Share

Dinikahi Om Duda
Dinikahi Om Duda
Penulis: Suci Komala

Hari Sial

"Sabarlah, Tuan! Apa kau tidak lihat di depan macet?!" teriak Revalina di atas motor sambil menoleh ke arah mobil yang berada tepat di belakangnya karena terus menyalakan klakson. 

Tidak berselang lama kemacetan terurai. Gadis cantik berusia dua puluh tahun itu melajukan motor maticnya dengan kecepatan sedang. 

Tin! 

Suara klakson terdengar nyaring saat mobil itu menyalip. Nahas, ban mobil menginjak genangan air dan mengenai Revalina. 

"Aaaaa!" gadis itu berteriak lalu menepi. Matanya membulat sempurna saat melihat penampilannya di kaca spion. 

"Astaga! Wajahku ... bajuku juga ...." Revalina berdecak kesal sambil menatap sinis mobil mewah yang sudah menjauh. 

Tangannya merogoh sapu tangan dalam tas kemudian membersihkan wajahnya. Setelah bersih, ia melempar sapu tangan itu ke dalam tong sampah yang tak jauh darinya. 

"Sial! Bisa telat kalau begini. Mana katanya sekarang dosennya galak lagi," gerutunya sambil membubuhi wajah dengan bedak.

Jam yang melingkar di tangan kirinya menunjuk pada angka sepuluh. "Aaarrrgghh! Fix aku telat," gumamnya lalu kembali melajukan motor kesayangannya. 

***

Tiba di kampus, Revalina bergegas memarkirkan motornya. Tangannya dengan lincah membuka helm lalu menyimpannya di atas jok.

Ia berlari agar cepat sampai di kelas. Namun, tiba-tiba saja matanya menangkap sebuah mobil mewah teronggok sembarang di parkiran. 

Revalina memperlambat laju kakinya hingga akhirnya berhenti. Ia mengernyit dan berkata, "Sepertinya mobil itu yang tadi bikin ulah."

"Ada apa, Non? Kok, saya perhatikan dari tadi mengawasi mobil itu terus," tanya Handoko --seorang sekuriti di sana. 

"Eh, Pak Han, bikin kaget aja," ujar Revalina, "Bapak tau gak siapa pemilik mobil itu?"

"Itu loh, Non, dosen baru. Dan menurut kabar yang beredar, dia itu pemilik kampus ini juga. Kalau gak salah ... namanya Tuan Raffael, Non."

"What? Dosen baru? Apa jangan-jangan ... dia ...," Revalina tidak melanjutkan ucapannya. Dirinya menebak jika pemilik mobil itu adalah dosen yang mengisi kelasnya sekarang. Ia berlari tanpa pamit kepada Handoko. 

Handoko yang melihat kelakuan Revalina hanya bisa tersenyum dan menggeleng. 

Sampainya di depan kelas, Revalina mengatur napasnya kemudian mendorong daun pintu walau ragu. 

Melihat sang dosen sedang fokus menulis, Revalina masuk mengendap ke arah tempat duduknya. 

"Ayok, cepet!" pekik Cecilia --sahabat Revalina, sambil melambaikan tangan. 

"Jam berapa ini?"

Suara bariton menghentikan langkah Revalina. Ia tertunduk dengan mata terpejam. 

"Adduuhh! Bagaimana ini? Gawat kalo aku tidak boleh mengikuti pelajarannya. Bisa-bisa papa tidak memberi izin bawa motor lagi." Revalina membatin. 

"Hehehe ... hampir jam sebelas, Pak," jawab Revalina seraya berbalik menghadap dosennya. 

"Kalau begitu silakan keluar!" titah dosen itu. 

"Ke-kenapa aku harus keluar, Pak?"

"Kau tidak diperkenankan mengikuti kelasku. Keluar!"

Revalina terdiam. Otaknya berpikir mencari cara agar dirinya bisa tetap mengikuti kelas.

"Aku akan keluar kalau Anda bertanggung jawab!" seru Revalina. 

"Untuk?" Dosen itu memicingkan matanya. 

Revalina tidak langsung menjawab, dirinya menghampiri Cecilia. "Namanya siapa?" bisiknya. 

"Ah, payah kau. Lihatlah papan tulis," jawab Cecilia kembali berbisik. 

Revalina berdiri di depan kelas dengan mata melirik sekilas ke papan tulis. 

"Perhatian semuanya!" teriak Revalina, dan semua mata tertuju padanya. 

"Aku sedang mengandung anak dari Tuan Raffael. Lihat saja bajuku, kotor, kan? Tadi sebelum berangkat saja dia memaksaku untuk melayaninya dulu," sambungnya dengan jari telunjuk menunjuk sang dosen. 

Pernyataan Revalina tentu saja membuat suasana kelas menjadi gaduh. 

Cecilia menatap Revalina. Matanya melotot seakan-akan mengingatkan atas apa yang sudah sahabatnya lakukan itu salah. Ya, Cecilia tahu jika seorang Revalina itu sedang berbohong. 

"Wah, parah. Gak pantes jadi dosen!"

"Tanggung jawab, gak, tuh?"

"Huuuuuuh! Gak nyangka ganteng-ganteng mesum."

Revalina tersenyum puas mendengar teman-temannya sudah beranggapan buruk kepada dosen yang menurutnya menyebalkan. 

Berbeda dengan Revalina, Raffael justru terlihat tenang bahkan terkesan acuh. Ia masih fokus dengan buku yang ada di tangannya. 

Tok! Tok! Tok! 

Sang dosen mengetuk meja menggunakan board marker. Seketika suasana hening. Semua mahasiswa merasa takut dengan sorot mata tajam dosennya. Terlebih lagi mereka sudah mendengar kabar jika sang dosen adalah pemilik kampus. 

"Kalau begitu keluarlah!" titah dosen tampan itu. "Aku akan bertanggung jawab," lanjutnya tanpa menoleh ke arah Revalina. 

"Apa! Dia tidak marah? Bagaimana ini?" Batin Revalina kembali gusar.

Revalina menghentakkan kakinya kemudian meninggalkan kelas. 

"Ada yang mau menemaninya di luar?" tawar Raffael kepada mahasiswa lain. 

"Tidak!" sahut mereka serempak. 

"Good!"

Tidak terasa jam kuliah telah usai. Dosen jangkung itu bergegas meninggalkan kelas. Kaki jenjangnya melangkah cepat menuju area parkir. 

Tak disangka, rupanya Revalina menunggunya di sana. 

"Minggir!" ketus sang dosen karena Revalina bersandar pada mobilnya. 

"Tidak! Kau harus minta maaf dulu kepadaku, TUAN DOSEN" ujar Revalina mempertegas panggilan. 

Dosen berkulit putih itu mendekatkan badannya, hingga gadis itu terkunci tidak bisa berkutik. 

"Ka-kau mau a-apa?" tanya Revalina dengan mata melotot.

"Bukankah tadi kau meminta pertanggung jawaban, Nona? Tidak mungkin juga aku bertanggung jawab sebelum melakukannya terlebih dulu. Kalau begitu, bagaimana kalau kita melakukannya sekarang?"

Kedua tangan Revalina memegang dada pria di hadapannya, mencoba mendorong tubuhnya.

Dengan mata terpejam gadis itu berkata maaf karena ia kesal atas perbuatan sang dosen yang seenaknya saja melajukan mobil tanpa melihat situasi jalanan hingga akhirnya Revalina terlambat sampai kampus. 

"Ck! Jadi hanya karena bajumu ini kau berani menyebar gosip murahan tadi, hahh?!" seru Raffael sambil memukul mobilnya.

Nyali Revalina makin menciut. Tangannya yang semula mendorong pria itu, kini menutup kedua telinganya. 

"Nilai mata pelajaranku kau mendapatkan 'E'!" ujarnya lagi kemudian beranjak ke arah pintu kemudi.

Revalina membulatkan matanya dan mengikuti dosen itu melangkah. 

"Apa?! Jangan Tuan, aku mohon," pinta Revalina sembari menggoyangkan tangan sang dosen. 

"Lepas! Aku tidak punya waktu untuk bermain-main denganmu, wanita gila!"

Tak terima disebut gila, Revalina berlari ke arah pintu sebelah dan masuk. 

"Astaga! Cepat turun dari mobilku!"

"Tidak!"

"Turun!"

"Aku mohon nilaiku jangan sampai E, Tuan Dosen. Papa bisa menghukumku," tutur Revalina memohon dengan merapatkan kedua tangannya. 

"Aku tidak peduli!"

Revalina terus merengek laiknya anak kecil yang tidak diberi permen. Bahkan tangannya terus menggoyang lengan dosennya. 

"DIAM! DAN TURUNLAH!" bentak sang dosen. 

"OKE, FINE AKU TURUN!" ucap Revalina tak kalah berteriak. "Asalkan kau ganti bajuku. Papa pasti mengira aku bolos kuliah lagi gara-gara berbohong dengan alasan aku terjatuh dari motor lagi," sambungnya memelas.

"Astaga! Wajahnya saja yang cantik, tetapi pandai berbohong," gumam Raffael. 

Tak ada kata lagi dari pria yang ada di belakang kemudi itu. Ia langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Kau mau bawa aku ke-"

"Sabuk pengaman!" hardik pria itu memotong ucapan Revalina. 

Revalina terdiam dan mengikuti perintah, ia bergegas memasang sabuk pengaman. 

"Astaga! Dia pikir bawa barang. Apa dia tidak takut mati?" Revalina gelisah.

Gadis itu pasrah mencoba menenangkan diri dengan menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan. Matanya menyisir ke luar jendela melihat kondisi jalanan. Namun, tiba-tiba saja ia merasa kaget karena mobil mengarah ke jalan tol. 

"Ki-kita mau ke mana? Kenapa ke jalan tol?"

Pria bermata sipit itu menoleh. 

Melihat Revalina ketakutan, ia tersenyum jahil lalu berkata, "Melanjutkan misi tanggung jawab. Kita akan senang-senang dan aku pastikan tidak akan ada seorang pun tau keberadaan kita."

"Apa?! Ka-kau ja-jangan macam-macam padaku, Tuan!" ucap Revalina sembari menyilangkan kedua tangannya di dada. 

Raffael tidak menggubris ucapan gadis di sampingnya. Ia menambah laju kecepatan mobil. 

Revalina hanya diam, pasrah. Ia menyadari kesalahannya, kenapa bisa mulutnya bicara seperti di kelas tadi. 

"Ya, Tuhan. Apa lelaki ini benar-benar akan melakukannya? Bagaimana ini?" Revalina bergumam. 

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Gusrina Tajuddin
wow bisa bahaya
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Revalina km ada2 aja
goodnovel comment avatar
꧁🌹ɬཞıąʂ℘ıŋą 🌹࿐꧂
Reva, aku datang.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status