Di situ Zio menjelaskan bahwa dia telah mengetahui rencana busuk istrinya, bagaimana dia hampir saja mencelakai Agatha namun terkena pada dirinya. Tidak ingin sampai perempuan itu terluka maka Zio meminta Selena untuk berhenti menganggunya jika tidak maka pria itu akan menggugatnya untuk berpisah."Apa maksudmu, Zio? Apa kau masih mencintai perempuan itu?" tanya Selena sangat tidak suka. Zio memberitahunya jika saat ini dia tengah merencanakan sesuatu dan tak ingin Agatha celaka maka jangan salahkan Zio, jika dia akan berpisah dengannya. "Kenapa kau selalu saja membela perempuan itu, Zi? Bukankah aku yang di sini menjadi istrimu bukan dia. Itu hanya masa lalumu dan sekarang dia sudah menjadi istrinya kakakku. Lantas kenapa kau masih mengharapkannya?""Tidak! Aku rasa kau salah paham padaku, memang aku membuat rencana yang terlihat seperti aku masih mencintainya namun sebenarnya aku ingin kakakmu berpisah dengan perempuan tak baik itu.""Apa maksudmu, Zi?" tanya Selena tak meng
"Aku memang menyuruh Zio ke mari untuk membahas masalah bisnis karena aku ada meeting dengan klien lain di luar jadi meminta istriku untuk menemaninya sebentar, "Apa itu benar, Ga? Ibu hanya takut bila mereka mengkhianati kita," jawab Saras melirik puteranya yang bersikap dingin."Aku jamin istriku takkan berkhianat sepertimu," sambungnya penuh keyakinan seraya menyindir ibunya."Bagus, Ibu hanya ingin mengantar ini." Saras menyodorkan sebuah map berwarna merah."Aku minta Ibu tak pernah berkata kasar kepada Agatha." Saras benar-benar kesal dengan sikap Dirga yang membela Agatha, perempuan itu pergi dan angkat kaki dari hadapan ketiga orang itu. Begitu juga Zio, memasuki ruangan kantornya. Agatha terlihat sedikit sedih karena membuat Dirga berdebat dengan ibunya. Sejujurnya, untuk beberapa hari ini komunikasi Dirga dan Agatha sedang tidak baik. Perihal nasehat dan saran yang didebatkan malam itu, ditambah lagi kejadian ini. Dirga sedikit berubah dan mulai menjaga jarak denga
Di sisi lain, Agatha yang kini sudah sembuh dari luka memar yang ia alami di dahinya kembali bekerja di perusahaan pria itu. Agatha yang terlihat duduk di kursi belakang meja kerjanya dan tengah merapikan barang-barangnya yang ada di meja itu teralihkan oleh kedatangan Dirha. “Welcome back, Agatha,” ujar Dirga sebagai ucapan selamat datang. Agatha tersenyum mendengar itu dan menatap Dirga yang berdiri di ujung mejanya. “Apa yang kau lalukan, Ga?" tanya Agatha seraya berpaling ke arah meja yang kini akan menjadi tempatnya mencurahkan pikiran dan tenaganya. "Ini sebagai penyambutanku untukmu," jawab Dirga tersenyum seraya memberikan bucket bungawa mawar berwarna merah.“Aku juga senang karena kau sudah lebih baik dari sebelumnya. Aku tak menyangka bila Selena melakukan ini dan dia benar-benar perempuan licik yang jahat. Semua orang harus menderita karena ulahnya.” Dirga menatap pinggiran meja dengan perasaan sedih yang tidak begitu intens. Kehadiran Agatha di sisinya mampu membua
Perempuan itu sebenarnya sudah jatuh cinta dengan pria bermanik mata biru yang duduk di hadapannya saat ini. Namun, iaa belum menyadari hal itu sehingga ia masih merasa jika hubungannya dengan Dirga hanya sebatas hubungan pernikahan kontrak saja yang selayaknya peduli satu sama lain. “Siapa yang bilang kalau aku akan jadi istri sahmu, hum?” “Ya... Itu tadi, lantas apa? Kau mau beneran menjadi istriku, begitu?” Dirga berusaha menahan tawanya melihat Agatha yang mencebik. Obrolan mereka terjeda sejenak karena pesanan mereka yang datang. Aroma makanan yang begitu menggugah selera keduanya mengalihkan perhatian keduanya dari membahas topik yang cukup sensitif itu. Mereka makan dalam diam untuk sejenak, sesekali Dirga mencuri pandang ke arah pria asing yang membuntutinya itu. Dia masih ada di tempatnya saat ini mengawasi bagai mata elang. “Ayolah... Harus berapa lama lagi aku menunggu jawabanmu, sampai aku dijodohkan lagi atau kau mau melihat aku mati dulu, begitu?” Dirga terta
Jika bukan karena Dirga mungkin saat ini dia yang akan dirawat di rumah sakit dengan luka tusuk di salah satu bagian tubuhnya. "Kau kenapa?” tanya Dirga yang menatap Agatha ingin tahu. “Jika bukan karena kau yang melindungiku, aku pasti sudah dirawat di rumah sakit sekarang dengan luka tusuk di bagian tubuhku.” Agatha mengutarakan pemikirannya. Dirga meraih dagu wanita itu dengan tangan yang satunya lagi dan mengarahkan wajah wanita itu dan menatap tepat di netranya. Mereka terdiam selama beberapa saat sebelum Dirga memecah hening di antara mereka. "Bukankah aku sudah berjanji padamu akan ada untukmu dan melindungimu seumur hidupku.” Jantung Agatha berdebar saat menatap netra berwarna biru milik Dirga yang begitu intens dan memancarkan perasaan pria itu padanya. Tatapan itu seolah mampu menembus hingga ke relung jiwanya dan menyentuh titik terdalam dirinya yang sebenarnya telah mencintai pria itu tanpa ia sadari sebelumnya. Keadaan Dirga pasca penyerangan itu sedi
“Saya menemukan bukti keterkaitan Zio dengan pria itu, Dia yang menyewa pria itu untuk menyerang Bapak dan Agatha.” Mendengar penjelasan Boy, Dirga seketika geram. Rahangnya tampak kaku dengan tangannya yang terkepal. Ia seharusnya tahu siapa lagi yang akan mencelakakan Agatha, hingga sebuah rasa curiga mulai muncul di dalam pikiran Dirga bahwa Zio hanya mempermainkan perasaan Agatha saja waktu itu. “Jangan beritahukan apapun tentang masalah ini dengan Agatha, aku tidak ingin menyeretnya lebih jauh ke dalam bahaya.” Ucapan Dirga diangguki oleh Boy dengan gestur patuh. “Aku akan menemui pria itu untuk memastikannya sendiri.” Boy menatap pria itu dengan kernyitan di keningnya. “Tapi... Apakah dia akan menemui Anda?” Dirga mengangkat keningnya mendengar pertanyaan orang kepercayaannya itu. Kemudian ia tersenyum miring. “Kita lihat saja nanti, yang pasti bukti tentang dia atas penyerangan dan pria itu sudah kita dapatkan.” Dirga menatap tajam ke arah depan dengan perasa
Mendengar ancaman dari pria itu maka Zio menelan salivanya karena melihat cara Dirga memperingatinya sudah pasti dia tahu segalanya. Zio beranjak dari duduknya namun Dirga menghentikannya. "Kenapa kau pergi?! Aku belum selesai bertanya padamu," ucap Dirga dengan tatapan intens."Aku sudah mendengarkan semuanya! Sudah tak perlu lagi kau membuat aku mengerti lagi, aku tidak akan mengulanginya," tandas Zio enggan berdebat karena dia tidak ingin bisnis mereka berujung tidak baik. Melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, Zio menghilang dari hadapan Dirga dengan langkah seribu. Melihat perempuan itu telah keluar dari pintu cafe, Dirga bergegas bangkit dari duduknya dan melangkah pergi seraya terus menatap jam tangannya karena tanpa terasa si pria tampan itu sudah menghabiskan waktunya hampir satu jam lebih di cafe ini. Berkomunikasi dengan Boy sekaligus menanyakan apakah mereka sudah pulang atau belum, tiba-tiba Dirga memutuskan teleponnya secara sepihak seketika itu langka
Namun, Agatha yang mendengar itu sontak balik bertanya, "Apa kau ingin aku pergi dari hidupmu?" Pertanyaan itu langsung membuat Dirga tertegun dan menjawab, "Tidak!! Meski tak bisa menerima cintaku, tetapi aku tidak ingin kau menghilang dari pandanganku setidaknya jalanilah hubungan suami istri ni meski hanya berpura-pura saja." Entah kenapa ucapan Dirga tadi membuat Agatha mematung sesaat dan tidak disangka ternyata pria tampan itu malah membuatnya terpesona dan sedikit grogi. Senyuman manis terukir manis di sudut bibir mungil Agatha, dia sedikit bingung dengan perasaannya saat itu. Agatha melangkah pergi menghindari Dirga untuk mengambil ponselnya menghubungi dokter pribadi karena Agatha takut bila luka di tangan kekar Dirga tersobek lagi. Memerhatikan Agatha yang sedang berkomunikasi dengan seseorang dari balik telepon dan meminta seeorang itu untuk ke rumah, tangan kekar Dirga langsung menyambar benda pipih itu."Pak dokter tidak perlu ke sini karena tanganku