"M-maksud Kakek apa?" tanya Lian yang tampak kebingungan.Ki Jatmika terdiam sejenak sembari menyalakan kemenyan dan asapnya mengepul mengenai wajahnya. Lian dan Zein hanya bisa menunggu apapun itu yang dikatakan olehnya. "Manusia memang mudah terhasut, bahkan tak pernah menggali apa yang sebenarnya terjadi.""Kami butuh jawaban yang sebenarnya terjadi pada kami," sahut Zein. Kakek itu hanya tertawa mendengar jawaban dari Zein, tangannya menabur pasir di atas kemenyan yang masih terbakar. Sesekali meniupnya dengan keras sampai asap-asap itu mengepul dengan cepat melayang terbang ke angkasa. "Dia akan terkena teror ini.""Dia?" pekik Lian dan Zein bersamaan. ***Freddy terduduk bersantai di tepi kolam renangnya sambil meneguk sebotol alkohol. Sesekali tertawa memikirkan bagaimana kebodohan Lian yang sudah menerima rumah itu. "Hampir saja dia curiga tentang rumah itu. Aku berharap dia tak mencariku lagi untuk menanyakan tentang rumah itu. Lagipula rumah itu adalah hasil curian, 'ka
"Kei, sepertinya kita harus kembali ke rumah itu untuk sementara." Keputusan sang majikan tentu membuat Keinara ingin berkata untuk menolaknya, ada alasan lain yang membuat gadis pengasuh itu merasakan sebuah ketakutan di sana, terutama kepada Kiyo yang mengusiknya dengan masa lalu. Namun saat Yura berkata bahwa Lian sedang membutuhkan mereka kini, tak ada pilihan lain selain menuruti kemauan sang ibu muda. Keinara perlu waktu untuk mengemasi sedikit barang yang harus ia bawa. Perasaan gelisahnya akan kembali ke rumah itu hampir mempengaruhi dirinya. Kepalanya kini kembali memikirkan sosok Kiyo, entah apa yang akan dilakukan makhluk itu. Meski ia sudah cukup tenang, tapi sosok Kiyo terus datang dalam mimpinya. Ia terduduk dengan lamunan malam ini bersama kegelisahan yang membuat hatinya gundah. Sedikit ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar sampai matanya perlahan memejam. Tersadar dari tidur singkatnya, membuka lebar mata yang tertidur dan sekejap su
Keinara terbangun dari mimpi anehnya, tampak Vanya dan Yura mengelilingi tubuhnya. Terlihat dari jendela, hari sudah mulai gelap dan teringat bahwa mereka akan kembali ke rumah itu sekarang. "Kamu baik-baik aja kan, Kei?" Pertanyaan Yura menggambarkan betapa ragunya ia kembali ke rumah itu."Saya baik-baik aja, Bu." Gadis itu turun dari ranjang, berdiri dengan sempoyongan dan hampir jatuh. Serasa ruangan kamar bergoyang padahal hanya terdiam. Vanya menggandeng tanganya dan kembali menanyakan hal yang sama seperti ibunya. "Kak Kei yakin mau ke rumah itu?" Mendengar pertanyaan itu, seketika Keinara terdiam, teringat akan perkataan Kiyo di alam bawah sadarnya. "Bu, antarkan saya ke rumah Tuan Freddy.""Ha?" pekik Yura saat mendengar permintaan Keinara yang tiba-tiba. Ia justru bingung bagaimana gadis itu mengenal nama Freddy, tapi Yura dapat melihat sorot mata serius Keinara. ***Seorang pria kaya itu hanya terduduk di ranjang dengan selimutnya, tampak barang-barang di kamar berce
"Bunuh dia~"Vanya mendengar dengan jelas suara Kiyo yang meminta pengasuhnya untuk membunuh Freddy. Keinara melemparkan sebuah belati ke arah pria itu, tapi lemparannya meleset. Belati itu tertancap di dinding, sedang tubuh Freddy selamat meski tubuhnya gemetar. Dalam ingatannya, ia melihat Keinara sebagai gadis kecil cantik berambut pirang dan kini ia tak menyangka gadis itu sudah dewasa. "Katakan! Anda yang membunuh Kiyo, 'kan?" Suara Keinara menggema memecah keheningan, matanya tajam memandang pria kaya itu. Langkahnya sedikit maju menghampiri Freddy, sedangkan itu Yura dan Vanya menghentikannya. Mulut gadis itu terus berbicara mengeluarkan fakta yang selama ini tak diketahui banyak orang, bahkan tentang rumah yang selama ini ditinggali oleh Yura dan anaknya. "Kamu datang membuat kehancuran!" ujar Freddy menuding Keinara. Namun gadis itu hanya tertawa lepas, ia balik menyerang pria itu dan mencekiknya begitu kuat. Pelayan dan Yura segera memisahkan mereka, melepaskan Freddy
Seorang pria mengendarai mobilnya, kendaraan itu melaju kencang di antara kegelapan hutan. Begitu mencekam jalanan itu, tetapi tak membuatnya berhenti untuk terus melaju.Semua terlihat baik-baik saja sampai mobilnya harus mengerem secara tiba-tiba. Seperti ada benda yang terjatuh menimpa atap mobilnya. Hal itu membuat pria tersebut harus mengecek keluar.Aneh. Itulah yang ia rasakan saat menengok ke arah atap mobil, tidak ada satu pun benda ataupun hewan yang jatuh. Ditatapnya sekeliling, hutan itu terasa sunyi dan tak ada satu pun mobil yang melewati jalanan sepi itu selain dirinya. Pria tersebut berusaha menepis semua pikiran buruk dan kembali masuk ke dalam mobil. Ia melirik ke kaca spion, tubuhnya seketika saja membeku. Mulutnya pun seakan terkunci. Terdapat sosok aneh dan asing tengah menatapnya tajam. Setengah dari wajah itu hancur dan terlihat begitu menyeramkan. "KALIAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB!" Dengan tiba-tiba makhluk itu berubah wujud menjadi lebih besar dan tinggi. Ra
Menginjakkan kaki di tempat kerja, untuk pertama kalinya Keinara harus berada di sana. Keluarga yang ramah menyambut baik kedatangan gadis itu."Vanya, kenalin. Ini namanya Kak Keinara, dia jadi teman baru kamu." Langkah gadis itu perlahan mendekati sang pengasuh, menjabat tangannya yang halus lalu menciumnya."Halo, Kak Keinala, aku Vanya." "Iya, Cantik, panggil aja Kak Kei. Oh, ya, Kakak punya sesuatu buat kamu." Sebuah kotak mainan berisi boneka Barbie diberikannya pada gadis itu. Senyum tipis tersungging di wajahnya, tatapan sayu Vanya mengarah padanya mengisyaratkan tanda terima kasih. Setelah pertemuan itu, Yura mulai mengantarnya ke kamar baru sang pengasuh yang sudah disiapkan untuknya."Ini kamar kamu, Kei. Semoga kamu betah ya," ucap Yura menunjukkan kamar baru Keinara. Menelisik ke dalam ruangan itu membuatnya merasa familiar akan sesuatu hal di masa lampau, tapi ia melupakannya. Yura meminta izin untuk meninggalkan Keinara di sana, tinggal-lah ia seorang diri. Sunyi ya
"Aaaaaaaa!" jerit gadis itu membuat si anak asuh berlari menghampirinya."Kak Kei kenapa?" Vanya menepuk bahu sang pengasuh. Kepalanya menoleh dengan wajah yang pucat lalu melihat lagi foto itu. Terlihat baik-baik saja, tak ada yang salah dengan barang itu. "Gak apa-apa, Sayang," sahut Keinara menoleh ke arah Vanya.Gadis itu menoleh ke arah anak asuhnya, tapi yang ia dapat adalah sesuatu yang lebih mengerikan. Tubuhnya terpaku, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, membeku bagai es. Kini, yang di hadapannya bukanlah Vanya, melainkan makhluk berwajah hancur menatap ke sudut ketakutannya dengan senyum mengerikan. "Mau main, Kak?" Suara anak kecil itu berubah berat membuat mulutnya yang membungkam ingin berteriak. "HAHAHAHAHAHAHA!"***Keinara terperanjat dalam kegelapan kamar, terbangun dengan keringat yang membasahi dahi. Mimpi menyeramkan seperti amat nyata, tangannya yang merasakan pecahan foto itu masih terasa.Gadis muda itu mengusap wajahnya dengan kasar, menyilakan ram
"Ada Kak Kiyo di situ," bisik Vanya sambil membenamkan wajahnya ke leher pengasuhnya. Nama yang tentunya sudah ia dengar kesekian kalinya, tapi gadis itu kini tak antusias untuk menyambut "sahabat"nya dengan riang. Keinara merasakan aura gadis kecil yang begitu dikekang oleh seseorang di luar keluarganya. Romanya seakan mendeteksi sesuatu yang mengintainya di belakang. Ruangan gelap yang nampak sepi seakan tak ada kehidupan, merasa bahwa ada seseorang di dalam sana. Namun, siluet samar menggambarkan sesosok pemuda tertunduk lalu menatap ke arahnya dengan tatapan marah. Suara derap langkah dari arah ruangan itu semakin lama, semakin mendekat. Meskipun samar, tapi Keinara dapat memdengar suara hembusan napas yang kuat seakan gembira menemukan mangsa. Gelap sendu hari itu memambah aura mencekam. PLAK, PLAK, PLAK! Samar terdengar suara kepakan yang semakin keras dan cepat. "Ayo, Kak!" Vanya menarik tangannya menjauh dari ruang tamu. Gadis itu tak berani lagi untuk menoleh ke belaka