Perempuan itu sebenarnya sudah jatuh cinta dengan pria bermanik mata biru yang duduk di hadapannya saat ini. Namun, iaa belum menyadari hal itu sehingga ia masih merasa jika hubungannya dengan Dirga hanya sebatas hubungan pernikahan kontrak saja yang selayaknya peduli satu sama lain. “Siapa yang bilang kalau aku akan jadi istri sahmu, hum?” “Ya... Itu tadi, lantas apa? Kau mau beneran menjadi istriku, begitu?” Dirga berusaha menahan tawanya melihat Agatha yang mencebik. Obrolan mereka terjeda sejenak karena pesanan mereka yang datang. Aroma makanan yang begitu menggugah selera keduanya mengalihkan perhatian keduanya dari membahas topik yang cukup sensitif itu. Mereka makan dalam diam untuk sejenak, sesekali Dirga mencuri pandang ke arah pria asing yang membuntutinya itu. Dia masih ada di tempatnya saat ini mengawasi bagai mata elang. “Ayolah... Harus berapa lama lagi aku menunggu jawabanmu, sampai aku dijodohkan lagi atau kau mau melihat aku mati dulu, begitu?” Dirga terta
Jika bukan karena Dirga mungkin saat ini dia yang akan dirawat di rumah sakit dengan luka tusuk di salah satu bagian tubuhnya. "Kau kenapa?” tanya Dirga yang menatap Agatha ingin tahu. “Jika bukan karena kau yang melindungiku, aku pasti sudah dirawat di rumah sakit sekarang dengan luka tusuk di bagian tubuhku.” Agatha mengutarakan pemikirannya. Dirga meraih dagu wanita itu dengan tangan yang satunya lagi dan mengarahkan wajah wanita itu dan menatap tepat di netranya. Mereka terdiam selama beberapa saat sebelum Dirga memecah hening di antara mereka. "Bukankah aku sudah berjanji padamu akan ada untukmu dan melindungimu seumur hidupku.” Jantung Agatha berdebar saat menatap netra berwarna biru milik Dirga yang begitu intens dan memancarkan perasaan pria itu padanya. Tatapan itu seolah mampu menembus hingga ke relung jiwanya dan menyentuh titik terdalam dirinya yang sebenarnya telah mencintai pria itu tanpa ia sadari sebelumnya. Keadaan Dirga pasca penyerangan itu sedi
“Saya menemukan bukti keterkaitan Zio dengan pria itu, Dia yang menyewa pria itu untuk menyerang Bapak dan Agatha.” Mendengar penjelasan Boy, Dirga seketika geram. Rahangnya tampak kaku dengan tangannya yang terkepal. Ia seharusnya tahu siapa lagi yang akan mencelakakan Agatha, hingga sebuah rasa curiga mulai muncul di dalam pikiran Dirga bahwa Zio hanya mempermainkan perasaan Agatha saja waktu itu. “Jangan beritahukan apapun tentang masalah ini dengan Agatha, aku tidak ingin menyeretnya lebih jauh ke dalam bahaya.” Ucapan Dirga diangguki oleh Boy dengan gestur patuh. “Aku akan menemui pria itu untuk memastikannya sendiri.” Boy menatap pria itu dengan kernyitan di keningnya. “Tapi... Apakah dia akan menemui Anda?” Dirga mengangkat keningnya mendengar pertanyaan orang kepercayaannya itu. Kemudian ia tersenyum miring. “Kita lihat saja nanti, yang pasti bukti tentang dia atas penyerangan dan pria itu sudah kita dapatkan.” Dirga menatap tajam ke arah depan dengan perasa
Mendengar ancaman dari pria itu maka Zio menelan salivanya karena melihat cara Dirga memperingatinya sudah pasti dia tahu segalanya. Zio beranjak dari duduknya namun Dirga menghentikannya. "Kenapa kau pergi?! Aku belum selesai bertanya padamu," ucap Dirga dengan tatapan intens."Aku sudah mendengarkan semuanya! Sudah tak perlu lagi kau membuat aku mengerti lagi, aku tidak akan mengulanginya," tandas Zio enggan berdebat karena dia tidak ingin bisnis mereka berujung tidak baik. Melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, Zio menghilang dari hadapan Dirga dengan langkah seribu. Melihat perempuan itu telah keluar dari pintu cafe, Dirga bergegas bangkit dari duduknya dan melangkah pergi seraya terus menatap jam tangannya karena tanpa terasa si pria tampan itu sudah menghabiskan waktunya hampir satu jam lebih di cafe ini. Berkomunikasi dengan Boy sekaligus menanyakan apakah mereka sudah pulang atau belum, tiba-tiba Dirga memutuskan teleponnya secara sepihak seketika itu langka
Namun, Agatha yang mendengar itu sontak balik bertanya, "Apa kau ingin aku pergi dari hidupmu?" Pertanyaan itu langsung membuat Dirga tertegun dan menjawab, "Tidak!! Meski tak bisa menerima cintaku, tetapi aku tidak ingin kau menghilang dari pandanganku setidaknya jalanilah hubungan suami istri ni meski hanya berpura-pura saja." Entah kenapa ucapan Dirga tadi membuat Agatha mematung sesaat dan tidak disangka ternyata pria tampan itu malah membuatnya terpesona dan sedikit grogi. Senyuman manis terukir manis di sudut bibir mungil Agatha, dia sedikit bingung dengan perasaannya saat itu. Agatha melangkah pergi menghindari Dirga untuk mengambil ponselnya menghubungi dokter pribadi karena Agatha takut bila luka di tangan kekar Dirga tersobek lagi. Memerhatikan Agatha yang sedang berkomunikasi dengan seseorang dari balik telepon dan meminta seeorang itu untuk ke rumah, tangan kekar Dirga langsung menyambar benda pipih itu."Pak dokter tidak perlu ke sini karena tanganku
Menatap layar ponselnya, Dirga mengernyitkan dahinya karena mendapati beberapa angka berderet di sana dan membuat layar ponselnya berkedap-kedip. Namun, Dirga tidak memerdulikannya karena sudah biasa banyak nomor yang nyasar. Menaruh kembali benda pipih berwarna hitam itu ke atas nakas, Dirga pun merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Matanya mulai menggerjap karena dia sudah mulai mengantuk, tetapi baru saja ingin memejamkan mata indahnya itu. Ponselnya bergetar hingga membuat mata Dirg sontak membulat sempurna."Siapa lagi yang berani menganggu ketenanganku!" serunya mulai kesal. Dirga meraih ponselnya di atas nakas dan mengetuk dua kali layarnya untuk melihat siapa yang telah menganggunya. "Nomor ini?? Kenapa terus saja mengangguku," gumamnya sambil menggertakkan gigi.*** Seorang gadis tengah memandang gedung bertingkat yang berdiri kokoh di hadapannya. Ia mendongakkan kepala, memandang tulisan 'Royal Group’ yang bertengger di sisi kaca gedung itu sambil berus
Hubungan Julia dan Selena begitu akrab dahulu jadi sudah ia akan datang bersama suaminya. Merasa Agatha begitu yakin dengan ucapannya, Dirga tersenyum. Keduanya lantas berjalan sambil bergandengan tangan memasuki restoran yang telah disewa untuk acara reuni akbar tersebut. Saat Dirga dan Agatha masuk, Zio yang sedari tadi memerhatikan mereka langsung mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Pria itu lantas berjalan ke arah Julia yang sedang berbincang dengan teman SMA mereka yang lain. Seolah memberi isyarat pada Julia. Tak lama kemudian, Zio langsung dihadiahi anggukan oleh Julia. Julia melangkahkan kakinya untuk mendekati Dirga dan Agatha yang saat ini sedang menyapa beberapa teman lama Dirga. Dengan senyum miringnya, Julia lantas menyapa dua orang itu.“Akhirnya kau datang juga, Ga,” ucapnya, lalu memeluk tubuh Dirga. “Aku sangat merindukanmu.”, Dirga yang merasa tak nyaman segera melepaskan diri dari pelukan Julia. “Kita baru saja bertemu beberapa hari y
Zio yang tidak terima diperlakukan seperti itu sontak bangkit dan melayangkan tinjunya ke wajah Dirga. Dia pun tak mau kalah, sehingga mereka saat ini justru saling melempar tinju bukannya menolong Agatha. Pria dan egonya. Terkadang pria selalu bertindak menggunakan otot tanpa berpikir lebih jernih terlebih dahulu. Apalagi jika mereka sudah dikuasai oleh rasa cemburu seperti apa yang terjadi dengan Dirga saat ini. Rasa cemburu yang ia rasakan terhadap Zio sudah menggebu-gebu sehingga ia tak mampu menahannya lagi. Pertengkaran keduanya semakin menarik perhatian para tamu reuni. Ada yang bersorak memberikan dukungan, tapi ada pula yang berusaha untuk memisahkan. Namun, pertengkaran mereka justru semakin sengit. Zio yang tak terima jika Dirga telah memacari mantan kekasih yang telah ia selingkuhi pun membabi-buta. Zio akui, apa yang terjadi kepada Agatha malam ini juga merupakan kesalahannya. Namun, Zio tak menyuruh Julia untuk mencelakai Agatha. Zio hanya membayar Julia untuk memis