Radit memainkan alisnya bertanya pada Kinan dan meminta pendapatnya. Sedangkan Kinan mengedikkan bahunya, merasa bingung. "Begini saja, Bu. Berikan kami waktu untuk berpikir karena membeli rumah itu bukan hal yang bisa diputuskan dalam sekejap," ucap Radit."Baiklah, Pak Dokter. Saya tunggu kabar baik secepatnya ya. Tolong banget ya, Pak, mohon dipertimbangkan biar kami bisa cepat menyelesaikan urusan kami. Kalau Pak Dokter jadi beli, berarti Pak Dokter sudah membantu kami," kata Bu Nilam penuh harap."Iya, Bu. Kami akan mempertimbangkannya," sahut Radit dengan tersenyum ramah.Setelah itu Bu Nilam pamit undur diri kepada semua yang ada di sana."Bagaimana menurutmu, Kinan?" tanya Radit meminta pendapat Kinan.Kinan tampak berpikir. Dia merasa tak punya hak, dan sungkan jika terlalu ikut campur soal rumah yang akan dibeli oleh Radit dengan uangnya sendiri. Tapi dia juga tak mau jika keputusan yang akan diambil Radit akan membawa dampak buruk ke depannya."Kinan, Radit sedang menunggu
"Apa tukang AC tadi sempat rebahan di sini? Kenapa bau parfumnya nempel di spray ini?" tanya Rangga sambil bangkit dan mengambil bantal beserta selimutnya di lemari lalu dia memilih untuk tidur di sofa."Mas ... Mas Rangga apa maksudmu bicara seperti itu?" Risa bertanya seraya membuntuti Rangga yang keluar dari kamar."Tak ada, tidurlah aku ingin sendiri," ucap Rangga dingin.Rangga merasa ada yang janggal dengan istrinya. Namun, dia hanya dapat diam sebelum punya bukti dan melihatnya dengan mata kepala sendiri.Risa merasa cemas, dia tahu jika suaminya menyimpan kecurigaan pada dirinya. Dia paham betul bagaimana jika Rangga marah, dia akan memilih menghindar dan mendiamkannya.****Pagi-pagi sekali Bagas datang ke rumah Bu Rina untuk menemui Ranti. Saat itu Ranti sedang di dapur, menemani Kinan masak, dia merasa perlu belajar dari adiknya yang memang lebih lihai dalam hal perdapuran.Bu Rina menatap tak suka kepada menantunya itu, tapi ada yang mengganjal di hatinya. Bagas terlihat p
"Saya Kinan, Mbak. Ada perlu apa ya?" tanya Kinan dengan menautkan kedua alisnya.Salah seorang wanita itu tersenyum dan mengatakam tujuan mereka."Mbak Kinan lupa sama saya ya? Saya Siska, therapist salon yang tempo hari membantu Mbak Kinan," ucap Siska dengan tersenyum ramah.Kinan mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat wanita di depannya. Senyum simpul terbit di wajah ayunya kala dia berhasil mengingatnya."Oh iya, saya ingat, Mbak. Kalau boleh tahu ada perlu apa ya, Mbak?" tanya Kinan kemudian."Saya dan teman saya ke sini untuk melakukan perawatan pranikah terhadap Mbak Kinan," jelas Siska."Tapi saya gak merasa melakukan pemesanan, Mbak?" tanya Kinan heran.Siska dan temannya saling pandang dan tersenyum ramah kepada Kinan."Mbak beruntung jadi calon menantu Bu Niken. Dia sangat sayang pada calon menantunya dan dia yang sudah memesankan perawatan pranikah untuk Mbak Kinan," ucap Siska menjelaskan.Kinan tersenyum haru, lagi-lagi ibu mertuanya menunjukkan perhatiannya. Kinan ke
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUPART 71 (90)"Ris, aku mau berangkat kerja," pamit Rangga pada istrinya yang masih tertidur lelap.Risa mengerjapkan matanya, perlahan dia membuka matanya yang masih terasa berat."Jam berapa ini, Mas?" tanya Risa masih setengah sadar."Sudah jam 8 lebih," jawab Rangga datar."Apa!? Kenapa kamu gak bangunin aku dari tadi, Mas? Aku ada janji dengan seorang teman," seru Risa, spontan dia duduk dan menyingkap selimutnya.Rangga memicingkan matanya, merasa heran dengan sikap istrinya."Apa begitu penting janji dengan temanmu itu sampai baru bangun tidur pun dia yang kamu ingat? Apa kamu tidak ingin tanya, apa Andika sudah sarapan atau belum saat berangkat sekolah tadi?" tanya Rangga menyindir."Kan sudah ada kamu, Mas. Aku ini lagi hamil, jadi jangan terlalu banyak menuntutku. Kamu sendiri apa pernah perhatian dan peduli padaku?" tanya Risa balik.Rangga tak menjawab, dia memilih pergi dan meninggalkan istrinya yang menatapnya dengan pandangan tajam."Selalu sa
Risa menunggu seseorang di sebuah restoran. Sesekali dia melihat ponselnya, mencoba menghubunginya."Kemana sih, nih orang? Lama banget," gumam Risa dalam hati saat orang yang ditunggunya tak kunjung datang.Minuman yang dipesannya sudah hampir habis, sama seperti kesabarannya yang mulai menipis.Saat dia memutuskan untuk pergi dari tempat itu, seseorang yang ditunggunya muncul dari balik dinding.Risa menatap tajam pada pria itu, emosi yang sedari tadi ditahannya siap untuk dikeluarkan."Dion! Kenapa lama banget, sih?" tanya Risa sebal."Macet, Sayang ... kan jam segini emang waktunya orang pada berangkat kerja. Kenapa, udah gak sabar ketemu sama aku ya?" Dion menggoda Risa."Apaan sih, aku tuh gak bisa keluar lama-lama, nanti suamiku ngomel lagi kayak kemarin," jawab Risa dengan wajah cemberut."Ya udah kita langsung aja, yuk!" ucap Dion dengan mengerlingkan matanya, nakal.Risa tersenyum dan menganggukan kepalanya, menyetujui ajakan Dion.Kedua orang itu pun pergi ke tempat di mana
7 hari sebelum hari H pernikahan Kinan, sudah tampak ada kesibukan di rumahnya. Di kampungnya memang sudah menjadi tradisi, sebelum mengadakan hajat, tuan rumah akan membuat banyak macam jajanan khas dari desa itu dan juga berbagai macam kue kering.Para tetangga bergotong royong membantu mereka yang punya hajat. Meskipun pernikahan Kinan akan diadakan di gedung, tetap saja mereka harus menyiapkan banyak kue untuk suguhan para tamu yang berkunjung ke rumahnya. Belum afdhal rasanya jika belum membuat aneka kue kering sebagai suguhan.Hari itu mereka membuat kembang goyang, nastar, dan kastangel dalam jumlah banyak. Kinan tak ikut membantu karena dilarang oleh ibu-ibu yang ada di sana, menurut mereka calon pengantin memang tak diperbolehkan ikut menyiapkan makanan yang akan digunakan untuk menjamu tamunya.Kinan menemani Caca bermain di halaman. Tampak Risa berjalan sendirian, dia baru saja akan pulang ke rumah setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dion. Dia berhenti tepat di depa
"Baiklah, Bu. Saya permisi dulu ya," ucap Rangga lalu pulang dan kembali keluar dengan memacu motornya ke jalan besar.Masih ada rasa khawatir di hati Rangga. Pria itu takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap Kinan seperti tempo hari.Dipacu kuda besi miliknya menuju klinik milik Radit. Saat dia fokus menyetir, dilihatnya sebuah mobil yang dikenalnya berjalan berlawanan arah dengannya.Dia yakin itu mobil milik Radit, dia memberhentikan motornya dan melihat ke arah mobil yang berjalan dengan kecepatan rendah itu. Terlihat Radit dan Kinan sedang bercanda, tampak senyum bahagia dari bibir kedua insan itu. Hati Rangga mencelos, seperti ada yang tergores di hatinya, perih. Menyaksikan kemesraan wanita yang pernah dicintainya bersama lelaki lain membuat hatinya kembali terluka."Bodoh sekali kamu, Rangga! Kenapa masih saja mengkhawatirkan Kinan, sementara dia sudah bahagia." Rangga membatin merutuki kebodohannya sendiri.Ponselnya berdering, ada tanda panggilan masuk di sana. Saat
"Sial, malah main drama!" seru Rangga nyalang.Rangga berjalan dengan langkah lebar meninggalkan Risa yang menangisi Dion. Dewa mengikutinya, pria itu khawatir jika Rangga akan melakukan sesuatu hal yang membahayakan dirinya.Risa yang menyadari suaminya pergi, lantas memanggil dan mengejarnya. "Mas ... Mas Rangga, tunggu aku!" Risa berteriak.Rangga tak mempedulikan istrinya, dia tetap melanjutkan langkahnya. Harga dirinya sebagai laki-laki telah terluka. Perih, itu yang dirasakannya. Namun, sebisa mungkin dia tak menunjukkan luka yang menganga itu.Demi putranya, dia mencoba untuk memupuk kembali rasa cintanya pada Risa. Demi rumah tangganya, dia mencoba membuang jauh-jauh rasa cintanya pada Kinan dan egonya tapi justru sakit yang ia dapatkan."Bro, kamu mau ke mana?" tanya Dewa saat mengejar Rangga."Pulang ... Emang mau ke mana?" jawab Rangga."Eh kirain, kamu bakal nekad terjun ke sungai atau menabrakkan diri ke—." Belum sempat Dewa melanjutkan ucapannya Rangga sudah menyela pem