Tidak butuh waktu lama, tepat pukul 9 malam mobil yang dikendarai oleh Sarah dan Vita kini sudah terparkir rapi di salah satu halaman cafe yang sedang digandrungi di kalangan masyarakat saat ini. "Gimana menurutmu, Sar? Bagus banget 'kan cafenya?" Vita meminta pendapat Sarah, Vita sangat yakin jika Sarah juga menyukainya karena keduanya memiliki selera yang hampir sama. Dari dalam mobil Sarah dapat melihat dengan jelas bagian depan cafe yang terlihat sangat elegan, dindingnya dihiasi lampu-lampu kecil. Tidak begitu ramai akan tetapi terlihat begitu natural. Sarah memperhatikan dari dalam mobil sambil kepalanya manggut-manggut. "Ya, lumayan bagus," sahut Sarah. Sarah sudah mengunjungi puluhan tempat di berbagai negara, untuk hal-hal seperti itu tentu saja Sarah pandai menilai. Parkiran hampir penuh, mobil Sarah paling mewah di antara semua kendaraan yang ada karena kebanyakan orang yang berkunjung dari kalangan menengah ke bawah. Vita buru-buru keluar dari dalam mobil. Dia khaw
Di meja nomor 18 "Gimana? Kamu suka gak makan di sini?" tanya Marlon yang tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Natalia yang duduk di hadapannya. Mereka sudah tiba di cafe itu beberapa menit yang lalu, kini mereka juga tengah menikmati masakan cafe tersebut. "Ini sangat bagus, Sayang. Lebih bagus dari tempatku bekerja, padahal ini hanya cafe sedangkan tempatku bekerja itu restoran. Kamu memang pandai memilih," sahut Natalia jujur. "Tentu saja, aku tidak mungkin mengajakmu ke tempat yang tidak biasa karena bagiku kamu itu ratu. Ayo di habiskan makananmu," pinta Marlon. Natalia mengangguk senang. Mereka menyantap makanan mereka dengan sesekali mengobrol random. "Ehh, coba deh kamu rasakan makanan aku. Ini enak banget," kata Marlon menyodorkan steak yang sudah berada di dekat mulut Natalia. Natalia pun membuka mulutnya. "Hmmm." "Gimana?" tanya Marlon melihat wajah Natalia tampak menikmati makanan yang dikunyahnya. "Ini sungguh enak, Sayang," sahut Natalia. Mereka berdua pun s
"Ya. Aku memang cemburu!" ujar Sarah dengan mantap, hal itu membuat Marlon berhenti tertawa. Tidak menyangka sama sekali jika istrinya itu akan cemburu pada Natalia. "Apa maksudmu? Kita sudah sepakat untuk mengurus urusan kita masing-masing tanpa kita ikut campur urusan kita satu sama lain," ingat Marlon pada Sarah. Terlihat sangat jelas wajah Sarah yang menahan amarah, tapi ada kesedihan juga di dalamnya. "Cemburu itu hakku, kenapa kamu mengaturnya?" tanya Sarah menantang. "Hak?" ulang Marlon tidak mengerti. Dia amat tidak menyangka sedikitpun jika Sarah sekarang berani mengungkapkan perasaannya itu pada Marlon. Sarah tahu jika dirinya saat ini seperti sebuah lelucon di mata Marlon. Bagaimana tidak? Dulu Sarah lah yang menginginkan kehidupan seperti yang terjadi sekarang tetapi kenyataannya, lambat laun Sarah diam-diam memperhatikan perhatian Marlon yang jauh berbeda dari sebelumnya. Dan hal itu membuat Sarah terpengaruh memiliki rasa cemburu terhadap Marlon. Mulanya Sarah ing
Sarah tersenyum kecut, teramat begitu kecut. Bagaimana tidak, apa yang Marlon tebak itu benar adanya. Sarah memang menginginkan perpisahan tapi bukan waktu yang tepat untuk sekarang ini. "Kamu pikir enak ya jadi aku berada di posisi yang sekarang? Aku tau maunya kamu itu ke arah mana pada hubungan ini, aku pun sama. Tapi...." Ucapan Sarah berhenti. Marlon dan Sarah serempak menengok ke arah pintu, suara bel berbunyi. "Itu pasti dia datang, kamu lihat sana," pinta Marlon pada Sarah. Sarah agak melotot karena mendapatkan perintah dari Marlon. "Kamu menyuruhku? Sejak kapan kita saling suruh-menyuruh? Lagian sudah ada bi Sumi, iya kan?" tanya Sarah mengingatkan. Marlon menggelengkan kepalanya sendiri. "Kamu nurut saja, bukain pintu untuknya. Ini semua demi agar kita terlihat kompak dan baik-baik saja," ujar Marlon menjelaskan. Sarah telah salah sangka pada Marlon, apa yang Marlon bilang benar juga. 'Benar juga apa kata gerandong. Bukankah dengan begitu, kita akan terlihat sepert
APARTEMEN NATALIA Natalia menghela nafas panjang. Setelah Marlon mengantar ke apartemennya, Natalia segera mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur kemudian naik ke pembaringan. Tidak ada acara apapun setelahnya karena memang dirinya hanya tinggal sendiri, sedangkan perutnya juga sudah merasa kenyang meskipun dia tidak sempat menghabiskan makanannya di cafe bersama Marlon tadi. Sebenarnya Natalia masih merasa heran dengan sikap Marlon malam ini, tumben sekali dia tidak mampir saat Marlon mengantarkan Natalia pulang tadi. Biasanya Marlon akan tinggal beberapa jam, meskipun Marlon tidak menginap setidaknya akan ada sesi basa-basi. Sesibuk apapun, Marlon akan menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang dengan Natalia. Malam ini tidak lagi. "Apa ini ada hubungannya dengan wanita yang berada di cafe tadi ya? Siapa dia? Kenapa wanita itu memanggil Marlon dengan sebutan tuan? Apa dia anak boss Marlon?" gumam Natalia bingung. Natalia masih mengingat dengan jelas wajah wanita yang memint
Natalia diam beberapa saat, memikirkan apakah ini saatnya dia bisa mengenal orang yang dia duga adalah orang tua Marlon.Hingga beberapa detik kemudian, Natalia memutuskan hendak turun. Dia akan menemui Marlon dan tuan Carlos.Yah, kapan lagi kalau tidak sekarang? Mengingat hubungannya dengan Marlon sudah terjalin cukup lama tapi nyatanya sampai sekarang tidak ada kemajuan sama sekali."Saya turun di sini saja, Pak," ucap Natalia tiba-tiba. "Lho, beberan Mbaknya mau turun di sini? Masih jauh tempatnya lho, Mbak.""Iya saya tahu, ohh ya ... ini ongkosnya," ucap Natalia, tangannya terlulur meyerahkan uang pecahan 50 ribu. Sopir taksi itupun menerimanya kemudian Natalia keluar dari dalam taksi. Beberapa detik lagi akan berganti lampu, Natalia mempercepat langkahnya hendak menghampiri mobil yang dia duga di dalamnya adalah Marlon dan papanya.Buk! Karena terburu-buru dan tidak memperhatikan sekitar dengan teliti, Natalia malah menubruk penjual asongan hingga penjual asongan itu meng
Kini Natalia sudah berada tepat di depan mall. Setelah membayar ongkos taksi, Natalia segera masuk dengan penuh percaya diri.Meskipun dia sudah menanyakan perihal lowongan pekerjaan yang kemungkinan tersedia di salah satu stand di mall tersebut kepada satpam di depan tadi, dan sayangnya sang satpam mengatakan jika satpam itu belum memiliki informasi tapi Natalia tetap masuk untuk mencari tahu sendiri.Natalia berfikir mustahil jika satpam di depan pintu masuk mall tersebut memiliki informasi secara lengkap mengenai semuan stand di mall sebesar itu yang membutuhkan karyawan baru.Natalia mencari toilet terlebih dahulu untuk memastikan penampilannya. Dia akan merapikan yang perlu dirapikan, walaupun Natalia sudah rapi dan penampilannya menarik seperti biasanya akan tetapi dia tetap ingin mengeceknya karena di sana dia merasa bebas bercermin dengan kaca yang besar. Tidak lucu 'kan jika dirinya mau numpang bercermin di stand pakaian di mall tersebut?Apalagi dia tadi sempat berlari-lari
Marlon berdehem untuk menetralkan kegugupannya."Halo, halo? Suaranya kurang jelas, Sayang." Marlon bak orang bodoh, malah pura-pura kehilangan sinyal.Handphone elit, sinyal sulit. Mungkin begitulah kiranya anak muda bilang."Maaf, Sayang. Apa aku mengganggu kerjamu?" tanya Natalia, terdengar nadanya seperti merasa bersalah."Ti-tidak, ini masih jam makan siang makanya aku masih istirahat dan bisa menjawab teleponmu," jawab Marlon yang sepenuhnya tidak berbohong.Matanya melirik makanan di atas meja yang di pesankan oleh Melly tadi sebelum pergi. Masih banyak dan hanya sedikit saja yang masuk ke dalam mulut Marlon, sebagian masih utuh tak tersentuh.Marlon memilih mengerjakan pekerjaannya terlebih dahulu karena ingin segera bersantai setelahnya, akhirnya Marlon tidak menghabiskan makanannya. Dia pun merasa rindu dengan Natalia. Kemungkinan nanti malam Marlon akan berkunjung ke apartemannya yang kini dihuni oleh Natalia."Ohh syukurlah. Kamu sudah makan siang? Boleh aku video call kam