Bab 27Saling Geram"Boleh saya ketemu anak saya?" tanya Tamam. "Iya, Bu, saya juga ingin ketemu anak saya. Jadi kita pertemukan Nathan dan Nabilla, agar mereka bisa baikan! Kita bisa sama-sama menasehati mereka," sahut Razmi. Bu Guru yang memanggil mereka mengulas senyum. "Boleh, Pak, Bu, bentar saya panggilkan mereka di kelas," balas Bu Guru itu. "Terimakasih," balas Tamam. Razmi pun mengangguk, pertanda dia juga nitip ucapan terimakasih. Bu guru itu menganggukkan kepalanya dan mengulas senyum, kemudian beranjak dan melangkah menuju ke kelas Nathan dan Nabilla. Memanggil mereka karena permintaan orang tuanya. Acara pemanggilan orang tua dan pemberitahuan apa yang diinginkan sekolahan telah selesai. Pihak sekolah sangat menyayangkan dengan keadaan yang terjadi. Kabar tak senonoh itu memang sudah terdengar di sekolahan Nathan dan Nabilla. Tamam dan Razmi tak banyak bicara. Karena mereka juga menyadari salah juga dalam hal ini. Walau bukan mereka yang melakukan kesalahan, tapi ju
Bab 28Saat Tahu"Mau ke mana kamu?" tanya Bu Anna. Karena Arsilla datang untuk meminjam mobil ke orang tuanya. "Mau ke sekolahannya Nabilla," jawab Arsilla santai. Bu Anna melipat keningnya sejenak. Mencerna."Ke sekolahannya Nabilla? Ngapain?" tanya balik Bu Anna. Untuk lebih memastikan. "Nabilla tengkar di sekolahan. Tengkar sama Nathan. Jadi orang tua dapat panggilan ke sana! Memang anak itu bikin ribet aja!" jelas Arsilla. Bu Anna tentu saja terkejut mendengarnya. "Kamu itu yang bikin ribet. Bukan anakmu! Ini semua ya karena ulahmu!" balas Bu Anna. Arsilla menghela napas panjang. Menata hati dan pikiran. Harus tetap tenang menanggapi ucapan ibunya. "Kok gitu sih, Bu? Udah bagus Arsilla mau datang ke sekolahannya Nabilla! Faktanya Mas Tamam juga nggak mau datang ke sana, mikirin kerjaan dia. Berat sama kerjaannya dibandingkan dengan masalah anak. Katanya malu. Urusan anak kok malu. Aneh!" balas Arsilla. Sengaja berbohong agar mamanya mau meminjamkan mobilnya. Bu Anna menghela
Bab 29Atur Rencana"Astaghfirullah!" ucap Razmi dengan nada syok. "Kenapa? Ada apa?" tanya Tamam penasaran. Tanpa banyak bicara Razmi seketika menyerahkan hapenya itu ke Tamam. "Ini, lihat sendiri!" balas Razmi. Seketika Tamam menerima hape Razmi. Melihat apa yang ada di dalam hape itu. "Astagfirullah! Sungguh biadab mereka!" ucap Tamam dengan nada suara murka. Ya, Razmi menerima, foto Anton dan Arsilla sedang jalan berdua. Foto sembunyi-sembunyi. Teguh yang mengirimkan foto mereka. Seketika napas Tamam dan Razmi saling memburu. Dada mereka saling naik turun. Tamam segera mengembalikan layar pipih itu kepada pemiliknya. Razmi dengan cepat menerima. "Apa yang akan kita lakukan?" tanya Razmi. Tamam menelan ludah sejenak. Masih berpikir secara kilat. "Kamu telpon saja Teguh. Minta tolong kepada dia, untuk terus membuntuti mereka, mudah-mudahan Teguh tak keberatan. Jadi kita bisa susul mereka! Kita pergoki lagi!" jawab Tamam. Razmi menelan ludah sejenak. Mencerna. "Yakin mau nyu
Bab 30Semua Geram"Kenapa berhenti?" tanya Tamam kepada Razmi. Ya, Razmi memang berhenti. Cukup membuat Tamam penasaran tentunya."Perutku sakit. Aku mau berhenti di POM itu dulu, ya!" jawab Razmi. Tamam menganggukkan kepalanya pelan. Membuka kaca helmnya."Ok. Kalau gitu aku tunggu di sini, ya!" balas Tamam. Razmi menganggukkan kepalanya pelan."Iya. Yaudah aku ke POM dulu, udah nggak tahan. Peru sakit di saat yang tidak tepat!" gerutu Razmi. Tamam hanya menyeringai tipis saja."Sabar!" balas Tamam. Razmi mencebikan mulutnya sejenak. Kemudian membalas dengan senyuman. Kemudian tanpa mikir panjang lagi, Razmi segera meluncur ke POM yang telah ia incar. Karena perutnya memang sudah melilit.Karena Razmi sudah meluncur ke POM, akhirnya mau tak mau, Tamam menunggu tak jauh dari POM yang didatangi Razmi itu. Berangkat bersama, jadi kalau ada apa-apa yang harus saling menunggu. Seperti itu pemikiran Tamam."Arsilla, sebenarnya apa maumu? Kamu bilang tak ingin pisah denganku. Tapi faktanya
Bab 31Semakin Memuncak"Kamu jangan asal ngomong! Arsilla ngomong pinjam mobil ibu, mau ke sekolahan Nabilla. Karena Nabilla kena teguran, dia tengkar sama Nathan. Sedangkan Tamam tak bisa ke sekolahan Nabilla, karena dia mementingkan perkerjaan! Jadi mau tak mau, Arsilla yang datang untuk memenuhi panggilan pihak sekolah anaknya!" sungut Bu Anna. Tak langsung percaya dengan ucapan Adam. Adam nyengir, seraya garuk-garuk kepala mendengar ucapan Bu Anna. "Busyet, si Arsilla gitu amat sekarang, ya? Pintar bohong dan pintar ngeles. Nggak nyangka pokoknya!" ucap Adam dalam hati. Tak menyangka kalau seperti itu Arsilla sekarang. Karena setahu Adam, Arsilla dulu itu lugu dan polos. Tak pernah punya tingkah yang macam-macam. "Jadi kamu jangan ngada-ngada, Arsilla itu nggak mungkin bohongi saya!" sungut Bu Anna, tak gampang percaya dengan apa yang Adam sampaikan. Seketika Bu Anna membuang muka dengan kasar. Napasnya semakin memburu. Adam menelan ludah sejenak. Memang harus sabar menanggap
Bab 32Tak Tahu Malu"Kamu dong yang nyopir!" pinta Arsilla. Anton memainkan bibirnya sejenak."Pinter juga si Arsilla! Dia tahu saja mikir biar aman untuk jalan. Lagian juga memang kerena naik mobil!" ucap Anton dalam hati."Terus motorku?" tanya balik Anton. Hanya sekedar tanya, ingin tahu reaksi Arsilla."Titipkan aja di warung itu. Nanti diambil kalau kita sudah selesai! Gitu aja kok bingung!" jawab Arsilla seraya menunjuk salah satu warung. Anton tentu saja mengikuti kemana jari telunjuk Arsilla menunjuk. Kemudian Anton mencebikan mulutnya sejenak. Manggut-manggut pelan."OK, baiklah! Tunggu bentar, ya! Aku titipkan dulu motor ini. Nggak lama, kok!" ucap Anton. Arsilla menganggukkan kepalanya dengan pelan."Iya!" balas Arsilla. Tanpa ba-bi-bu lagi, Anton langsung menuju ke warung yang di tunjuk oleh Arsilla. Mengikuti saran dari Arsilla, untuk menitipkan motornya. Karena dia memang menginginkan pergi naik mobil. Karena memang terasa lebih aman dari pandangan orang.Arsilla seger
Bab 33Kamar Hotel No 33"Kami siap meluncur ke sana!" ucap Adam dalam sambungan telpon."Ok, aku tunggu, ya! Sudah aku share alamat hotelnya," balas Tamam."Sama-sama punya pasangan, kenapa juga mereka di hotel ya!?" tanya balik Adam. Tamam menghela napas panjang. "Tak perlu aku jawab, tapi aku yakin terkaan kita sama," jawab Tamam. Gantian Adam yang menghela napas panjang. "Pasti lagi ena-ena meraka. Astaga ... kan jadi ke sana arah pikiranku," balas Adam sok polos tapi geram. Tamam hanya bisa mengatur napasnya yang sebenarnya sudah sangat memburu. "Semua orang jelas mengarah ke sana. Bukan pasangan halal, tapi sama-sama punya pasangan. Ngapain lagi kalau nggak ena-ena itu yang mereka cari, sampai nyewa hotel segala," ucap Tamam. Adam mengatur napas yang ia ikut rasakan sesak. "Yaudah, aku sudah kabari Bu Laila. Sekarang aku ada di rumah mertua. Itu Pak Luyo juga sudah sampai. Aku kasih tahu mereka dulu!" pamit Adam. "Ok, segera ke sini, ya! Aku yakin kalau mereka mainnya di ho
Bab 34Live Streaming"Eh, eh, Mbak Razmi kok tumben live streaming ini!" kata salah satu tetangga mereka. Tetangga satu lorong. Emak-emak lagi pada ngerumpi di bawah pohon jambu. Niatnya mau ngelutis alias buat rujak. "Mana-mana?" tanya yang lainnya. Penasaran dan saling mendekat melihat latar pipih yang sedang di mainkan. "Eh, iya, loh ... nampaknya di hotel, ya? Hotel mana ini?" ucap dan tanya yang lainnya. Semua mengarah ke salah satu orang yang ngomong duluan masalah live streaming Razmi. "Hooh! Kayak mau gerebek orang, ya?" balas yang lainnya tak kalah heboh. "Ah, nggak puas, aku buka lewat hapeku sendiri saja lah, aku juga berteman kok dengan Mbak Razmi," ucap yang lainnya, karena nggak puas melihat hape satu dilihat ramai-ramai. Terasa sumpek dan sesak napas. Pokoknya tak lega. "Hooh, aku juga mau lihat pakai hapeku sendiri, aku juga berteman kok," balas yang lainnya. "Walau tak berteman, Mbak Razmi ini live publik, jadi bisa dilihat siapa saja, walau tak berteman sekali