Cup! Dirga menyentuh lembut bibir ranum Agatha, jantung Dirga saat itu berpacu dengan begitu cepat hingga membuat pria itu langsung melepaskan sentuhannya, "Apa yang telah aku lakukan? Apakah aku sudah tak waras," geram Dirga seraya menggertakkan giginya. Secepat kilat pria itu langsung menancap gas pedalnya, dia yang tidak pernah mengetahui di mana Agatha tinggal langsung saja kebingungan untuk mengantar ke mana gadis itu namun tidak ingin sampai gadis itu terlalu lama menunggu maka pria itu langsung saja membawa Agatha ke rumahnya, pria tampan itu menggendong Agatha dan membawanya ke kamar tamu, "Kau istirahat di sini saja," gumam Dirga langsung menyelimuti tubuh gadis itu. Tidak lupa dia meminta sang asisten rumah tangga untuk menjaga Agatha dan mengganti pakaiannya, dia juga memanggil dokter untuk memeriksa Agatha, tetapi dia hanya sedikit trauma dan kelelahan saja. Dirga segera pergi setelah mengetahui bahwa Agatha baik-baik saja, dia masuk ke dalam kamarnya kini
“Kenapa Anda tidak pergi membangunkan Pak Dirga dan aku akan membuatkan sarapan untuk kalian berdua?” usul Maria melirik Agatha. Gadis itu menatap Maria bingung. Agatha hendak membuka bibirnya namun mengatupkannya kembali. Dia sebenarnya keberatan untuk pergi membangunkan Dirga, namun dia tidak mungkin menunjukkan kepada Maria kalau dia dan Dirga tidak akur. Bisa-bisa Maria berpikir kalau Agatha hanyalah perempuan malam yang disewa oleh Dirga. Mau tak mau akhirnya Agatha menganggukkan kepalanya. Perempuan tersebut turun dari kursi tinggi dapur kemudian berjalan menaiki tangga menuju ke lantai dua di mana kamar Dirga berada. Agatha tidak tahu yang mana kamar Dirga jadi dia membuka pintu paling ujung sesuai dengan instingnya saja.“Pak Dirga?” serunya, namun tidak ada jawaban apa pun dari Dirga. Agatha lantas memutar kenop pintu kamar Dirga dan membukanya. Rupanya Dirga masih tertidur pulas di atas ranjang. Agatha ingin sekali kembali ke dapur dan berpamitan pada Maria, tapi
Sungguh hari itu adalah hari yang tak terduga bagi Agatha, dia tidak pernah menyangka bila seorang Dirga akan menyelamatkannya dari insiden tersebut. Entah mengapa melihat sang boss terbaring lemah tak berdaya di atas tempat pembaringan membuat air mata gadis itu keluar dengan sendirinya, dia begitu sedih karena Dirga rela terluka demi menyelamatkannya. Melihat kaki Dirga diperban membuat gadis itu menghela napas beratnya, menyeka sisa air matanya memandangi pria bule itu yang masih memejamkan matanya membuat Agatha terduduk lemah di samping Dirga, gadis itu menyentuh jemari Dirga dengan begitu lembut dan memohon maaf karena dirinya menyebbakan pria itu terluka."Maafkan aku, Pak!" seru Agatha sesenggukkan. Gadis itu langsung tertunduk dan dia tidak menyadari bila pria di depannya itu sudah sadar sejak tadi dan mendengar keluhan Agatha, "Apakah kau sebegitu mengkhawatirkanku? tanya Dirga hendak bangun. Kalimatnya yang keluar dari mulut Dirga membuat gadis itu sontak te
"Kenapa kau dirawat dan tidak memberitahuku," ucap perempuan itu menghampiri Dirga lebih dekat lagi. Bukan itu saja, ketika itu pula Dirga langsung melayangkan tatapan sinis kepada perempuan itu seraya menjawab, "Untuk apa aku memberitahumu?" Dirga malah balik bertanya."Tentu saja kau harus memberitahuku karena aku ini Ibumu," ketusnya menatapnya tajam. Dirga tersenyum tipis, "Bukankah sejak menikah dengan pria itu, kau sudah bukan ibuku lagi," jawabnya ketus."Walau bagaimana pun, kau adalah darah dagingku," jawabnya seraya meneguk salivanya kasar. Tidak ingin sampai bertengkar dan membuat hubungannya semakin renggang, maka perempuan itu langsung memutar tubuhnya setelah mengetahui puteranya baik-baik saja. "Aku rasa pergi dari sini adalah langkah terbaik," ucapnya sebelum meninggalkan Dirga."Bukankah langkah seperti ini yang selalu kau pilih," jawab Dirga sengaja mengingat bahwa perempuan itu selalu saja egois dan tak pernah memikirkannya.Brukkk! Perempuan itu me
Pria itu menatap lurus pada paras ayu seorang gadis yang terlelap di sampingnya, lebih tepatnya di sofa yang tersedia di ruang inapnya. Dia bangkit berdiri mencoba pelan menggerakkan kursi rodanya sambil membawa infusnya, dia menghampiri gadis yang tengah terlelap di sofa. Ia memandang setiap lekuk wajah gadis itu dengan saksama, mengabadikan bentuk mata, hidung, dan bibir gadis tersebut layaknya sebuah prasasti. Melihat wajah tenang Agatha ketika sedang tertidur, Dirga lantas menyingkirkan anak rambut yang berada di sekitar wajah gadis itu. Setiap singgungan yang terjadi antara kulitnya dengan kulit Agatha mengalirkan getaran aneh yang belum pernah Dirga rasakan sebelumnya. Dirga tidak tahu pasti apa yang dia rasakan saat ini. Yang dia tahu, dia merasa logikanya berhenti bekerja setiap kali dia berada di dekat Agatha.“Apakah mungkin aku mulai mencintaimu, Agatha?” gumam Dirga lirih. Pria itu memutar otaknya, ingin mencari cara untuk mengetahui bagaimana isi hatinya yang sesu
“Dasar dokter menyebalkan! Aku sudah bilang kalau aku ingin segera pulang, tetapi kenapa aku masih harus menunggu sampai jam dua belas?” gerutu Dirga tanpa henti. Agatha yang mendorong kursi roda Dirga menuju ke tempat parkir hanya bisa menghela napas lelah sebab dari tadi Dirga terus saja mengomel. Citra sebagai bos berhati dingin dan kejam langsung luntur dari Dirga hari itu. Agatha tidak tahu kenapa Dirga sepertinya sangat membenci rumah sakit. Pria itu bahkan memaksa untuk pulang lebih awal padahal seharusnya dia masih dirawat di rumah sakit.‘Apakah jangan-jangan Pak Dirga takut jarum suntik jadi dia tidak mau berlama-lama di rumah sakit?’ cibir Agatha dalam hati. Bagaimana Agatha tidak mencibirnya? Sejak hari di mana dia masuk rumah sakit, Dirga terus saja uring-uringan tidak jelas. Sebagai asisten pribadi Agatha bahkan selalu disuruh melakukan ini itu yang membuat Agatha kelelahan. Sesampainya di tempat parkir, sopir pribadi Dirga membantu Agatha untuk membawa Dirga mas
"Apakah aku sudah tak waras?" gumamnya langsung menggelengkan kepalanya karena bingung. Dirga yang sejak tadi berdiri di belekang Agatha mengerutkan dahinya, memandangi wajah gadis itu membuat tenang pikirannya bahkan dia rela berdiri lama hanya untuk memandangi wajah gadis itu, sebuah senyuman terukir tipis di sudut bibirnya mendapati Agatha terpelongo kaget ketika pria bule itu memanggilnya."Apa yang sedang kau pikirkan??" tanya Dirga berhasil memcahkan konsentrasi Agatha."Oh, aku ha--" Agatha mengatupkan bibirnya secara spontan karena melihat Dirga yang kini begi dekat dengannya, jaraka mereka hanya beberapa senti meter saja, "Apakah kau tengah memikrkanku?" tanya Dirga spontan sekadar memancing gdis itu.Deg! Jantung gadis itu berdegup begitu kencang ddan tidak pernah terpikirkan olehnya bila seorang CEO yang sangat dingin itu bisa begitu tampan dilihat ddari jarak dekat seperti itu. Dirga tak kuasa lagi menaahaan hasratnya yang telah membelenggu, berusaha keras Dirg
Namun, beruntungnya tangan kekar Dirga berhasil menyelamatkan gadis itu. "Apakah kau baik-baik saja?" tanya Dirga dengan tatapan begitu tajam. Kini jarak mereka tak terbatas, pria bule itu tak bisa mengedipkan matanya memandangi wajah Agatha lebih dekat dan lebih lama lagi. "Cantik!" sebut Dirga langsung mengedipkan matanya, dia baru menyadari bahwa dirinya telah memuji Agatha."Bapak tadi bilang apa?" tanya Agatha sedikit samar mendengar ucapan yang keluar dari mulut Dirga."Aku tidak bilang apa-apa kok, mungkin kau saja salah dengar," jawabnya spontan membantu Agatha berdiri."Oh." Agatha membenarkan posisinya, entah kenapa di saat begini ia harus terpeleset dan hampir jatuh. Kalau jatuh tadi dan tidak ada yang menolong bagaimana, umpatnya kesal pada dirinya sendiri. "Siapa sih yang nelpon." Agatha langsung mengambil benda pipih itu dan menatap layar ponselnya begitu tajam."Hallo, ada apa Pak Boy?" tanya Agatha dengan sura ddatar.["Apakah aku bisa bicara dengan pak Dirga sekar