"Natalia?" ulang Marlon sekali lagi. Melly mengangguk dengan pasti."Benar, Boss. OB yang biasa membersihkan ruangan ini sudah mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan karena orang tuanya meninggal dan rumahnya di kampungnya, Boss," lapor Melly.Marlon mengangguk mengerti."Aku ingin OB laki-laki yang membersihkan ruangan ini, bukan OB baru yang kamu maksud itu. Bisa-bisa dia bikin kekacauan di ruanganku," ucap Marlon memberikan perintah."Tapi, Boss. Bukankah tak masalah meskipun anak baru tapi OB itu sangat cekatan bekerja. Bahkan hingga pagi ini dia sudah membersihkan lebih dari 10 ruangan dengan gesit dan tentunya sangat bersih, untuk itu kepala OB me___" Bantahan Melly terpotong tatkala Marlon membuka suara yang lagi-lagi membuat Melly heran."Apa? 10 ruangan?" Marlon melirik jam tangannya, padahal baru beberapa jam para karyawannya efektif masuk jam kerja.'Dia terlalu bersemangat untuk bekerja, aku jadi tidak tega,' batin Marlon."Iya benar. Ada apa, Boss?" Melly menampilka
"Ehh, Non Tania. Kenapa balik lagi? Kenapa gak gabung dengan tuan, nyonya dan non Sarah di taman belakang?" tanya bibi yang hampir bertabrakan dengan Tania, adik Sarah. Tanpa menjawab, Tania melewati pembantu yang menyapanya barusan. Wajahnya terlihat begitu kesal, pembantu itu hanya bisa diam tanpa berani membuka suara lagi. Dia sudah hafal dan memaklumi tabiat Tania yang kadang seperti anak kecil tapi terkadang juga cukup dewasa. Yang jelas masih labil. Sebenarnya dia tidak ingin ambil pusing dengan tingkah majikannya yang satu itu tapi tidak dengan menyembunyikan wajah kebingungannya. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sepertinya non Tania begitu kesal setelah ana non Sarah?" monolog pembantu tersebut. Namun, setelah itu dia tidak lagi memikirkan sikap majikan kecilnya yang sebenarnya sudah berumur 22 tahun itu, dia pun meneruskan perjalanan membawa baki berisi minuman dan juga cemilan untuk dibawanya menuju taman belakang. "Maaf ... mengganggu waktunya sebentar, Tuan, Nyonya
Deg! 'Apa yang terjadi?' tanya Sarah dalam hati. Sarah melihat mata Sarah sudah berkaca-kaca, rupanya ada yang Sarah terlewatkan di sini. Sarah mendekati ranjang tempat Tania berada."Apa yang kamu bicarakan, Tania?" tanya Sarah, tangannya terulur hendak menyentuh kepala Tania. Sarah ingin mengelus rambut adik kecilnya itu yang kini sudah sama-sama dewasa. Sarah masih ingat bagaimana dulu mereka melewati hari-hari bersama-sama dari kecil hingga akhirnya saat Sarah masuk kuliah harus berpisah dengan Tania karena Sarah harus melanjutkan studinya ke luar negeri. Begitupun juga dengan Tania. Saat Sarah sudah kembali ke tanah air karena telah menyelesaikan studinya dengan baik, hanya beberapa saat saja Sarah bertemu Tania. Tania bergantian harus terbang ke luar negeri untuk masuk kuliah, sedangkan saat itu Sarah langsung dijodohkan dengan Marlon. Semua itu sudah berlalu, 3 tahun yang lalu dan kini mereka sama-sama di tanah air bersama kedua orang tuanya. Tania menghindar saat Sarah h
Natalia duduk di salah satu gazebo yang berada di samping kantor, Natalia sungguh dibuat kagum dengan interior bangunan kantor di tempatnya bekerja tersebut. Sangat luas dan bagus, bahkan ada taman yang indah di sana.Sungguh lengkap.Beruntung di hari pertamanya kerja, Natalia bisa menikmati suasana kantor di tempat tersebut.Natalia membuka botol yang dibawanya dari pantry hasil pemberian Hendrik tadi dan meminumnya beberapa teguk. Rasanya sungguh segar, antara manis dan dingin membuat kerongkongannya terasa begitu melegakan.Natalia mengalihkan atensinya saat mendengar suara orang mengobrol. Rupanya ada beberapa karyawan yang baru saja melewati tempat dimana Natalia berada, kemungkinan mereka karyawan yang masuk shift siang. Ada juga yang hendak pulang membawa tasnya dengan wajah kuyu tapi sekaligus berseri-seri.Mereka mencuri pandang ke arah Natalia sebentar, tapi setelahnya mereka tidak peduli dan tampak beberapa dari mereka mengedikkan bahunya. Natalia yang melihat itu hanya bi
Keringat terus membasahi dua tubuh yang saling menyatu dan beradu. Meskipun AC cukup dingin, tapi tidak mampu menghilangkan keringat mereka yang mengucur deras."Akhhh!" pekik keduanya saat mencapai puncaknya. Nafas mereka terengah-engah, rasanya sedikit kehilangan oksigen karena energi mereka terkuras habis."Sayang, tadi itu sungguh sangat luar biasa. Terima kasih banyak ya, aku sangat sayang dan cinta padamu," ucap Marlon lalu mencium kening Natalia dengan lembut.Natalia tersenyum tertahan, sebenarnya Natalia sedang memikirkan sesuatu setelah pergulatannya dengan Marlon beberapa kali belakangan ini."Baby? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Marlon menyidik sambil mengelus puncak kepalanya gemas.Pasalnya wajah Natalia terlihat mendadak mendung. Amat berbeda dengan beberapa menit lalu, yang terlihat sangat menggairahkan. Dan biasanya Natalia akan membalas ciumannya dengan panas, walaupun permainan telah berakhir."Aku hanya minta kepastian darimu. Kita sudah lima tahun lamanya berpacara
RUMAH KEDIAMAN KELUARGA NATALIANatalia pulang ke rumah dengan perasaan yang bercampur aduk, seharusnya hari ini dia masuk kerja, karena hari ini bukanlah hari libur tapi Natalia enggan karena badannya terasa sangat capek.Dia tidak peduli jika akan terkena marah oleh atasannya yang terkenal galak dan disiplin di restoran---tempat dia bekerja itu.Seharusnya Natalia saat ini khawatir atasannya akan memecatnya, lantas Natalia akan menjadi pengangguran karena sudah enam kali dia absen tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas.Tapi yang pasti, semalaman dia hampir tidak tidur akibat melayani hasrat Marlon yang menggebu-gebu. Agaknya dia akan sedikit demam, itu yang Natalia rasakan.Jari tangannya yang lentik, menyapu rambutnya yang menutupi sebagian wajah ayunya, karena angin berhembus kencang tatkala kakinya menapaki emperan rumah papanya."Bagus ya, semalam gak pulang dan sekarang pulang sudah siang!" sapa seseorang, suara yang sangat Natalia kenal itu tengah menegurnya.Natalia tidak
Hanya dalam waktu tidak lebih dari 10 menit, mobil mewah milik Marlon telah tiba di halaman rumah kediamannya yang berlantai dua dengan pilar depan yang menjulang tinggi, menambah kegagahan rumah bercat warna putih tersebut.Sejak tiga tahun terakhir itu, dia memang sudah menghabiskan hari-harinya untuk tinggal di rumah yang dia beli. Rumah itu khusus untuk tinggal dirinya bersama istrinya---Sarah.Meskipun begitu, Marlon lebih banyak hidup di luar. Marlon terpaksa menyebut rumahnya itu adalah rumah utama. Ya! Rumah yang dia tempati bersama Sarah. Karena tidak mungkin bagi Marlon harus tinggal bersama papanya di rumah tempat dia dibesarkan.Apalagi jika ada acara keluarga, rumah Marlon yang akan menjadi tempat utama. Padahal rumah itu tidak semewah mansion milik tuan Carlos. Orang tua Marlon dan Sarah memang sudah percaya penuh terhadap mereka, meskipun pernikahan mereka hanyalah sebuah permainan saja bagi mereka.Sandiwara pernikahan itu sudah membuat kesan yang mendalam bagi keluarg
Selepas kepergian kedua orang tua Sarah dan juga papa Marlon dari rumah mereka beberapa menit yang lalu, akhirnya keduanya hanya terus bisa berdiam diri di tempat mereka masing-masing.Mereka dengan pikirannya yang tidak menentu.Marlon tidak mencintai Sarah, begitu juga sebaliknya. Sarah sama sekali tidak tertarik dengan pria tampan yang berada di hadapannya itu. Apalagi Marlon amat dingin terhadapnya, sikapnya sudah tidak Sarah suka sejak awal pertemuan mereka.Hal itu sudah wajar karena keduanya sudah memiliki kekasih masing-masing. Meskipun begitu keduanya tidak membuka kartu satu sama lain di hadapan kedua orang tua mereka ataupun khalayak publik.Marlon tidak tahu siapa cowok Sarah dan begitu juga dengan Sarah yang tidak tahu menahu siapa cewek Marlon.Tanpa aba-aba keduanya memandang satu sama lain. Awal mulanya tatapan mereka memiliki sebuah arti walaupun itu tidak begitu jelas.Lama-kelamaan mereka jadi teringat akan keberadaan mereka di rumah tersebut karena sebuah perjodoha