Brenda tak dapat menyembunyikan senyumnya dibalik tangis kehilangan palsunya. Sedangkan Ben Broke tampak tercekat di kursinya.
“Baginda Raja-.” Suara Ben Broke menghilang dibalik isak tangisnya. ‘Bahkan sampai akhir pun kau tetap menjadi anak yang berbakti ya Amanda.’ Tangisan Ben Broke semakin kuat membentuk bunyi dengung yang sangat aneh.
Brenda bahkan mengernyitkan hidungnya. ‘Sejak kapan ia pintar berakting?’
Tapi itu bukan akting, perasaan bersalah yang teramat sangat bagai palu godam menghantam dada Ben Broke.
“Hamba tidak pantas atas kepercayaan itu,” tolak Ben Broke di sela-sela tangisannya yang hampir reda. <
Terima kasih telah membaca. Dukung penulis dengan VOTE novel ini ya ^^V
Illarion yang tak dapat tidur malam itu, berjalan-jalan sejenak di puri kecil milik Amanda, hanya ada tiga ruangan di sana, ruang tengah dengan perapian, tempat Illarion pernah melihat lukisan keluarga Amanda, dapur, dan terakhir kamar tidur yang dilengkapi kamar mandi dalam. ‘Bahkan kamar mandi ini tak memiliki bathtub, hanya ember dan pancuran air dingin. Apa Amanda tak menyukai air hangat?’ Illarion berpikir sejenak, kemudian menggeleng. ‘Ia bahkan mandi lama sekali dengan berendam di air hangat.’ Suara kecipak air saat Amanda mandi yang terdengar sampai kamar Illarion Black kala itu mampu membuat pikirannya membayangkan sesuatu yang menggoda hasratnya. Illarion membersihkan debu meja nakas di samping ranjang Amanda, sembar
“Ceritakan aku tentang kakakmu, maka kau akan kuberikan kesenangan yang lebih dari ini,” ujar Illarion sambil mengedipkan matanya dan tersenyum miring. Gisella dengan napas memburu sekarang duduk terikat di atas ranjang. “Apa yang… ingin… Anda ketahui, Tuan?” desah adik tiri Amanda itu. “Kenapa... kita... tak langsung ke inti permainan saja... apa gadis penyakitan itu penting sekarang?” desak Gisella yang tubuhnya sudah haus akan sentuhan. Illarion menggeleng. “Bisakah kau sabar dan memberikan apa yang aku pinta tanpa membantah?” tanya Illarion sambil menarik tangan gadis dihadapannya, seolah ingin memberikan sentuhan mesra dengan memainkan jari-jarinya. “Aku bukan pria yang sabar, walau sekarang aku menyuruhmu sabar,” ucap Illarion sambil tersenyum seraya memuntir jari telunjuk Gisella hingga menyebabkan bunyi ‘krak’.
Kedua pasang mantan mertua Illarion Black itu berdiri terpaku di tempat mereka masing-masing mendapati pria itu tengah mengancingkan kemejanya dan keluar dengan santai. “T-tuan.” Ben Broke membuka suara. “Kirim orang-orang ini ke pertambangan, kurasa mereka butuh budak baru di tambang,” perintah Illarion pada Kazim yang ternyata sudah ada di belakang suami istri Broke. “Ma-maksudnya apa Baginda Raja?!” tanya Brenda panik. “Ba-baginda Raja, maafkan kami jika ada salah,” mohon Ben seraya sedikit membungkuk. Illarion menghentikan langkahnya. “Kau tak keberatan kan jika kehilangan seorang putri lagi?” tanya Illarion sambil menatap Ben Broke dengan ekor matanya, hanya sesaat, merasa pria tua itu tak pantas mendapat atensinya.
Hera kemudian menatap mata Illarion. “Lihat bahkan kantung matamu semakin hitam saja.” Illarion berdecak tak senang mendengar kecerewetan wanita yang sekarang sedang berkacak pinggang di hadapannya. “Izinkan aku berperang dan aku akan tidur nyenyak!” Hera menggeleng. “Tidak! Para petinggi kerajaan selalu was-was begitu kau pergi perang, begitupun aku. Kau belum memiliki penerus Illarion! Tidurilah salah satu wanita itu, buat mereka hamil dan kau boleh berperang kemana pun kau mau,” perintah wanita cantik dengan baju seronok itu. “Terkadang aku menyesal membawamu kembali ke Anarka,” ucap Illarion. Hera tersenyum. “Kau tidak impoten kan?” tanyanya jenaka tapi dibalas dengan mata melotot oleh Illarion.
Esok harinya Illarion beserta Putri Hera menggunakan kereta kecil ke desa terpencil itu. Kembali kilasan nostalgia yang nyaris membuat Illarion gila memasuki benaknya. ‘Betapa aku sangat rindu denganmu Amanda.’ Sosok tinggi besar yang penuh kesedihan di hatinya itu masih tak bisa melupakan sosok Amanda. Selama ini Illarion Black berusaha menguasai seluruh Benua Selatan karena satu alasan, ia ingin mati di medan perang, berharap dengan begitu ia bisa menemui Amanda yang sudah tenang di alam sana. Tapi sepertinya malaikat maut masih enggan menyapa pria bersurai gelap itu, sampai sekarang ia masih sehat, karena itulah Illarion Black akan terus berperang, bukan untuk menguasai, tapi lebih karena ia ingin segera mati di medan perang, dengan terhormat.
Illarion mengamati wanita yang dibawa oleh Mama Dora. Jujur saja Illarion tak ingat apa pun tentang gadis itu kecuali rambutnya berwarna ungu. 'Seperti manik mata Amanda.' Sejenak padangan Illarion berubah sedih melihat surai amethyst milik Kitty, sedangkan Hera menangkap tatapan itu seperti percikan rasa suka. 'Tatapan adikku melunak begitu melihat gadis ini.' Hera langsung menatap Mama Dora. "Siapkan kamar terbaik kalian, dan gadis itu kami akan menyewanya," perintah Hera sambil menunjuk Kitty dengan berjenggit. Sebenarnya putri kedua dari Raja Abraham itu tak ingin anak dari seorang pelacur seperti Kitty yang menjadi penerus kekuasaan di Anarka. Tapi Hera tak punya pilihan lain.
Melihat adik lain ibunya yang hanya berjalan dengan diam dan tatapan hampa, Hera tahu bahwa apa yang mereka lakukan tak berhasil. Sekarang mereka berdua sedang berjalan-jalan di sekitar desa kecil itu tanpa pengawalan. Tentu saja tampilan pria tinggi besar dengan wajah yang sangat tampan itu sangat menarik perhatian. Terlebih di sebelahnya wanita cantik dengan rambut abu-abu gelap terurai panjang. “Aku akan mengangkat seorang anak saja,” usul Illarion tiba-tiba dan langsung melipir menegur seorang anak yang melintas di hadapan mereka. Jika para orang dewasa akan terpesona kalau tidak terintimidasi dengan aura yang dimiliki Illarion Black. Maka pada anak kecil sosok Kaisar Hitam sangat… mengerikan. “Hai…,” sapa Illarion pada segerombolan anak kecil, dan lima dari enam anak kecil itu menangis meraung-raung, sisanya
Rahang pria bersurai hitam itu langsung mengeras. Dengan gerakan secepat kilat sekarang kedua tangan Illarion sudah berada di leher Yurigov. Leher besar bagai beton itu langsung memerah, hal itu memperlihatkan begitu kuatnya Kaisar Hitam mencengkram mantan Jenderal pasukan hitamnya itu.“Kau benar-benar ingin aku mengirimmu lebih cepat ke hadapan malaikat maut?” tanya Illarion begitu gusar mendengar rahasia besar yang Yurigov sembunyikan selama ini padanya.Pria gunung itu sama sekali tak melawan ketika Illarion mencekiknya. ‘Kematian dibawah tangan Kaisar Hitam jauh lebih terhormat daripada menghembuskan napas terakhir akibat sakit tua sialan ini.’ Yurigov menutup matanya, napasnya kian sesak dan terdengar sangat berat. Ia sudah bersiap menemui putrin