Ethan tidak fokus ketika rapat karena terus memikirkannya keadaan Alina. Hatinya terus saja khawatir dan tidak bisa tenang sedikitpun. Ethan memijat-mijat kepalanya yang terasa begitu mencengkram padahal dia sedang tidak sakit kepala.Setelah beberapa saat, rapat pun selesai. Ethan segera kembali ke ruangannya masih dengan pikiran menuju pada Alina.Yunda masuk ke dalam ruangan Ethan dengan membawa bekal makanan. Karena Yunda mendapatkan informasi bahwa Ethan tidak makan sejak kemarin.“Sayang, aku bawakan kamu bekal makanan sehat, kamu pasti akan sangat menyukainya (Yunda mulai membuka tutup bekal makanan) kamu tahu Sayang, aku membuat ini penuh dengan cinta dan kasih sayang, ayo sekarang bukan mulutmu AAA.”Ethan diam saja dengan wajah yang kedua alisnya mengernyit. Yunda baru sadar bahwa Ethan tidak menyadari kehadirannya bahkan setelah ia bicara panjang lebar seperti tadi.Yunda yang kesal menghentakkan tangannya di atas meja dengan keras.“Apa dia baik-baik saja?” celetuk Ethan y
Fathan dan Alina kini sudah duduk di meja makan warung pinggir jalan itu. Fathan segera memesankan makanan yang biasa ia pesan.“Bu, biasa ya!”“Oke siap Nak Fathan, dua porsi berarti ya,” sahut Ibu pemilik warung itu seraya melihat ke arah Alina. Alina membalas tatapan Ibu itu dan tersenyum ramah.“Iya Bu, biar anak ini enggak masuk rumah sakit lagi, kan aneh kalau liat dia pakek baju pasien gini,” ucap Fathan. Alina membalas dengan tatapan kesal kemudian mengalihkan pandangannya pada hal lain. Fathan tersenyum kemudian melihat ponselnya memeriksa apakah ada pesan masuk.Tidak berapa lama, pesanan pun datang. Mata Alina terbelalak begitu ia melihat sambal terasi dan rebusan. Ayam panggang yang juga tidak kalah menarik perhatiannya. Kemudian Ibu itu menyajikan berbagai macam hidangan laut juga. Alina hampir tidak bisa menahan salivanya.Fathan lagi-lagi tersenyum dan merasa senang telah membawa Alina ke tempat itu. Setelah semua hidangan disajikan, Alina mencuci tangannya, berdoa dan
Fais menuju ke setiap rumah sakit untuk mengetahui dimana keberadaan Alina dan bagaimana keadaannya. Akan tetapi sudah banyak rumah sakit yang ia datangi Alina tidak ada di sana. Fais segera menghubungi Jonathan untuk memberikan kabar itu.“Bos, Alina nggak ada di rumah sakit manapun. Kayaknya dia udah pulang deh.”“Ya udah, kalau gitu intai rumah cewek itu dan cari cela untuk melakukan balas dendam,” jawab Jonathan dari panggilan telepon itu. “Baik Bos.”***Alina saat ini sedang dalam keadaan suasana hati yang gembira. Ia sudah membuat beberapa halaman naskah untuk komik daring. Ia hanya perlu datang ke kantor besok dan bicara pada editor kemudian mereka akan mencari komikus untuk cerita itu.Alina sekarang sedang menyirami semua tanaman yang ada di pekarangan rumah. Wanita itu sesekali tersenyum karena melihat bunga dan kupu-kupu yang hinggap di sana.“Paket!” pekik seseorang dari luar rumah.Alina terkejut dan melihat ke pintu gerbang rumahnya. ‘Aku rasa aku tidak pernah memesan
Setelah beberapa saat Alina perlahan tidak sadarkan diri akibat obat bius. Lalu Siska segera menghubungi Jonathan dan temannya. Beberapa saat kemudian Jonathan masuk, “Hahaha, akhirnya aku bisa balas dendam sama cewek ini. Aku akan buat Fathan menyesal telah mencampuri urusanku bahkan melukai ku,” ucap Jonathan. Siska juga tersenyum puas atas pekerjaan yang ia lakukan. “Akan kita apakan dia Bos?” tanya Fais.Jonathan melihat seisi rumah Alina. Lalu Jonathan bisa melihat beberapa hiasan mewah di dalam rumah itu. Awalnya dia berniat untuk menghancurkan barang-barang itu karena Fathan sudah memporak porandakan basecamp mereka. Tapi ia mengurungkan niatnya karena terbesit di benaknya rasa kasihan pada Alina. “Kalau aku hancurin semua ini terus cewek ini juga aku hancurin hidupnya nanti, aku takut nanti aku ngerasa bersalah kalau berbuat lebih kayak gitu,” pikirnya.“Udahlah, kita bawa aja dia ke basecamp dulu, nanti baru kita pikirkan apa yang harus kita lakukan sama dia,” ujar Jonathan
Alina kembali ke rumahnya. Ia pun berbaring di atas kasurnya kemudian menarik selimut dan menutupi tubuh mungilnya itu. Fathan sangat ingin membelai rambut Alina dengan lembut, tapi ia khawatir penulis itu akan marah padanya.“Alina kamu ke rumah aku aja ya, di sana kan ada Mama yang bisa jagain kamu,” bujuk Fathan.‘Lalu kenapa jika memang ada Mamamu di rumahmu? Itu bukan urusanku,’ benak Alina. Alina menatap kedua mata Fathan dan di saat yang sama muncullah Lisa dari gerombolan anggota street motorcycle. Lisa segera menuju pada Alina yang berada di atas kasur. Lisa mengelus-elus rambut Alina dengan tatapan sedih, kemudian memegang tangannya dengan khawatir.“Kenapa? Alina kenapa?” tanya Lisa panik.Fathan hendak menjawab tapi Alina memberi isyarat untuk diam karena dia yang akan menjawabnya. “Aku baik-baik saja Lisa, mereka semua telah membantuku. Nanti akan aku ceritakan padamu apa yang terjadi setelah mereka pergi,” ucapnya. “Fathan, sekali lagi terima kasih. Sekarang Lisa sudah a
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Fathan heran.“Fathan, aku takut padamu. Aku tidak tahu sejak kapan rasa takut ini ada dan aku hanya ingin pembahasan dan pembicaraan kita hanya berkaitan dengan pekerjaan. Aku mohon padamu,” jawab Alina kemudian berbalik dan menjauh dari Fathan.Fathan melihat punggung penulis cantik itu. Ia tidak tahu bahwa Alina ternyata menyimpan rasa takut padanya. Entah dari hal apa dan kejadian yang mana yang membuat Alina takut padanya. Yang Fathan ketahui saat ini adalah bahwa ia merasa sedih mendengar pernyataan Alina.Fathan terdiam sesaat di bawah derasnya air hujan yang terus mengenai tubuh kekarnya. Hingga akhirnya Harun datang dan menyadarkan dirinya.“Ngapain kamu ujan-ujanan nanti sakit tau, Mama kamu nanti khawatir. Ayo pulang, aneh banget dapet kerjaan baru malah main ujan-ujanan,” cetus Harun yang tidak tahu apa-apa.“Oy, malah diem aja. Ayok, kita malam ini kan mau ke rumah Aris. Kamu enggak lupa kan Fat
Alina baru saja bangun dan merenggangkan setiap otot yang ada di tubuhnya. Lalu ia berguling ke kanan dan ke kiri di atas kasurnya. Ia sangat malas bangun pagi itu walaupun ia ada janji temu dengan Fathan dan Retno di apartemen Retno.“Oh sial, aku sangat malas,” gumamnya. Dengan enggan Alina terpaksa bangun dan bersiap untuk pergi.Setelah siap, penulis itu berjalan menuju gerbang rumahnya. Dan tepat di depan rumahnya Fathan sudah menunggunya. Raut wajah Alina berubah menjadi dingin dan jutek.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Alina.Fathan turun dari motornya dan mendekati pintu gerbang yang belum terbuka itu. “Retno memintaku untuk menjemputmu,” jawabnya.“Aku akan mengendarai mobil sendiri, kamu tidak perlu repot-repot,” cetus Alina. Tapi sesaat setelah ia berbicara, ia mendapatkan pesan dari Retno yang memintanya untuk datang bersama Fathan karena di basement apartemen Retno sudah penuh untuk parkir mobil. Jadi mau tidak mau Ali
“Makasih untuk hari ini ya, hati-hati di jalan!” Lambaian tangan Retno mengiringi kepergian Alina dan Fathan.Setelah Alina dan Fathan tidak terlihat lagi, ia pun kembali masuk ke dalam gedung itu. Dan di saat itu Retno melihat Ethan berada di dekat pintu masuk gedung menatap ke arahnya.***Retno dan Ethan kini tengah duduk di cafe.“Apa yang ingin kamu tahu atau kamu tanyakan padaku?” tanya Retno.“Apakah yang baru saja pergi adalah Alina?” “Apa pedulimu siapa dia? Mau Alina atau bukan, tidak ada urusannya denganmu.”“Apa kamu juga membenciku Retno?”“Aku tidak membencimu tapi aku kesal padamu, terus kenapa juga kamu harus bertunangan di gedung ini ha?” jawab Retno sekaligus bertanya dengan kesal.“Jadi benar itu Alina, sepertinya wanita yang tadi aku lihat adalah dia dan pria itu,” gumam Ethan.“Hah, terus kenapa? Apa kamu sekarang merasa bersalah pada Alina? Baru sekarang kamu sadar? Sudah terlambat, sudah ada yang siap menjadi mengganti kamu untuk menjaganya,” cetus Retno dengan