Nia yang tidak merasa pernah melakukan pengajuan kredit apapun langsung menolak untuk membayar tagihan tersebut. Keributan kecil itu ternyata didengar oleh Sukma dan Sari yang saat itu sedang menonton televisi di dalam rumah. Saat keduanya keluar terlihat Nia sedang berdebat dengan dua dekoleptor tersebut.
"Ada apa ini?!" bentak Sukma yang baru saja keluar dari rumah. "Ini Bu. Dua laki-laki ini datang kemari untuk meminta uang angsuran motor yang belum terbayarkan selama 4 bulan lebih," jawab Nia sambil menunjukkan surat kepada Sukma. "Kredit motor." Sukma terlihat membaca surat itu dengan seksama. "Benar. Di surat itu tertulis jika Ibu Nia telah melakukan pembelian motor kepada kami, dan ini sudah hampir 5 bulan dia menunggak pembayaran." jawab salah satu dekoleptor. Setelah mendengar penjelasan sang depkolektor wajah Sukma langsung terlihat kesal. Terlihat jelas jika dia sedang menahan amarah yang besar kepada sang menantu. Sambil menyerahkan kertas itu kepada Nia, Sukma langsung mengajak ketiga cucunya untuk masuk ke dalam rumah. "Dasar Menantu tidak berguna, bisanya hanya membuat malu saja. Sekarang cepat kamu selesaikan masalah ini!" perintah Sukma sambil menyerahkan kertas tersebut."Tapi, Bu. Aku benar-benar tidak pernah membeli motor secara kredit," jawab Nia yang terlihat berusaha menjelaskan kepada Sukma. "Anak-anak ayo ikut Nenek masuk ke dalam, kita makan dulu. Kebetulan hari ini Nenek masak makanan yang enak!" ajak Sukma sambil menggendong putra bungsu Nia yang saat itu baru berusia 2 tahun. "Bagaimana, Bu Nia? Kapan Ibu mau membayar tagihan ini, jika tidak kami akan membawa motor tersebut dengan paksa," ucap salah satu dari mereka. "Tapi, Mas. Saya benar-benar tidak pernah melakukan kredit ataupun hutang dengan siapapun, bahkan bentuk motornya saja saya tidak tahu." "Kami tidak mau tahu ya, Bu. Satu minggu lagi kami kemari dan Ibu sudah harus menyiapkan uang sesuai dengan tunggakan yang telah dibebankan," ucap sang depkolektor yang langsung pergi meninggalkan rumah itu. Hari itu adalah hari yang sangat sial buat Nia. Pasalnya tidak hanya sekali orang datang menagih hutang atas namanya. Namun, hampir 5 kali dia didatangi orang dengan alasan menagih hutang yang menjadi atas namanya. ***Malam harinya Nia yang masih penasaran dengan kejadian tadi pagi langsung mencoba bertanya kepada Riko. Terlihat Riko yang saat itu sedang memainkan ponselnya sambil berbaring di tempat tidur. Nia yang sudah penasaran langsung mendekati sang suami dan tidur di samping Riko. “Mas, pagi ini ada dua orang dekoleptor yang datang menagih angsuran untuk dua motor serta kartu kredit, bahkan beberapa orang menagih hutang koperasi. Dan herannya semua hutang-hutang itu atas namaku, padahal seingatku aku tidak melakukan hutang ataupun pengambilan motor kepada siapapun," ucap Nia sambil menatap wajah Riko yang masih memainkan ponselnya. Sambil terus menatap layar ponselnya. "Ya sudah kamu bayar saja, gitu saja kok repot." "Membayarnya? Kamu memintaku untuk membayar hutang yang bukan aku perbuat, apa kamu tidak salah, Mas." "Ya terus aku harus bagaimana?" tanya Riko sambil menoleh ke arah Nia. "Apa jangan-jangan kamu yang sengaja berhutang dengan namaku?" tebak Nia sambil mengerutkan dahinya. Sambil bangun dari tempat duduknya. "Iya aku yang memang melakukan itu." "Ya Allah, ternyata kamu yang berhutang sebanyak itu. Buat apa kamu berhutang sebanyak itu, Mas? Dan dimana dua motor yang kamu beli secara kredit itu sekarang?" tanya Nia sambil terlihat terkejut. "Aku melakukan itu untuk membuka usaha, jika usaha ku sukses kamu juga yang bahagia. Dan motor itu sudah aku jual kepada penada," jawab Riko dengan santai. "Di jual ke penadah, maksudmu kamu jual motor-motor itu secara bodong? Ya Allah, Mas. Apa kamu tahu tindakanmu itu bisa masuk ke dalam penggelapan, dan itu bisa membuatku di penjara!" teriak Nia yang mulai hilang kesabaran. "Ya aku harus bagaimana, aku capek harus menjadi pengangguran terus. Lagipula kamu sudah lihat sendiri 'kan uang itu benar-benar aku gunakan untuk membuka usaha dan memenuhi kebutuhan kita sehari-hari." "Kebutuhan sehari-hari kamu bilang, kamu lupa kalau selama aku tinggal disini keluargamu hanya memberikan nasi sisa kepadaku. Dan sekarang kamu bilang kebutuhan kita." "Yang pentingkan masih bisa makan, kalau kamu tidak terima kamu bisa kerja." "Kerja, bagaimana aku bisa kerja sementara Sandi saja tidak ada yang menjaga!" bentak Nia. "Terus mau kamu apa sekarang?" tanya Riko sambil melebarkan matanya."Aku minta agar kamu cepat melunasi hutang-hutang itu." "Aku tidak bisa, karena aku tidak punya uang," jawab Riko yang langsung keluar kamar. "Ya Allah. Apalagi yang harus aku lakukan agar Mas Riko berubah," ucap Nia yang terlihat meneteskan air matanya.*** "Ya Allah, kenapa warung ini sepi sekali? Jika seperti ini terus bagaimana aku bisa membayar hutang-hutang itu," ucap Nia yang terlihat bingung. "Hei Nia! Cepat kamu cuci piring-piring kotor dan pakaian yang sudah menumpuk itu!" bentak Sukma sambil bertolak pinggang. "Maaf, Bu. Bagaimana kalau nanti sore aku mengerjakannya setelah Mas Riko pulang? Karena aku masih harus menjaga warung ini," ucap Nia sambil menoleh ke arah Sukma. “Kamu itu benar-benar perempuan pemalas! Ingat ya, jika kamu tidak mengerjakan pekerjaan rumah jangan harap kamu dapat makan hari ini. Termasuk mengambil makanan dari warung ini!" ancam Sukma yang terlihat marah. Sukma yang kesal dengan penolakan Nia langsung masuk ke dalam rumah. Rumi yang melihat sang mertua masuk dalam keadaan marah terlihat penasaran. Rumi yang penasaran langsung mencoba bertanya kepada Sukma saat dia sudah duduk di sampingnya. "Ibu kenapa sih? Datang-datang ngomel seperti itu," tanya Rumi sambil menoleh ke arah Sukma. "Bagaimana Ibu tidak ngomel, itu si Nia bisa-bisanya dia menolak perintah Ibu! Mana anaknya sudah Ibu jaga seharian ini," jawab Sukma dengan wajah kesal. "Ya ampun, Bu. Ibu seperti tidak tahu Nia saja, dari dulu 'kan dia pemalas. Kalau tidak ya nggak mungkin hidup Mas Riko berantakan seperti sekarang, hutang-hutang itu juga pasti karena perintah Nia yang tidak mau hidup miskin," jawab Rumi sambil berbisik. "Kamu benar, sukses dan hancurnya laki-laki itu tergantung dari istrinya," jawab Sukma yang masih terlihat kesal. "Bisa jadi Nia itu wanita pembawa sial, karena Ibu lihat saja keluarganya saja broken home. Belum lagi dia punya anak haram," bisik Rumi di telinga Sukma."Jadi apa yang harus Ibu lakukan sekarang?" tanya Sukma sambil melihat ke arah Rumi.***Malam hari, Riko yang baru saja pulang langsung minta Nia untuk mengganti pakaian dengan baju yang baru saja dibeli. Sebuah baju yang terbuka hingga membuat beberapa anggota sensitive Nia sedikit terlihat. Nia yang saat itu melihat penampilannya terlihat risih. "Memangnya kita mau kemana, Mas? Sampai aku harus memakai baju seperti ini," tanya Nia sambil berusaha menutupi area dada dan pahanya. "Kita akan bertemu dengan Bos besar ku, jadi aku ingin malam ini kamu terlihat cantik. Agar proyek besar yang sedang aku tangani berhasil aku dapatkan," jawab Riko seolah meyakinkan Nia. "Bos besar! Jadi kamu sudah bekerja, Mas?" tanya Nia yang terlihat bahagia. "Iya, dan kali ini jabatan ku lebih tinggi daripada dulu. Sudah lebih baik kita berangkat sekarang, karena aku yakin dia pasti sudah menunggu kita," ajak Riko sambil memeluk sang istri.Tidak berapa lama Nia dan Riko sudah tiba di sebuah hotel mewah yang ada di kota Surabaya. Sesaat Nia terlihat bingung saat baru saja tiba di hotel tersebut. Terlihat Nia sedang melihat sekeliling lobby hotel dengan rasa takjub. "Mas, kenapa kita ke hotel ini?" tanya Nia yang sedikit bingung. "Pertemuan memang diadakan di sini, jadi jangan buat aku malu." Riko mencoba memperingatkan Nia. "Ya Allah, besar sekali hotel ini. Sepertinya Mas Riko memang memiliki pekerjaan yang lebih baik," gumam Nia sambil melihat sekeliling hotel. Riko yang sejak tadi berdiri di loby hotel langsung meminta Nia untuk duduk di sebuah sofa. Sementara Riko langsung berjalan ke arah sebuah meja yang berjarak 50 meter dari tempat duduk Nia. Terlihat Riko sedang berbicara dengan seorang pria yang berusia sekitar 40 tahun. “Mas Riko sedang bicara dengan siapa itu? Apa mungkin itu Bos besar yang dia maksud,” ucap Nia sambil memperhatikan Riko dari kejauhan. Setelah cukup lama berbincang-bincang, Riko pun kemb
"Lebih baik aku menceritakan perbuatan Mas Riko pada orang tuaku," batin Nia sambi duduk di tempat tidur.Sejak pertengkaran itu, Nia akhirnya berusaha mencari solusi dengan menceritakan semua perbuatan Riko kepada orang tuanya. Harapan akan pembelaan orang tuanya ternyata hanyalah isapan jempol belakang. Bukannya mendapat pembelaan Nia justru disalahkan atas apa yang dikatakannya. "Kamu pikir Ayah percaya dengan ceritamu? Tidak, karena selama ini Ayah tidak pernah melihat keburukan pada diri Riko!" bentak Budi yang terlihat kesal. “Ayah memang tidak pernah melihat keburukan pada Riko karena selama ini dia selalu bersikap baik di depan kalian, berbeda saat dia ada dirumahnya!” teriak Nia sambil menangis. “Nia, jaga ucapanmu! Selama ini Ayah tidak pernah mengajarimu menjadi wanita pembangkang, apalagi pada suami,” bentak Budi yang langsung menampar pipi sang putri. "Nia, semua masalah itu pasti ada di setiap rumah tangga. Tetapi Ibu yakin Riko tidak akan sampai hati menjualmu pada l
"Kalian berdua memalukan! Anak tiga saja kalian tidak mampu memberi kehidupan yang layak, sekarang malah mau punya anak lagi." Sukma masuk ke dalam rumah sambil marah-marah. "Ada apa, Bu? Pulang dari Rumah sakit malah marah-marah seperti itu?" tanya Rumi yang saat iti duduk di sofa bersama Sari. Sambil menoleh ke arah Nia dan Riko yang ada di belakangnya. "Kalian tanya saja sama saudara kalian ini." "Nia! Apa kamu tidak melakukan KB selama ini?" tanya Riko pada sang istri. "Tidak, Mas. Karena selama ini aku tidak pernah cocok setiap melakukan KB," jawab Nia sambil menunduk. "Itulah bodohnya dirimu, sudah tahu miskin masih saja sok-sokan punya anak lagi," ucap Sukma. "Riko Ibu tidak mau tahu kalian harus menggugurkan anak itu." "Apa di gugurkan? Tidak aku tidak mau mengugurkan anak ini!" bentak Nia sambil memegang perutnya. "Jadi wanita miskin ini sedang hamil, dasar tidak tahu diri. Bayakin itu uang bukan anak," ucap Sari sambil memandang Nia dengan tatapan hina. "Ibu benar, ka
"Riko! Apa kamu tidak mendengar istrimu berteriak seperti itu?" tanya Sukma yang terlihat kesal. "Halah, sudahlah. Bu, biarkan dia berteriak sesuka hati nanti kalau capek juga diam sendiri," jawab Riko sambil terus menatap ke arah televisi. "Bukan masalah dia nanti diam atau apa, tapi Ibu ini pusing mendengar teriakan istrimu. Lagi pula tidak enak jika sampai tetangga mendengarnya," ucap Sukma. "Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan, Ibu tahu sendiri aku sedang melihat acara televisi." Sambil menarik tangan Riko."Sekarang kamu masuk ke dalam dan minta istrimu untuk menghentikan teriakannya." "Tidak mau, aku masih melihat acara ini." Riko langsung menolak perintah Sukma. "Dasar anak tidak bisa di atur," gerutu Sukma sambil berjalan ke arah kamar Nia. Sukma yang baru saja membuka pintu terkejut saat melihat menantunya duduk di lantai dengan darah segar yang menggalir. Merasa khawatir Sukma langsung berteriak memanggil Riko. Hingga membuat seluruh orang yang ada di rumah itu te
"Aku akan membawa mu bertemu dengan Maya, tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa syaratnya?" tanya Nia yang terlihat penasaran. "Yang pertama kamu tidak boleh menyakitinya, dan yang kedua setelah bertemu dengannya kamu harus mau melayani seorang tamu," jawab Riko sambil dudukdi tempat tidur. "Syarat pertama aku terima, tapi tidak dengan syarat kedua. Aku akan bekerja sebagai pembatu untuk membayar semua hutang-hutang mu," ucap Nia dengan tatapan tajam. "Tidak bisa! Kamu harus terus melayani tamu yang datang, jika tidak aku akan melaporkanmu ke Polisi. Sekaligus tidak ada pertemuan dengan Maya." Bagaimana ini, lebih baik aku iyakan saja. Semua ini aku lakukan untuk mengetahui siapa wanita bernama Maya tersebut," batin Nia sambil menatap wajah licik sang suami. "Baik, aku terima semua syarat darimu." *** Keesokan harinya, Nia dan Riko akhirya pergi ke ruma Maya. Nia yang saat itu memiliki sedikit uang pemberian ibunya. Meminta sang suami untuk berhenti di sebuah toko kue. "Assalammua
Riko yang sudah menahan amarahnya sejak tadi. Langsung menyeret Nia kedalam kamar. Dengan sadis Riko langsung mencambuk istrinya itu dengan menggunakan ikat pinggang. "Dasar perempuan tidak tahu diuntung! Bisa-bisanya kamu kabur dari tempat itu." Riko terus mencambuk sang istri tanpa belas kasihan. "Ampun, Mas. Aku mohon ampuni aku!" teriak Nia sambil menangis. "Kamu tahu, gara-gara kelakuanmu itu hari ini aku rugi banyak! Dan kamu harus mengganti semua kerugian itu," jelas Riko sambil terus mencambuk tubuh sang istri. "Aku janji akan membayar semua, tapi aku mohon jangan paksa aku untuk melakukan pekerjaan itu lagi. Mas, aku lebih baik menjadi pembantu daripada harus melayani laki-laki yang bukan suamiku!" teriak Nia sambil memohon. "Tutup mulutmu! Ingat aku tidak akan segan-segan menyakitimu jika kamu melaporkan hal ini pada orang lain," ancam Riko sambil menjambak rambut Nia. Sambil mengetuk pintu kamar. "Riko! Riko. Cepat buka pintu kamarnya." "Ibu, ada apa sih mengganggu sa
Riko yang sejak tadi pergi. Kini sudah ada di depan pintu. Dengan segera dia langsung menarik tangan sang istri dengan kasar dan membawanya masuk kedalam kamar. "Riko! Lepaskan putriku. Kamu tidak bisa memperlakukannya seperti itu!" bentak Indah sambil menangis. "Kenapa tidak bisa? Aku suaminya, jadi aku bebas melakukan apapun yang aku mau," jawab Riko sambil mendorong mertuanya. "Dasar menantu durhaka, bisa-bisanya kamu memperlakukan mertua sendiri seperti itu!" bentak Rosa sambil membantu Indah berdiri. "Nia! Nia, keluar. Nak! Ayo kita pulang, lepaskan saja suamimu ini!" teriak Indah sambil menangis. Riko yang tidak mau tetangga mendengar pertengkaran itu. Langsung menyeret tangan Indah keluar dari rumahnya. Sukma yang melihat kejadian itu terlihat tertawa bahagia. "Kamu benar-benar menantu tidak punya hati, aku menyesal sudah menikahkan putriku dengan laki-laki sepertimu!" teriak Indah. Teriakan Indah ternyata didengar oleh beberapa tetangga Riko. Hingga membuat mereka semua
"Eh! Perempuan benalu, apa kamu tidak melihat cucian piring sudah menumpuk di belakang!" bentak Sukma hingga membuat Nia terkejut. "Maaf. Bu, apa tidak bisa hari ini aku beristirahat sebentar. Karena aku sedang tidak enak badan," jawab Nia sambil duduk di tempat tidurnya. "Tidak bisa! Pokoknya sekarang kamu bangun dan cepat kerjakan semua pekerjaan rumah." Sukma langsung menarik tubuh menantunya dan langsung membawanya ke dapur. Kehidupan Nia jauh dari kata sempurna. Bukan hanya dalam rumah tangga. Tapi dalam hal keuangan pun dia selalu kekurangan. Selama ini dia memang bekerja melayani lelaki hidung belang. Namun, seluruh uang tersebut justru di bawah oleh sang suami. Dia hanya memberikan uang 50 ribu per tamu. "Ya ampun lelah sekali rasanya," ucapnya sambil duduk di tempat tidur. Nia yang sudah kelelahan memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Baru juga dia memejamkan mata. Tiba-tiba terdengar suara ponsel berbunyi. [Halo, Nia. Apa kabar?] tanya Rafli m