"Biarkan aku membantumu," ucap Dirga begitu pelan. Tangan pria itu menyentuh punggung belakang Agatha, perlahan namun pasti dia membuka resleting tersebut sehingga Dirga melihat sebagian punggung belakang gadis itu. "Kau tak perlu takut, bukankah aku sudah sah menjadi suamimu," bisiknya sengaja menggoda Agatha."Apa yang Anda katakan, Pak. Ini hanya sebatas pernikahan kontrak saja bukan?" tukasnya balik bertanya."Tentu saja, memang hanya pernikahan kontrak namun kau harus satu kamar denganku setiap malam, meskipun tidak melakukan malam pertama seperti para pasangan suami istri pada umumnya.""Bukankah kita tidak boleh saling meny--" Agatha mengaatupkan bibirnya ketika satu jari Dirga menyentuh bibir ranumnya. Dirga memutar tubuhnya dan kini berdiri tepat di depan Agatha, "Benar sekali, bukannya hanya sekadar tidur bersama dan tidak bersentuhan." Pria bule itu melangkah pergi dan mempersilahkan Agatha untuk mengganti pakaiannya. Saat itu Agatha benar-benar di posisi sulit.
Dirga tak kuasa lagi untuk menahan hasratnya untuk tidak menyentuh bibir Agatha, semakin lama Agatha menghimpit ke arahnya membuat Dirga sulit untuk menolak. Al hasil, Dirga memberanikan diri untuk mengecup bibir ranum istrinya. Memeluk Agatha dalam tidurnya membuat Dirga begitu nyaman, kini diirnya tidak merasa kesepian lagi karena Agatha akan selalu menemaninya. Pagi hari yang diselimuti dengan cuaca yang tidak mendukung, Matahari saja enggan untuk menampakkan dirinya membuat Mentari yang masih terpejam tiba-tiba mencengkram lengan Dirga ketika indera pendengarannya menangkap suara petir yang menggelegar begitu kuat. Dirga yang sejak tadi sudah terbangun langsung menoleh ke arah Agatha, mengulas sebuah senyuman tipis di sudut bibirnya. Pria tampan itu langsung menyentuh jemari Agatha dan merangkul tubuh perempuan itu, "Selamat pagi Nona Agatha,” ucap seorang pria yang tak lain adalah Dirga. Mendengar namanya disebut, Agatha baru tersadar dari tidurnya. "Kau!" teriakn
Dirga begitu mengkhawatirkan Agatha, dia takut sesuatu hal buruk terjadi pada gadis itu. Baru kali ini Dirga begitu mengkhawatirkan seseorang, dia tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. "Pak, kita sudah sampai," ujar Boy memberitahu. Dirga mengangguk dan langsung menggendong tubuh Agatha turun dari pesawat, dia memanggil taksi dan membawa gadis itu segera ke rumah sakit. Dirga terus mondar- mandir di depan ruangan ICU menunggu Agatha, "Kenapa Dokter belum keluar juga? Apakah Agatha baik-baik saja?" Pria bule itu belum bisa tenang sebelum mengetahui keadaan gadis itu. Melihat dokter yang kelaur dari ruangan Agatha, dia segera mendekat dan bertanya, "Bagaimana keadaan istriku, Dok?""Dia baik-baik saja, Pak. Namun kondisinya begitu lemah, sepertinya pasien belum terbiasa dengan suatu keadaan," ucap dokter menjelaskan."Maksud Dokter? Apakah tubuh Agatha sangat sensitif dengan cuaca dingin?" ucap Dirga balik bertanya karena kebetulan sekali saat di luar negeri sedang musi
Di sebuah pesta bisnis relasi Dirga, Agatha bersama sang suami nampak serasi dengan balutan gaun dan jas yang senada. Agatha pun terlihat cantik mengenakan gaun malam berwarna hitam, memang warna gelap adalah warna kesukaan Dirga. Merasakan ada sesuatu yang bergerak dari saku jasnya, pria bule itu meminta Agatha untuk menunggunya karena dia tak akan lama. Agatha nampak asing dengan tempat itu karena selama menjadi asistennya, dia tidak pernah sekalipun berkunjung ke sebuah villa yang terletak di dekat pantai. Panorama pantai begitu menyejukkan, angin sepoi-sepoi menyapu wajah Agatha membuat rasa nyaman tersendiri. Kenyamanan itu buyar ketika dia mendengar seorang pria yang ada di sampingnya. "Kau, kenapa ada di sini?" tanya pria itu yang tak lain adalah Zio. Agatha tak terlalu menanggapi ucapan pria itu karena menghadapi ucapan penjilat seperti video sungguh membuat Kepalanya pusing hingga angka tak berniat untuk angkat kaki dari hadapan pria itu namun tangan Zio menar
Sesampai di rumah, Dirga menyuruh Agatha untuk beristirahat dan tidak lupa juga pria itu memberi arahan kepada istrinya agar lebih berhati-hati pada Saras. "Aku tahu seperti apa ibuku, beliau bukan orang sembarangan yang menyukai seseorang jadi kau harus waspada.""Iya, aku paham, Ga," jawabnya mengangguk. Ketika Agatha telah berbaring, Dirga mendekatinya dan menyentuh dahi Agatha guna memeriksa suhu tubuh perempuan itu, "Sepertinya suhu tubuhny normal, apa kau sudah meminum obatmu?" tanya Dirga menatap Agatha."Ya ampun, aku hampir saja lupa," jawabnya hendak bangun. Dirga menghentikan langkahnya dan membiarkan pria itu sendiri yang mengambilkan obat untuk Agatha. "Apa yang Anda lakukan? Aku bisa kok minum sendiri," ucap Agatha merasa aneh dengan sikap Dirga yang sangat perhatian itu."Kau adalah istriku saat ini jadi aku akan selalu membantu dan menjagamu, tak ada kata penolakan," jawabnya menatap tajam ke arah Agatha. Gadis itu tertegun ketika melihat sikap sang ata
Dirga meninju wajah Zio karena merasa geram Zio pun meninjunya balik. Melihat raut wajah Agatha yang nampak emosi membuat Zio yang ada di sana sedikit terkejut. Matanya membulat sempurna ketika Agatha berekpresi marah padanya karena telah melukai Dirga dan kemudian melayangkan satu tamparan keras pada Zio. Kali ini perempuan itu tak bisa lagi menahan emosinya, "Bukankah itu sangat aneh! Harusnya Agatha tidak marah, sepenting itukah Dirga baginya? Selama ini dia tidak pernah semarah itu padaku." Zio bertepuk tangan seraya tersenyum menatap emosi Agatha jadi pria berhiung mancung itu bertanya, "Sepenting itukah Dirga bagimu hingga kau berani menamparku?""Tentu saja penting karena dia adalah satu-satunya pria yang selalu ada untukku dan menemaniku saat duka dan susah," jawabnya begitu tegas. Dia menoleh ke arah Agatha dan memastikan apakah perempuan itu benar-benar yakin dengan ucapannya atau tidak. Melihat tatapan Agatha yang sangat serius maka Zio lebih dekat menghampiri
Agath yang baru saja hendak memanggilnya langsung saja mengatupkan bibirnya sambil berjalan menghampirinya. Tidak hanya itu saja, dia juga duduk sambil memandangi wajah Dirga yang begitu tampan. Bibir mungil Dirga terus menggugah selera. Bagaimana tidak, warnanya yang merah bak kelopak bunga mawar itu terus saja menggiurkan hingga membuat Kanza berulang kali menelan salivanya kasar."Kenapa wajahmu begitu tampan di saat tidur seperti ini, Ga," ucapnya menatap Dirga begitu dalam. Semakin lama Agatha semakin damai memandangi ketampanan Dirga hingga dia lupa bahwa saat ini pria itu sudah membuka matanya dan merasa heran dengan cara Agatha yang terus meliriknya. Dirga yang telah bangun langsung mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi ke wajah Agatha dan sentuhan lembut menempel di bibirnya.Cup!! Sentuhan itu sungguh menggetarkan jiwanya bagaikan sebuah sengatan listrik yang membuat Agatha tidak bisa berkutik lagi dan menikmati sentuhan itu.BRAKK!! Terdengar suara dokumen ya
Tidak lama kemudian, ponsel Agatha berdering segera saja dia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Matanya membulat sempurna ketika melihat nama yang tertera dilayar ponselnya itu. "Dirga, kenapa dia meneleponku." Agatha langsung menjawab panggilan tersebut."Hallo, ada apa, Ga! Mengapa kau meninggalkanku sih? Nanti aku pulang bagaimana coba?" tanyanya dengan ketus.["Kau tenang saja, nanti pak sopir akan menjemputmu! Tunggulah beberapa menit lagi, aku ada sedikit pekerjaan mendadak tadi."]"Baiklah, kalau begitu. Aku akan menunggu," jawabnya langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dirga yang baru saja ingin menyampaikan sesuatu hal yang penting terurungkan karena Agatha buru-buru mematikan sambungan teleponnya. "Mungkinkah dia marah? Itu tidak mungkin karena harusnya dia bahagia karena aku tidak jadi menyentuhnya," gumam Dirga terlihat bingung. Sebenarnya Dirga beralasan saja untuk ada kerjaan lain namun sebenarnya pria itu sedang menghindari di