“Tok ... tok ... tok!
“Mbak Sari!” itu ada tamu, tolong bukakan pintu! Panggil Arini saat mendengar pintu rumah di ketuk seseorang.
“Ya, Bu,” jawab Sari keluar dari dapur dan bergegas membuka pintu.
Arini mendengar samar-samar Sari berbicara dengan seseorang laki-laki.
“Siapa mbak Sari?” tanya Arini saat keluar dari kamarnya.
“ini, Mbak, tukangnya bu Diah meminta izin untuk masuk soalnya dia disuruh untuk membangun kamar di belakang dapur.
“Oh, ini maksudnya bu Diah apa sih, rumah masih ditempati kok dibangun, apalagi tukangnya nanti mondar-mandir di dalam rumah ini,” batin Arini.
Melihat Arini terdiam.
“Mbak! Gimana ini?” tanya Sari.
“Ya sudah enggak apa-apa suruh masuk saja!
Setelah mendapat izin dari Arini kedua tukang itu pun masuk dan melihat-lihat tempat yang akan di bangun kamar.
“Loh, Bu, suami ibu sudah diberitahu masalah ini belum," tanya Sari.
“Sudah, tadi malam," jawab Arini.<
Sari pulang dari rumah Arini dengan berjalan kaki dan di penuhi kegelisahan dan pikiran tentang rencana kepindahan Arini ke rumah barunya yang akan membuat dirinya kehilangan pekerjaannya. “Kalau bu Arini pindah, aku tidak mungkin ikut ke sana, rumah barunya saja jauh dari sini lagi pula aku juga enggak bisa mengendarai sepeda motor, kalau aku maksa untuk ikut dan nginap di sana siapa yang ngurusi anak-anakku, suamiku belum tentu mengizinkan juga,” batin Sari. Saat akan ke warung bu Dani, Sari melihat bu Diah sedang berada di sana. “Kebetulan ada bu Diah,” batin Sari saat melihat bu Diah dari kejauhan saat bu Diah belanja di warung bu Dani. Sari pun mempercepat langkah kakinya untuk menghampirinya, Sari ingin berbicara dengan bu Diah. “Bu Diah, kebetulan ketemu di sini! Kata Sari. “Eh, Mbak Sari memang ada apa?” tanya bu Diah. “Bu Diah ini gimana? Rumah sudah di kontrak bu Arini kok di renovasi, kalau nanti ibu Arin
Arini sibuk berbenah di rumah barunya dengan di bantu Sari dan Rudi. Mereka menata barang-barang yang di angkut dari rumah kontrakan. Sesekali Arini berhenti untuk menyusui Arsy. “Aku rasa cukup, kalian istirahat dulu! Kata Arini pada Rudi dan Sari. “Mbak, minuman mineral yang di bawa dari rumah kontrakan tadi bawa sini! Untuk kita minum! “Iya Bu,” kata Sari sambil mengambil botol minuman dari tas kresek. “ ini Bu! “Kamu ambil satu, pak Rudi kasih satu," Kata Arini sambil meneguk minuman yang di berikan Sari, Setelah mereka meneguk minuman Arini bertanya pada Sari. “Gimana Mbak, sudah kamu pikirkan bisa ikut ke sini?” tanya Arini. “Iya, Mbak Sari kan bisa tidur di sini, kamu kan bisa juga nanti pulangnya seminggu sekali,” sahut Rudi. “Aku enggak bisa kalau tidur di sini, suamiku juga enggak mengizinkan dan anak-anak tidak ada yang mengurusi kasihan mereka,” jawab Sari. “Ya sudah kalau itu keputusanmu aku tidak bisa memaksa,” ka
Siang itu matahari sangat terik dan terasa menyengat di kulit Arini. Baru saja Arini pulang berbelanja di sekitar perumahan dengan berjalan kaki pulang ke rumahnya, sedangkan Arsy tertidur pulas dalam gendongannya, sesampainya di rumah Arini menidurkan Arsy di kamar dan dirinya langsung rebahan karena Arini kelelahan serta bahunya terasa sakit karena tadi menggendong Arsy dengan berjalan jauh menyusuri perumahan untuk mencari sebuah warung. Arini terus mengingat kejadian yang di alaminya tadi pagi hingga sekarang sampai di rumah. Waktu pagi tadi Arini bangun merasakan lapar karena malam harinya hanya makan mie instan saja, kemudian Arini berencana untuk berbelanja bahan makanan. “Mumpung masih pagi, aku akan belanja bahan makanan untuk persediaan, kalau dengan berjalan pagi-pagi kan enggak terlalu lelah dan kepanasan, aku akan mandi dulu nanti selesai mandi baru Arsy aku mandikan,” batin Arini. Tak berapa lama Arini sudah siap untuk
Bluup ...” Terdengar suara dari arah stop kontak ketika Arini mencolokkan alat penanak nasi listrik. “Arrgh! Arini menjerit kaget. “ada apa ini?” batin Arini sambil mengecek saklar lampu. “ Aduh benar lampunya mati,” kata Arini dalam hati saat mengecek lampu yang dinyalakan tidak hidup, Arini berjalan keluar rumah untuk mengecek meteran listrik yang ada di teras depan rumah. “Ternyata meteran ini mati, Arini pun menghidupkan saklar yang ada di meteran listrik dan Arini mengarahkan ke arah tombol hidup tetapi ketika dia melihat lampu tetap tidak menyala. “Aduh, gimana ini listriknya mati, aku harus minta tolong siapa?” kalau tidak diperbaiki nanti malam akan gelap,” batin Arini. Dia pun kemudian mengambil hp dan berniat menelepon suaminya namun niat itu diurungkannya. “Apa mungkin suamiku mau mengerti akan hal ini, kemarin masalah belanja saja dia tidak peduli padaku, coba aku minta tolong sama pak Rudi. “Hallo, pak! “Hallo, iya ada apa
Terdengar suara deru mobil di depan rumah, Arini segera melihatnya dari balik kaca jendela. Begitu tahu yang datang suaminya Arini keluar menghampiri suaminya. kepulangan Badrun hari ini ke rumah membuat hati Arini menjadi senang karena suami yang ditunggu-tunggunya akhirnya pulang juga yang tidak setiap hari bisa pulang ke rumahnya. Di lihatnya wajah suaminya tampak kelelahan, begitu turun dari mobil Arini mencium punggung tangan suaminya. “Gimana, menurutmu Rin kamu suka dengan rumahnya?” tanya Badrun. “Ya suka, tapi di sini belum ada jasa transportasi, Mas! aku kalau ke mana-mana kesulitan,” kata Arini sambil meletakkan tas kerja bawaan suaminya. “Itu karena di sini masih sepi! Belum ada yang di tempati besok kalau sudah rame banyak penghuninya nanti jasa transportasi kan banyak,” kata Badrun. “Tapi, Mas! kalau nunggu rame kan lama! kalau bisa,” kata Arini tidak meneruskan bicaranya. “Kalau bisa, apa?” tanya Badrun.
Selepas kepergian Badrun suaminya, Arini masih terpaku, Arini tak percaya bila suaminya tega mengatakan kata-kata yang begitu menyakitkan padanya. “Kenapa kepulangannya sekarang mas Badrun berubah sikapnya. Dulu dia begitu lembut kebapakan tapi sekarang dia tega mengatakan kata-kata yang menyakitkan padaku. Apakah ini sisi lain darinya yang tidak aku ketahui? Kuakui aku hanya tahu kehidupannya bila di rumah saja di luar sana aku tidak pernah tahu Apa yang dilakukan serta bagaimana perilakunya?” batin Arini. Arini menghela napas beratnya. “uuuugh!” “Jika mas Badrun terus-terusan seperti ini sanggupkah aku mempertahankan bahtera rumah tangga ini. Walau pun aku menginginkan pernikahan sekali dalam hidupku. Pernikahan bagiku adalah hal yang sakral. Bagiku tidak semua masalah harus diselesaikan dengan perceraian. Karena akan ada sosok makhluk kecil yang paling terluka bila hal ini terjadi,” batin Arini. Terdengar dering telepon membuyarkan lamunan
Arini duduk termenung, tak terasa air matanya semakin deras mengalir membasahi pipi. Kasih sayang dan perhatian yang diharapkan dari suaminya walau harus terbagi dengan istri pertamanya semakin hari semakin pudar. Sedangkan kepulangan suaminya hanya untuk menginginkan tubuhnya saja. Tak ada perhatiannya pada anaknya."Jangankan dengan diriku! Dengan anaknya Arsy pun dia tidak peduli, kalau pulang juga perhatiannya kurang dengan Arsy. Katanya dulu menginginkan anak laki-laki tapi kenyataannya dia malah tidak peduli dengan Arsy. Maafkan ibu ya, Nak! Tidak bisa memberikanmu keluarga yang seutuhnya," batin Arini sambil mengelus kening anaknya dan air mata semakin deras mengalir."Ada apa, kak?" tanya Lasmi yang tiba-tiba muncul dari samping.Melihat kedatangan Lasmi yang tiba-tiba, Arini tersentak kaget langsung menghusap air matanya mencoba menyembunyikan hatinya."Oh, Kamu Lasmi! Kakak tidak apa-apa," kata Arini tertunduk masih mengusap air matanya."Kakak m
Di malam harinya ketika Arini sudah terlelap tidur, mulai terbangun ketika dia mendengar rengekan Arsy. Arini bangun dari tidurnya dan menggendong Arsy untuk menenangkannya. Saat tangannya menyentuh tubuh Arsy dia baru tahu kalau Arsy badannya terasa demam. Merasa panik Arini langsung menggendong Arsy, bergegas berjalan ke kamar Lasmi, masuk ke kamar kemudian membangunkan Lasmi. “Las, Lasmi-Lasmi bangun!” kata Arini sambil mengoyang-goyangkan tubuh Lasmi. “Ada apa, Kak?” Tanya Lasmi ketika terbangun karena merasa ada yang menggoyang-goyangkan tubuhnya. “Arsy badannya demam!” kata Arini panik sambil berusaha menenangkan Arsy yang terus merengek-rengek. “Sejak kapan demamnya, Kak?” Tanya Lasmi sambil tangannya ditempelkan di kening Arsy. “Aku tidak tahu! Tadi waktu aku menidurkannya Arsy masih baik-baik baik saja dan aku terbangun mendengar rengekan Arsy. Kita akan periksakan ke mana ini, Arsy? Kita tidak bisa k