Inayah sontak tertegun, jujur saja dia bingung untuk menjawab apa. Mengingat bagaimana Irsyad dulu pernah ditolak oleh kedua orang tuanya ketika ingin melamar Inayah. "Atas nama orang tuaku, aku memohon maaf.""Maaf untuk apa, Nay?" tanya pria tua itu tak mengerti."Mungkin penolakan orang tuaku beberapa tahun lalu telah menyakiti hati Kakek." Inayah tertunduk malu dan merasa bersalah, jika saja ibunya tidak menulis surat mana mungkin dia bisa tahu bahwa Irsyad pernah berbicara kepada orang tuanya perihal ingin melamar Inayah."Oh, masalah itu Kakek juga tidak terlalu ingat namun waktu itu Irsyad melarang Kakek untuk menemui orang tuamu." Izzan yang ada di ruangan tersebut sontak menatap Inayah, "Apa maksud ucapanmu itu, Nay?" tanya Izzan sangat penasaran, bukankah selama ini yang Izzan tahu bahwa kak Irsyad belum sempat untuk meminangnya, meski dia sudah menyiapkan semua perlengkapan lamaran."Jangan bilang kalau..." Izzan menelisik tajam ke arah Inayah. Seolah dia bisa menebak
Dan segerombolan pria berseragam datang sembari menyodorkan sebuah pistol ke arah pria tadi. "Borgol dia sekarang," titah pria itu melirik dua orang pria di belakangnya."Kalian tidak akan bisa menangkapku!" serunya masih mengenakan sebuah masker yang menutupi wajahnya."Apa kau masih bermimpi?! Lekas bangun dari ilusimu karena kami sudah menangkapmu sekarang!" jawab seorang pria yang kini sedang berada di daun pintu dengan napas yang ngos-ngosan."Jody," sebut Izzan pelan. Inayah meminta Alita untuk mendekat ke arah Izzan, "Apa kau baik-baik saja, Zan?" tanya Inayah nampak khawatir."Apa kau mulai mengkhawatirkanku?" tanyanya dengan alis terangkat."Tentu saja, kau terluka seperti ini karena melindungiku dan kakek." Inayah menyentuh jemari Izzan dan membawanya untuk segera duduk di atas sofa, melirik sahabatnya untuk ikut membantu maka Alita pun langsung bergegas cepat. "Aku akan memanggil perawat," ucap Alita mengerti bahwa Inayah tidak ingin sampai terlambat mengobati Izzan.
"Apa kau mendengar suara itu, Al?" tanya Alita ingin tahu."Iya, sepertinya suara itu berasal dari ruangan ini." Aldi menyentuh knop pintu dan ternyata pintunya terkunci. Pria brewok itu mencoba mengetuk pintu sambil bertanya, "Ada siapa di dalam?" Merasa tidak ada jawaban, dua orang itu pun memutar balik namun baru dua langkah memutar balik tiba-tiba terdengar kembali suara orang meminta tolong, dengan sigap Aldi langsung mengetuk pintu itu kembali dan bertanya, "Halo Ada siapa di dalam?" tanya Aldi ingin memastikan."Tolong!!" Terdengar ada jawaban yang meminta tolong akhirnya Aldi bergegas mendobrak pintu tersebut dan alangkah terkejutnya dua orang itu ketika mendapati Al Fattah Shidiq sedang tergeletak di anak tangga bagian bawah dengan posisi kursi roda menimpa tubuhnya."Astagfirullah, Kakek. Bagaimana bisa ini terjadi di mana Izzan dan Inayah?" tanya Alita dan Aldi bersamaan. Aldi dan Alita membantu pria tua itu untuk duduk kembali di atas kursi rodanya, "Izzan edang me
Izzan mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Halwa, apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu?” tanya Izzan kalut.“Pilihanmu hanya satu, Zan. Kembali padaku atau aku akan mendorong Inayah,” jawab Halwa yang sudah kesetanan.Di saat yang sama, Jody dan Aldi sampai di jembatan itu. Mereka sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari jembatan supaya tidak ada yang tahu tentang kedatangan mereka.“Astaga, apa yang sedang Halwa lakukan?” gumam Aldi sambil membelalakkan matanya.Posisi Halwa yang membelakangi Aldi dan Jody membuat mereka kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Hingga akhirnya mereka mendengar ancaman demi ancaman yang terlontar dari bibir tipis Halwa.“Kita harus menyelamatkan Inayah dari sana sebelum Halwa mendorongnya,” ucap Jody lirih supaya Halwa tidak mendengar.“Bagaimana caranya? Apakah kau tidak melihat jika Halwa mengikat Inayah di jembatan?” gerutu Aldi cemas.“Pasti ada caranya, Al. Selalu ada cara untuk menyelamatkan seseorang,” balas Jody dengan yakin.Sementa
“Ibu, tadi aku diajari cara menggambar pemandangan yang indah oleh Bu Guru,” celoteh Athar kepada sang ibu yang menjemputnya di sekolah.Ibu Athar, Inayah, tersenyum lebar. “Benarkah?” Athar menganggukkan kepalanya dengan antusias.Inayah terkekeh. “Kalau begitu, nanti kamu harus mengajari ibu juga, ya?” tanya Inayah yang dibalas Athar dengan anggukan kepala. Siang itu, terik matahari membakar kulit wanita berhijab tersebut. Setelah mengambil alih tas punggung putranya dan meletakkannya di kaitan depan sepeda motornya, Inayah menyalakan mesin sepeda motornya. Wanita itu lantas menyuruh Athar untuk naik ke atas sepeda motor. Kalau mereka tidak buru-buru pulang, bisa-bisa panas matahari akan semakin menyengat nantinya. Ketika Athar baru saja naik ke atas sepeda motor, dari arah kanan sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Pengendara mobil yang saat itu sedang berusaha meraih ponselnya yang jatuh ke bawah jok mobil tak tahu jika di depannya ada sebuah sepeda motor yang
Izzan pun menjelaskan tentang bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi dan kenapa Athar bisa terluka parah. Sementara Halwa hanya bisa menyimak cerita Izzan sambil menutup mulutnya sebab dia merasa sangat terkejut dan tak percaya kalau Izzan bisa menyebabkan kecelakaan separah itu.“Aku benar-benar merasa bersalah dan ingin menjelaskan dan meminta maaf kepada wanita itu nanti setelah anaknya selesai dioperasi,” ujar Izzan, mengakhiri ceritanya. Halwa mengerutkan dahinya. “Izzan, apakah wanita itu tidak tahu kalau kau yang telah menyebabkan kecelakaan itu?” tanya Halwa penasaran.“Tidak. Tadi, kerumunan yang mengelilingi mereka sangatlah banyak sehingga tidak ada yang melihat saat aku baru turun dari mobil,” jawab Izzan. “Tapi, nanti aku akan tetap menjelaskan semuanya dan meminta maaf kepada korban kelalaianku.” Halwa yang tahu bagaimana wanita akan bereaksi terhadap seseorang yang telah mencelakai orang yang paling dia cintai pun sedikit ragu dengan keinginan Izzan untuk mem
Karena tak mau perbincangan mereka didengar oleh banyak orang, Izzan pun menarik tangan Halwa dan membawa gadis itu menuju ke taman rumah sakit yang tidak terlalu ramai. Dia ingin Halwa menjelaskan tentang apa yang sebetulnya terjadi sebab semuanya terdengar tidak masuk akal di telinga Izzan.“Sekarang, aku ingin kau menjelaskan tentang apa maksud dari ucapanmu tadi,” ucap Izzan dengan tegas. Pria jangkung itu sedikit menunduk supaya bisa menatap mata Halwa yang jauh lebih pendek darinya.“Izzan, apakah kau menuduhku?” Izzan memejamkan matanya, lalu menarik napas seraya perlahan membuka matanya kembali. “Aku tidak menuduhmu, Halwa. Tapi, aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang tahu tentang masalah ini hanyalah dirimu. Jadi, kau pasti ada hubungannya dengan hal ini,” jawab Izzan.“Izzan, aku benar-benar—”“Jangan coba-coba untuk membohongi aku, Halwa,” ujar Izzan, memotong ucapan Halwa. “Berkatalah dengan jujur karena aku tidak suka berhubungan dengan seorang pembohong
Izzan meneguk salivanya. Pria itu sontak saja bangkit berdiri dan berjalan menghampiri Inayah. Namun, ketika dia masih sejauh dua meter dari posisi Inayah saat ini, Inayah meminta Izzan untuk menghentikan langkahnya.“Stop! Aku tidak ingin kau mendekatiku,” ujar Inayah dengan air mata yang telah kembali bercucuran di pipinya. “Jawab saja pertanyaanku ... Apakah benar kalau kau adalah pelakunya?” Izzan mengangguk dengan lemah. “Iya, benar. Aku memang pelakunya. Aku yang sudah menyebabkan kecelakaan itu terjadi,” jawab Izzan tanpa peduli dengan nasihat kakeknya yang melarang dia untuk berkata jujur.“Kau ....” Inayah kehabisan kata-kata. Wanita itu hanya bisa menutup mulutnya dengan sebelah tangan untuk menahan isak tangisnya. Inayah tahu siapa Izzan, sebab Athar pernah bercerita tentang Izzan yang tak lain adalah pengurus di sekolahnya. Selama ini Athar selalu menceritakan bagaimana hebatnya dan baiknya Izzan. Namun, kejadian hari ini membuat Inayah berpikir kalau tidak ada