'Izinkan aku untuk mengucap kata maaf untuk terakhir kalinya, maaf jika selama bersama aku tak bisa membuat kamu dan anak-anak bahagia, sekali lagi maaf untuk semua kesalahan yang sudah kulakukan terhadap kalian'~Hamzah~Mata Ratmi memanas. Marah, kesal, dan kecewa seketika melebur jadi satu."Dasar lelaki tidak tahu diri, apa kurangku?" umpat Ratmi dengan amarah yang tak bisa ia lampiaskan pada seseorang yang pernah membersaminya tersebut, dan juga seseorang yang telah membuat luka di hidupnya, dan juga anak-anak.Nyatanya pesan tersebut bukan membuat hatinya membaik, malah membuat luka itu kembali menganga. Andai dekat ingin sekali ia melampiaskan kemarahan, dan kekecewaannya pada lelaki tersebut. Ratmi benar-benar kecewa dengan keputusan Hamzah yang memilih pergi dengan perempuan muda itu, bahkan tanpa membawa harta sepeserpun ia rela. Hati istri mana yang tak sakit, dan sanggup menerima diperlakukan seperti itu? Ratmi sangat marah, dan berniat membuat Hamzah pisah dengan perem
"Kenalin, La! Ini Farah calonnya Adam!" Laila yang baru saja menginjakkan kaki di ambang pintu, langsung terhenyak mendengar Bu Ratmi--Ibu mertuanya berkata demikian.Entah apa maksud dari ucapan mertuanya yang tiba-tiba mengenalkan perempuan lain, dan mengatakan kalau itu calonnya Adam--- suaminya.Padahal, ia baru saja pulang dari rumah sakit pasca melahirkan, dan langsung dihadiahi dengan hal yang sama sekali tak terbayangkan olehnya. Bercandakah?"Ma--ksud Mama?" tanya Laila gugup, ia berharap apa yang baru saja didengarnya hanyalah candaan saja, walau kedengarannya begitu menyakitkan.Bu Ratmi menghela napas, kekesalan di wajahnya begitu kentara mendengar pertanyaan menantunya yang terlihat pura-pura tak mengerti. "Kamu tahu, 'kan dikeluarga ini Adam satu-satunya anak laki-laki, kedua kakaknya perempuan dan anaknya juga perempuan. Keluarga ini butuh generasi penerus, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi, kamu tidak bisa melahirkan anak laki-laki, bahkan anak pertama kalian y
"Lho-lho, itu kenapa barang-barangnya banyak sekali?" ucap Bu Ratmi heran begitu melihat Laila, dan Mbok Jum muncul."Maaf Nyonya, Tuan saya mau mengundurkan diri, dan ikut Non Laila!" ucap Mbok Jum takut-takut."Apa? Apa saya gak salah dengar?" tanya Bu Ratmi dengan mata melotot, ia tak habis pikir dengan apa yang ada dilakukan pembantunya tersebut."Ti--dak, Nya saya mau ikut, Non Laila," jawab Bi Jum gugup, kepalanya tertunduk."Heh! Kamu pikir Laila bisa kasih kamu makan?" desis Bu Ratmi dengan nada merendahkan."Laila, kalau kamu mau pergi, pergi saja tidak usah ngajak-ngajak Bi Jum segala, punya apa kamu? Memangnya kamu bisa gaji pembantu? Orang ngidupin diri kamu sendiri aja belum tentu mampu!"Dada Laila bergemuruh, entah kerasukan apa perempuan yang beberapa menit yang lalu sudah menjadi mantan mertuanya tersebut, kenapa bicaranya seperti orang tak berakhlak saja."Maaf, Nya. Bukan Non Laila yang ngajakin. Tapi, saya sendiri yang mau," jawab Bi Jum cepat begitu mendengar sang
Baru beberapa saat Laila dan Bi Jum melangkah tiba-tiba terdengar suara benda jatuh, dan seketika mengalihkan perhatian Arga, dan yang lainnya. Mata Arga langsung membulat tak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia tersentak."Mbak Laila?" Pekik Arga panik. Lalu, melangkah lebar-lebar ke arah Laila yang saat ini tengah tak sadarkan diri.Bi Jum yang melihat Laila pingsan juga tak kalah panik. "Ya Allah Gusti, Non Laila?" Cepat-cepat Bi Jum mengambil alih bayi mungil yang saat ini tengah menangis, mungkin ia juga terkejut gara-gara ibunya pingsan, beruntung tubuh kecilnya tidak kenapa-kenapa."Mbak, bangun Mbak! Mbak kenapa?" ucap Arga berusaha membangunkan Laila."Alah paling pura-pura pingsan itu," ucap Bu Ratmi yang ternyata sudah berdiri di belakang mereka.Arga menggeleng tak percaya mendengar kalimat yang keluar dari mulut perempuan yang disebut budenya tersebut, alih-alih membantu malah berkata demikian. Tak mau menanggapi, Arga kembali berusaha membangunkan Laila. Tetapi, nihil
Saat Arga akan berbalik, mata mereka bertemu, dan menimbulkan keterkejutan di antara keduanya."A--rga?" "K--amu?" balas Arga yang juga tak kalah kaget melihat Yuna ada disini. 'Kenapa? Kenapa mereka harus bertemu lagi?' Batin ArgaLalu, pandangan Yuna beralih ke botol susu bayi yang dipegang Arga dengan tatapan penasaran. Ada banyak tanya yang berkelindan di kepalanya melihat lelaki yang pernah mengisi hari-harinya ada di sini, sembari memegang botol susu. Sudah menikahkah dia? Batin Yuna bertanya. Hubungan mereka yang nyaris ke jenjang yang lebih serius harus kandas, terhalang restu orang tua. Mengingat itu membuat hati keduanya terasa sesak.Ya, Yuna di jodohkan dengan lelaki lain, anak sahabat ayahnya, itulah yang membuat hubungan mereka yang sudah serius harus kandas. Arga yang sudah matang dengan pilihannya, akhirnya memilih mundur, bukan tanpa alasan. Tetapi, siapa sangka kalau ternyata Yuna juga tidak jadi menikah karena laki-laki yang dijodohkan dengannya yang ternyata buka
"Adam? Mau kemana kamu?" Perasaan Adam seketika ciut, dan setelahnya, perlahan ia berbalik menghadap perempuan yang baru saja bertanya padanya.Dadanya berdebar, niat mau diam-diam malah seperti maling yang ketangkap basah. Gugup itulah kiranya gambaran yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini."Eh, M--ama.""Kamu mau kemana? Bukannya tadi kamu bilang mau istirahat karena capek?" tanya Bu Ratmi, matanya memindai Adam dengan tatapan penasaran."Eum ... I--tu, Ma, A--dam mau keluar sebentar, ada sesuatu yang harus dibeli," ucap Adam, kerongkongannya sedikit tercekat usai mengucapkan kalimat dusta tersebut. Ia terpaksa berbohong, sebab jika Bu Ratmi tahu kemana sebenarnya tujuannya tentu tidak akan diizinkan."Kamu gak lagi bohongin Mama, 'kan? Bukan untuk nemuin perempuan itu?" tebak Bu Ratmi yang seketika membuat wajah Adam menegang."B--ohong? Ya enggaklah, Ma. Lagian untuk apa?" Adam sengaja balik bertanya agar sang Mama percaya, sementara jantungnya memompa terasa begitu
Perlahan Adam memutar knop pintu, begitu pintu terbuka sempurna ia terperanjat melihat seseorang yang tengah berdiri di depannya."A--rga?" Adam terkejut setengah mati melihat sepupunya itu tau-tau berdiri di depan pintu.Sama halnya dengan Adam, Argapun tak kalah terkejut melihat Adam keluar dari ruangan Liala. Bagaimana tidak, lelaki yang sejak Laila pingsan memilih tak peduli itu tiba-tiba ada disini."Adam? Ngapain kamu disini?" tanya Arga heran, sepasang alisnya bertaut."Eum ... A--ku nemuin Laila." Gugup Adam menjawab, sebenarnya ia ingin berkilah, tetapi sudah terlanjur ketahuan percuma juga berbohong.Arga yang belum tahu pokok permasalahannya hanya mengangguk, meski dalam hati menyimpan rasa penasaran."Kamu sendiri ngapain masih disini?" tanya Adam, ia nampak tak suka melihat sepupunya itu memperdulikan Laila, bagian hatinya merasa tak rela, entah apa namanya, cemburukah?"Ada sesuatu yang tertinggal," jawab Arga sekenanya. Ia lupa meninggalkan nomor ponselnya untuk Laila,
"Lho Adam?" Adam yang tak menyangka langsung dibuat spot jantung, begitu melihat Kakak perempuannya itu tiba-tiba ada disini."M--bak Arnie?" Mata Adam membola. "Kok, bisa ada disini?" Cepat Adam bertanya meski tak bisa dibohongi kalau saat ini dirinya tengah gugup setengah mati."Iya Mbak habis jengukin teman Mbak. Kamu sendiri ngapain disini?" Arnie bertanya balik."Eum ... A--ku?" Adam gemetar, ia bingung harus menjawab apa, pasalnya ia tahu kakaknya ini, setipe dengan mamanya mereka. Berbeda dengan kakaknya Marwah yang saat ini tinggal di luar kota, dan belum mengetahui apa yang terjadi dengan rumah tangga Adam."Jangan bilang kamu datang jengukin perempuan itu?" Mata Arnie menelisik, mencari jawaban dari sang adik.Adam tertunduk, ia kebingungan untuk mencari alasan.Menyadari itu Arnie menghela napas. "Astaga, bagaimana kalau Mama tahu kamu ada disini?" "Tolong, Mbak jangan kasih tahu Mama!" Adam memelas, berharap Kakaknya mau membantunya, dengan tidak mengatakan pada Mama mere