Sesudah izin sama ibu, kita langsung berangkat ke tempat tujuan dan sekalian cari oleh-oleh untuk dibawa ibu dan ayah kembali ke Batam. Ingsyallah jika gak ada halangan, besok mereka akan pulang lagi.Tidak apa-apa kalau ibu dan ayah mau pulang, biarkan mereka berbagi perasaan berdua dan memulai hidup yang baru. Ayah sudah kerja menjadi pegawai di salah satu kantor di Batam, milik kerabat jauh kita yang alhamdulilah masih menerima kami dengan baik.Saat ini tak perlu banyak yang khawatir karena mental aku juga sudah pulih, aku sudah gak banyak galau dan sedih setiap memikirkan apakah aku akan memiliki anak lagi atau tidak, toh setiap hari ada Nadine sama Clara yang selalu menemani aku saat mereka belajar di pondok, jadi meski ayah dan ibu mau kembali, its oke wae!"Kang, ini yakin dandanan aku udah bagus? Menor gak?" tanyaku sekali lagi buat meyakinkan Akang. Tapi entar sepuluh menit kemudian pasti nanya lagi."Ay, kamu itu cantik sudah. Jangan khawatir, tidak akan ada yang mengejek k
Aku digiring untuk lebih mendekat sama kumpulan istri-istri anggota komunitas Akang ini, dan di sana aku bertemu dengan macam-macam jenis ibu-ibu yang ada di muka bumi.Ada yang pakaiannya ribet, ada yang jilbabnya diliit-lilit, ada yang pakai gamis lebar selebar harapan orang tua, ada juga yang dandanannya ala ibu pejabat dengan lipstik merah merona, pokoknya aneh-aneh deh. Aku bergidik melihat mereka."Jadi maksud saya ngajak kamu ke sini itu untuk membicarakan program kita, komunitas mobil sport yang dijalani suami-suami kita itu harus punya manfaatnya."Aku belum paham apa yang dimaksud dengan ucapan perempuan ini."Maksud ibu apa ya, saya kurang paham!" sahutku lagi.Ibu dengan riasan menor itu menyela ucapan ibu yang memakai gamis lebar di sampingku."Jadi begini loh, kita itu setiap bulan ada namanya sedekah suka-suka dan hasil kumpulan uang itu akan diberikan ya kepada fakir miskin, panti jompo, panti Asuhan, dan sebagainya."Oh mulia sekali ya ternyata! Jadi yang dimaksud man
"Siapa sih perempuan itu? Kecentilan banget, mudah-mudahan yang dia maksud bukan seperti yang aku maksud juga ya, amit-amit deh." batinku.Syukurlah Akang sangat mengerti ketidaknyamanan aku berada di sini, dia pun setuju untuk pulang lebih cepat.Setelah aku pamit ke dokter Syakira dan memberikan hadiah untuk anaknya, kita berdua memutuskan untuk pulang.Ishh! Mau dipendam dalam hati juga gak bisa, soalnya jadi pertanyaan besar di dalam otakku. Apa memang benar sedekah itu gak perlu izin dari suami, meskipun mau nominalnya besar atau kecil?Karena ahlinya sudah ada di sampingku sendiri, maka kalau gak mau tersesat, aku harus buru-buru tanya sama dia"Ada apa sih, kok dari tadi cemberut terus? Ada hal yang bikin kamu gak nyaman di pesta tadi?" tanya Akang yang sepertinya bisa membaca raut wajah aku yang lagi bete.Aku mendesah kuat, "Iya memang ada hal yang mengganggu aku sejak tadi, Boleh nggak aku langsung diskusi sama Akang?""Ya boleh dong, emangnya ada apa kok, saya jadi kepo ya?
Pas aku lagi nyapu rumah, santri yang biasa menjaga gerbang kelihatan buru-buru nyamperin aku sambil membawa kotak berwarna coklat. Aku pikir sepertinya itu kotak kue karena ada lambang buah cherry merah di sana."Assalamualaikum Bu, tadi ada kurir kue datang dan memberikan ini, katanya untuk Ustadz Husein."Aku reflek bengong sejenak mikirin siapa kiranya manusia iseng yang ngasih kue untuk Akang. Masa Ustadzah Aisyah?"Dari siapa katanya?" Aku mengambil kue itu dari tangannya."Tadi dia tidak memberitahukan pengirimnya Bu, hanya bilang ini untuk ustadz Husein dan katanya suruh dimakan sendiri."Ini baru pagi-pagi loh ,jangan bikin tenaga aku terkuras untuk mikirin siapa yang ngasih kue ini. Lagian apa katanya? Di makan sendiri?"Ya sudah kalau begitu, terima kasih ya saya bawa kuenya ke sini!""Sama-sama Bu, saya juga permisi." Anak itu meninggalkan aku dan tak terlihat lagi. "Siapa sih yang ngasih?" Aku mulai bertanya-tanya.Berhubung Akang masih ada di kamar mandi, jadi aku saja
Arrrggg!! Asap keluar dari mana-mana, dari telinga dari kepala, dari mulut pokoknya cosplay jadi cerobong rumah deh!Dengan langkah yang berat, aku mendatangi Clara dan Nadine yang lagi istirahat di kantin. Seluruh santri memang lagi istirahat untuk lanjut pelajaran ke dua."Bau kebakaran loh Rey, kenapa sih?" Datang-datang, hanya Clara lah yang tahu bahwa aku lagi perang dengan isi pikiranku sendiri."Tau tuh, pagi-pagi mancing emosi aja deh. Ada yang nganter kue buat suami gue, isinya kue red velvet yang sering kita makan, kesukaannya dia. Dari siapa coba?" tanyaku terheran-heran. Mereka memandangku penuh tanda tanya."Mungkin dari jamaahnya kali Rey, yah namanya ustadz kondang yang lagi naik daun, banyak fansnya lah pasti!" ujar Nadine menyahut. Mulutnya sangat sibuk mengunyah makanan yang dia pesan. Dokter Ilham kalau tau kerjaannya Nadine cuma makan aja di sini, bakalan gak jadi married nanti."Iya, tapi tuh kayak ganggu gak sih. Dimakan ya sampai habis, by hamba Allah inisialnya
"Bapak migren Neng, tapi alhamdulilah sudah gak apa-apa kok sekarang," ungkapnya habis itu malah ketawa-ketawa sendiri yang membuat aku semakin bingung. Kok sakit malah ketawa sih?"Hahaha!" Aku pun ikut tertawa namun sedikit canggung. "Syukurlah, soalnya ibu bilang jangan bilang-bilang sama Akang, jadi saya khawatir takutnya ada yang serius," selaku lagi.Dia menatapku penuh senyuman, "yah, bagi orang tua itu migren, asam lambung, bahkan keseleo aja sudah jadi masalah besar. Bapak gak mau menganggu konsentrasi Husein, jadi biar aja dia gak tahu. Cuma, bapak pesan sama kamu ya Reynata, seberapa besar ujian kamu dengan Husein, tetaplah di sisi laki-laki itu. Jangan pernah meninggalkannya, karena dia sangat sedih saat kamu hampir saja meninggalkannya."Aku mendengarnya dengan seksama, tapi entah kenapa hati aku merasa sakit saat bapak bilang begitu. Aku berusaha menahan tangisan dan menganggapnya biasa saja, supaya aku bisa melanjutkan hidup ke depan.***"Kenapa dengan tatapan matanya
Sedikit dorongan terkahir darinya, aku sudah tak berdaya. Malam ini kita berhasil menjadi pemenang malam yang syahdu."Alhamdulillah, terima kasih sayangku!"Salah satu keistimewaan Akang, dia selalu mengucapkan terima kasih padaku, karena berhasil mengeluarkan syahwatnya.Kita berdua terkapar di kasur, membiarkan otot-otot tadi berisitirahat sebentar."Kamu membuat saya tidak profesional malam ini!" gumam laki-laki itu, meraih tubuhku agar berada dalam pelukannya. Wangi tubuhnya aku hirup dalam-dalam."Gak profesional bagaimana sih? Aku sudah menunaikan kewajibanku loh, Kang!" timpalku memainkan bulu-bulu halus di dadanya itu."Iya kamu sudah hebat, cuma saya kan harus ngajar! Nanti yang saya terangkan tentang Fathul Izar bagaimana? Pikiran saya bisa gak fokus loh!" Aku tertawa kecil, meledeknya. "Kok bisa ya, ustadz sampai gak fokus begitu? Bahaya nih!""Bisa lah! Saya kan manusia biasa, kalau sudah berhadapan sama surga dunia seperti tadi ya saya menyerah!" Dia menciumi pipiku hin
"Assalamualaikum Pak Billy, maaf lama menunggu!""Waalaikumsalam ustadz, MasyaAllah terima kasih sudah mau datang."Mereka saling bersalaman tangan sebagai penggugur dosa. Sedang aku hanya menyapanya tanpa harus bersentuhan."Silakan duduk ustadz, alhamdulilah saya diizinkan langsung untuk bertemu dengan antum, barokallah. Saya di Kalimantan hanya fokus bekerja, tidak ada kelonggaran. Alhamdulillah diberikan tugas di sini, sedikit lebih leluasa dan bisa mengaji.""Alhamdulillah, Allah maha tahu Pak yang terbaik untuk mahluknya. Ini sendiri atau sama siapa?""Nah, kebetulan lagi nemani adik saya habis interview kerja ustadz, tadi ke toilet sebentar. Itu dia!" katanya sambil menunjuk perempuan berjilbab yang berjalan gemulai ke arah kami.Oh itu toh yang aku cari-cari beberapa hari ini? B aja ah!"Nabila, ini ustadz Husein yang sering kamu ceritakan itu.""Assalamualaikum." Itu ucap Akang, namun yang menjulurkan tangan supaya bisa bersalaman tangan adalah aku."Kenalin, saya Reynata ist