Tangan Stela langsung mencubit lembut perut Sean. "Tutup mulutmu!" ancamnya."Kenapa aku harus tutup mulut, memang harusnya kita melakukan bulan madu bukan setelah menikah?""Itu jika kamu tidak menceraikan aku." Stela memutar bola matanya malas. Tatapannya menajam saat mengingat perceraiannya."Aku belum mengajukan surat perceraian ke pengadilan, jadi kita masih bisa kembali.""Berarti dulu kamu membohongi aku?" Stela ingat jika dulu waktu Sean mengantarkannya pulang ke kos setelah acara pesta papa Finn, dia mengatakan jika dia sudah mengajukan surat perceraiannya."Aku tidak benar-benar serius waktu itu. Aku hanya kesal saat kamu dekat dengan Finn." Sean akhirnya mengatakan pada Stela apa yang membuat dirinya mengatakan hal itu dulu."Bukannya aku sudah jelaskan jika aku tidak ada apa-apa dengan Finn?""Iya, tapi dia menyukaimu.""Kalau dia menyukaimu, apa kamu pikir aku semudah itu jatuh cinta." Suara Stela sudah semakin kesal."Aku tahu kamu tidak mudah jatuh cinta, tapi jika Finn
"Aku mau jangan berikan kesempatan pria mana pun masuk ke dalam kehidupanmu, selama aku masih berstatus suamimu." Sebuah rasa ketakutan yang Sean rasakan adalah Stela berpaling dari dirinya. Finn yang menjadi ancaman terbesarnya begitu membuatnya gelisah.Stela menarik senyum di wajahnya. Dia tahu persis jika Sean begitu takut pada Finn. Namun, tanpa Sean larang pun dirinya tidak akan melakukan itu."Baiklah." Satu kata yang Stela ucapkan.Ada kelegaan di hati Sean mendengar ucapan Stela yang akan menjadi janjinya. Semua janji yang akan selalu dia pegang teguh bahwa istrinya itu tidak akan memberi kesempatan pria mana pun. "Satu lagi yang ingin aku tanyakan?""Apa?""Apa kamu masih mencintai aku?"Stela terkesiap mendapat pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dijawab, jika Sean bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Stela."Aku mengantuk, selamat tidur." Stela menarik selimut dan memejamkan matanya. Dia enggan menanggapi pertanyaan Sean.‘Sebenarnya tanpa kamu jawab aku sudah tahu,
"Apa? Olivia di sini?" tanya Stela memastikan. "Iya.""Lalu bagaimana jika nanti dia melihatku?" Stela panik."Memangnya kenapa, jika dia melihatmu." Sean memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Stela.Stela mendengus kesal melihat Sean yang terlihat begitu santai. "Kamu ini bagaimana dia tidak tahu bukan, jika aku ini istrimu.""Akhirnya kamu mengakui jika kamu istriku." Sean tersenyum mendengar ucapan Stela. Perasaannya senang karena setelah sekian lama Stela menyebut sebagai istrinya.Stela merutuki kesalahannya yang mengucapkan hal itu. "Iya, hanya saja aku adalah istri yang dibuang," sindirnya."Stel, aku mohon jangan berkata seperti itu. Aku tahu aku salah." Sean menarik lembut tangan Stela. Ada penyesalan besar di hatinya karena sudah dengan bodohnya mengucapkan kata sakral itu.Merasakan sentuhan lembut tangan Sean membuat sejenak Stela lupa apa yang menjadi kekesalannya. Namun, dia buru-buru untuk menyadarkan diri."Pikirkan dulu cara menghindari Olivia." Stela mena
"Kamu ini bagaimana, jika mama tanya kita ke mana, lalu kamu mau jawab apa?" Sean berpikir untuk membodohi Stela."Jawab saja kita ke sini."Sean sadar jika lawannya adalah Stela. Tidak akan semudah membuat wanita yang sebenarnya masih istrinya itu untuk mendengarkan segala ucapannya."Iya, tapi pasti mama bertanya, apa yang kita lakukan, jika kamu bilang kita sedang berfoto-foto, pasti mama ingin melihat, dan jika mama melihat foto kita berdua tidak ada, apa yang akan diucapkan mama?"Stela menimbang-nimbang ucapan Sean. "Ya sudah, ayo!" Dia pun mengajak Sean untuk berfoto berdua."Berikan ponselnya padaku! Biarkan aku yang mengambil fotonya," pinta Sean." Sean mengulurkan tangannya dan meminta Stela memberikan ponselnya. Saat ponsel Stela sudah di tangannya, Sean mengarahkan kameranya pada dirinya dan Stela. "Senyum!" ucap Sean seraya membidik foto.Saat foto sudah selesai. Sean melihat hasilnya. Namun, hanya dirinya yang terlihat tersenyum, sedang Stela hanya datar saja. "Senyum, S
Stela yang begitu puas jalan-jalan akhirnya meminta untuk kembali ke rumah sakit. Dia berharap jika Olivia sudah pulang menjenguk mertuanya. Karena jika tidak, Olivia akan tahu jika dia adalah istri Sean.Beruntungnya sampai di rumah sakit, ternyata Olivia sudah pulang. Paling tidak Stela lega. Andai mungkin hubungannya dengan Sean baik-baik saja, dia tidak akan main kucing-kucingan seperti ini."Maaf, Ma, kami tadi pergi jalan-jalan." Stela merasa tidak enak dengan mama mertuanya."Tidak apa-apa, hanya saja akhirnya kalian tidak bertemu Olivia."Stela bingung harus menjawab apa pertanyaan mama mertuanya, dia pun menatap Sean seolah meminta bantuan untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut Olivia."Kami masih bisa bertemu saat nanti di Jakarta, Ma." Sean menimpali ucapan mamanya, dan itu membuat Stela lega."Benar juga, kalian masih bisa bertemu di sana nanti," jawab Adel. Saat berbincang dengan anak-anaknya. Adel mengingat satu hal yang ingin kalian tanyakan. "Kalian sekarang tinggal
Sean yang keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk di pinggangnya disambut tatapan tajam dari Stela. Dalam batinnya bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan wanita yang masih menjadi istrinya itu? Namun, wajah tak bersahabat dari Stela membuat nyali Sean ciut saat ingin bertanya."Apa kamu yang memblokir nomer Finn?" Pertanyaan tajam langsung terlontar dari mulut Stela. Tatapan yang menghujam jantung itu begitu membuat siapa pun tak berani menatapnya.Sean baru menemukan jawaban apa yang membuat Stela memasang wajah garangnya itu. "Dari mana kamu tahu?" tanya Sean tanpa merasa bersalah."Jadi benar kamu yang memblokirnya?" Dengan nada suara sedikit meninggi, Stela kembali bertanya pada Sean."Iya," jawab Sean seraya melangkah mengambil baju di dalam kopernya.Jawaban Sean yang begitu tampak santai dan tidak merasa bersalah itu membuat Stela kesal. Dia melangkah menghampiri Sean dan menarik lengan Sean kasar."Kenapa kamu lancang sekali?"Namun, saat Stela menarik lengan Sean denga
Stela menoleh menatap Sean. Rasanya berat untuk mengambil keputusan itu. Dia menimbang-nimbang apa keputusan menerima Sean benar. "Aku ...." Ucapan Stela terhenti karena penerbangan telah usai, dan mereka telah sampai di Jakarta.Sampai di bandara, waktu sudah menunjukan jam sebelas malam. Tubuh lelah Stela sudah tak tertahan lagi. Ingin rasanya dia segera sampai di kos dan merebahkan tubuhnya. Namun, sayangnya itu hanya mimpi, karena mereka pasti akan dihadapkan dengan kemacetan.Di jemput oleh Abi, Sean dan Stela bersiap untuk pulang. Saat di mobil, Sean melihat Stela yang langsung tertidur. Sean pun meminta Abi untuk ke apartemennya saja, karena jarak apartemen jauh lebih dekat.Sampai di apartemen, Stela tak kunjung bangun. Akhirnya Sean memilih untuk mengendong Stela menuju ke apartemennya, dan meminta Abi untuk membawakan kopernya."Apa saat di sana belum puas kamu menghabiskan waktu dengannya?" tanya Abi saat mereka sedang berada di dalam lift."Tutup mulutmu! Tidak terjadi apa
Stela hanya bisa menelan salivanya saat mendengar ucapan Sean. Kata-kata Sean mengisyaratkan jika itu adalah hubungan suami-istri. Namun, Stela tidak merasakan apapun, jadi dia pun merasa ragu.'Apa aku tidur seperti orang mati? Hingga Sean melakukannya padaku, aku tidak merasa,' batin Stela bertanya pada dirinya sendiri.Rasanya Stela merutuki kebodohannya yang tidur sudah seperti orang mati. Apalagi tanda merah di tubuhnya, menunjukan jika Sean benar-benar melakukan padanya.Tawa Sean seketika terdengar saat melihat ekspresi wajah Stela."Apa kamu pikir aku melakukannya padamu?"Stela memilih diam saja saat mendengar ucapan Sean. Sebenarnya itulah yang berada dipikirannya."Apa kamu pikir aku akan melakukan dengan orang yang sedang tidur. Aku rasa aku akan bekerja sendiri jika itu terjadi," jawab Sean tersenyum.Rasanya Stela lega mendengar jawaban Sean. Dia tidak bisa bayangkan jika ternyata Sean benar-benar melakukannya padanya.Rasanya Stela tidak akan pernah rela, walaupun seben