Zayden menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Emilia. "Omong kosong apa yang kamu bilang?""Omong kosong atau bukan, kamu cek saja sendiri. Atau kamu nggak berani?" balas Emilia dengan nekat. Dengan kekuasaan Keluarga Moore, mana mungkin Emilia bisa menandingi mereka. Jika dia tidak bisa membuat Zayden berubah pikiran, khawatirnya Audrey benar-benar akan dipenjara. Oleh karena itu, Emilia langsung mengambil keputusan yang dianggapnya benar ini tanpa berdiskusi dengan siapa pun lagi."Tidak masuk akal," ucap Zayden sambil mendengus. "Aku tahu kamu melakukan semua ini agar aku membantunya. Kurang kerjaan sekali kamu." Zayden melewati sisi Emilia, lalu membuka pintu dan bersiap untuk pergi.Melihat hal ini, Emilia menggertakkan giginya dengan kesal. Padahal dia sudah berkata seperti ini, tapi Zayden tetap saja tidak terpengaruh. Apa Zayden benar-benar bertekad ingin membalas dendam pada Audrey? Dengan tak berdaya, Emilia terpaksa melemparkan sampel yang telah dibungkus dengan erat it
Mendengar bahwa hasilnya sudah keluar, Zayden menjadi gusar. Dia tiba-tiba berdiri dan kedua matanya menatap laporan hasil tes di tangan orang di depannya dengan tajam. "Ketiga laporannya sudah keluar?"Orang itu menganggukkan kepalanya dan memberikan laporan hasil tes di tangannya kepada Zayden. Setelah menerima laporan hasil tes tersebut, Zayden segera membaca hasilnya. Saat melihat hasilnya menunjukkan 99,99% hubungan mereka adalah ayah dan anak, dia segera membuka kedua laporan lainnya dan menyadari hasilnya juga sama."Ada kemungkinan hasil laporannya salah?" Suara Zayden tiba-tiba menjadi serak. Hasilnya benar-benar di luar perkiraannya, dia takut semua itu hanya khayalannya saja."Nggak mungkin, Tuan Zayden," jawab petugas itu dengan yakin. Mereka sudah sering melakukan tes DNA. Kali ini, mereka bahkan melakukan tiga kali tes untuk memastikan akurasinya dan hampir tidak mungkin terjadi kesalahan.Tangan Zayden gemetar. Dia menatap kata-kata di atas kertas itu dengan tajam, tidak
Wanita itu bukan hanya tidak melepaskan Audrey, sebaliknya malah menjadi semakin ganas. Wanita itu melemparnya ke lantai dengan keras dan menginjaknya beberapa kali. "Kalau masih tetap ribut, kamu mati saja!"Saat wanita itu menendang bagian perutnya, Audrey langsung merasa lambungnya sakit. Semalam, dia sama sekali tidak makan seharian. Ditambah lagi disiksa seperti itu, Audrey merasa lambungnya menjadi makin sakit. Dia merasa ada rasa bau amis darah di mulutnya dan ingin bangkit, tetapi dia tidak memiliki kekuatan sedikit pun lagi. Audrey meringkukkan tubuhnya dengan pakaiannya yang kotor dibasahi keringat dinginnya.Melihat Audrey yang akhirnya tenang, wanita yang memukulnya meludah di sampingnya dengan kejam dan pergi dengan marah. Melihat situasi itu, orang lain yang berada di sel itu juga tidak berani berbicara dan membiarkan Audrey berbaring di lantai begitu saja. Audrey merasa kesadarannya menjadi makin kabur, lalu tatapannya menjadi gelap dan pingsan.....Mobil Zayden melaju
Setelah melontarkan kata-kata yang dingin itu, Zayden langsung pergi tanpa ragu-ragu. Sipir penjara ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak bisa bersuara. Bagaimanapun juga, Audrey menjadi seperti ini saat berada di bawah pengawasannya.Jika Zayden benar-benar ingin mencari pengacara untuk menuntutnya, hal ini mungkin benar-benar akan sangat sulit untuk ditangani. Dia tidak bisa menyinggung Zayden dan hanya bisa menatap dengan tajam para tahanan wanita yang berkelahi itu.Sipir penjara itu juga tidak tahu mengapa mereka tiba-tiba begitu kejam dengan seorang wanita yag baru ditahan. Namun, bukankah wanita itu ditahan karena melukai tunangan Zayden? Mengapa Zayden terlihat sangat khawatir padanya? Hubungan dalam keluarga konglomerat benar-benar rumit. Jika dia tahu wanita itu memiliki hubungan seperti ini dengan Zayden, dia mungkin juga tidak akan membiarkan Audrey satu sel dengan tahanan wanita yang seganas ini.....Zayden berjalan sambil menggendong Audrey. Orang di sekitar yang meliha
Entah sudah berapa lama waktu berlalu, Zayden merasa sepertinya dia sudah menunggu sangat lama. Di saat itu juga, pintu ruang operasi terbuka menandakan operasinya akhirnya selesai. Dokter mendorong Audrey keluar dengan ekspresi kelelahan. Zayden juga tidak memedulikan pikirannya yang kacau lagi dan segera maju. "Bagaimana dengan situasinya? Apa berbahaya?""Sekarang sudah baik-baik saja. Apa dia belakangan ini nggak makan dengan baik? Lambungnya memang lemah dan ditambah lagi dipukul orang dengan keras, jadi lambungnya berdarah. Untungnya dia segera dirawat. Kalau telat sebentar lagi, dia mungkin sudah mati."Setelah mengetahui keadaan Audrey sudah tidak berbahaya lagi, ekspresi Zayden akhirnya menjadi lebih lega. Namun saat mendengar Audrey telah dipukul dengan keras oleh orang-orang itu hingga lambungnya berdarah, terlihat aura membunuh di tatapannya.Muncul perasaan ingin membunuh di hati Zayden. Akan tetapi, saat melihat wajah Audrey yang pucat dan kurus, dia hanya bisa menahan am
Melihat tatapan Audrey yang sangat waspada, hati Zayden terasa sesak. "Aku tidak ingin menghukummu, aku hanya ...."Perkataan Zayden belum selesai, Audrey sudah menyelanya dengan tanpa ragu-ragu, "Apa kamu pikir aku masih percaya dengan perkataanmu?"Audrey menatap mata Zayden seolah-olah ingin mengetahui isi hati Zayden. Beberapa saat kemudian, dia tersenyum sinis. "Atau kamu ingin lihat penampilanku yang begitu menyedihkan ini agar bisa semakin mencintai tunanganmu itu?"Sambil bicara, Audrey menyibak selimutnya dan hendak pergi. Dia tidak ingin lagi berada di tempat ini bersama Zayden sedetik pun. Bersama pria ini hanya akan membuatnya merasa semakin jijik. Hanya saja, saat Audrey bergerak, lukanya terasa semakin sakit. Tanpa sadar, Audrey meringis kesakitan, tetapi tetap menahannya."Audrey, kamu masih terluka, jangan bergerak sembarangan!" Melihat Audrey hendak turun dari ranjang dan pergi, Zayden berusaha menahannya. Dokter telah mengatakan bahwa lambung Audrey terluka parah, jad
Ketika melihat Zayden pergi, Emilia juga tidak membuang-buang waktu. Dia segera pergi ke bangsal Audrey sesuai dengan lokasi yang dikatakan Zayden.Begitu masuk, Emilia langsung melihat Audrey yang pucat berbaring di atas ranjang. Wajahnya bahkan terlihat lebam. Wanita ini pasti sangat menderita.Emilia hampir menangis melihatnya. Dia buru-buru menghampiri untuk menanyakan kondisi Audrey. "Audrey, kamu nggak apa-apa?"Begitu mendengar suara Emilia, Audrey tersadar dari lamunannya. Dia menggeleng sambil menjawab, "Aku nggak apa-apa."Namun, karena tidak makan sepanjang hari, suara Audrey terdengar sangat lemas. Dia terlihat seperti memaksakan diri.Emilia mengelus pipinya dengan sedih. Dia berkata dengan perasaan bersalah, "Audrey, maafkan aku. Tanpa meminta persetujuan darimu, aku memberi tahu identitas Dash kepada Zayden. Ini satu-satunya cara yang bisa kupikirkan supaya dia melepaskanmu."Audrey tertegun mendengarnya. Pantas saja, Zayden tiba-tiba mencarinya di penjara? Ternyata, Emi
Shania bak disambar petir saat mendengar pertanyaan Zayden ini. Gawat, apakah kebohongan yang dirangkainya dengan susah payah selama bertahun-tahun ini akan terbongkar sekarang? Akan tetapi, mengapa kebenaran malah terungkap di saat dirinya sudah akan menjadi istri Zayden?"Zayden, dengarkan penjelasanku dulu, bukan begitu ...." Shania yang panik ingin menjelaskan, tetapi Zayden tidak berniat mendengarnya.Ekspresi Shania telah menjawab semuanya. Selama 5 tahun ini, Zayden telah dipermainkan oleh wanita licik ini. Dia tidak perlu menyia-nyiakan waktunya lagi.Zayden melepaskan tangannya, berniat menyuruh bawahannya menyelidiki semua perbuatan Shania selama beberapa tahun. Wanita ini mampu mengelabuinya begitu lama, pasti masih banyak hal yang dilakukannya."Zayden, Zayden, jangan pergi. Aku benar-benar nggak sengaja. Aku jatuh cinta begitu melihatmu. Itu sebabnya, aku melakukan hal bodoh seperti ini. Tapi, kamu juga tahu aku tulus mencintaimu!" Shania sontak meraih ujung pakaian Zayden