menepuk badan motor, sebelum kembali menaiki kuda besi yang terbilang sudah ketinggalan jaman itu.Sempat salah satu kawan Shanti mengatakan minatnya untuk membeli motor Shanti tersebut, namun Shanti menolak keras.“Motor ini sejarah, Bung! Ini motor yang dipake istri CEO DG saat pertemuan pertama mereka! Mau lu beli dengan harga berlipat, kagak bakal gue jual!”Selalu jawaban yang sama Shanti berikan kepada siapapun yang mengatakan berminat membeli motornya ataupun menyarankan dirinya melakukan tukar tambah motor tersebut.Shanti memang tidak salah.Motor miliknya itu adalah m